kategori-akhlak

Sabtu, 23 Januari 2016

Belajar dari Salaf: Jujur dalam Menerima Kebenaran

Suatu hari di masjid raya negeri Fusthat, wilayah Mesir. Seorang ulama terkenal bernama Abul Fadhl Al Jauhari menjelaskan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjatuhkan talak, mengucapkan zhihar (ucapan seorang suami kepada istrinya,”Punggungmu seperti punggung ibuku, maksudnya mengharamkan istrinya untk dijima’i) dan melakukan ila’ (sumpah seorang suami untuk tdk mendekati istrinya).
Diantara hadirin, terlihat seseorang yang nampak asing bagi Al Jauhari dan orang-orang. Orang asing itu bernama Muhammad bin Qasim Al Utsmani.

Setelah keluar meninggalkan masjid, Al Utsmani bersama satu rombongan orang lantas mengikuti Al Jauhari dari belakang, sampai ke rumahnya. Mereka dipersilakan masuk.
Setelah berbincang-bincang dan tamu-tamu telah beranjak pamit, Al Jauhari memberi kesempatan kpd Al Utsmani untuk berbicara.
“Hari ini, saya menghadiri majlis anda. Saya mendengar anda menerangkan bahwa Rasulullah mengucapkan zhihar, padahal zhihar itu termasuk ucapan munkar dan dusta. Tidak mungkin hal ini terjadi pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam”. Al Utsmani berterus-terang.
Saat itu juga, Al Jauhari memeluk Al Utsmani dan mencium kepalanya. Al Jauhari menyatakan,”Sejak detik ini, saya bertaubat dari pendapat tersebut. Semoga Allah membalas anda atas teguran ini”.
Keesokan harinya, sebagaimana biasa, Al Jauhari menyampaikan ilmu untk khalayak ramai di masjid raya Fusthat.
Dalam kesempatan tersebut, Al Jauhari mengumumkan rujuknya dari pendapat yang disampaikannya pada hari sebelumnya. Sekaligus beliau memuji Al Utsmani.
“Saya adalah guru kalian. Namun orang ini (Al Utsmani) adalah guruku.
Kemarin, saya menyatakan bahwa Rasulullah pernah melakukan ila’, menjatuhkan talak dan mengucapkan zhihar. Namun tdk ada seorangpun dari kalian yang menegur”, kata Al Jauhari.
Kemudian Al Jauhari menceritakan ulang tentang kejadian kemarin bersama Al Utsmani.
Al Jauhari lalu menutup pembicaraan di majlis tersebut dengan berkata,” Saya menyatakan Taubat dari pendapat kemarin dan saya rujuk kepada kebenaran.
Barangsiapa yang kemarin hadir, janganlah berpendapat demikian!.
Barangsiapa yang hari ini tidak hadir, hendaknya diberitahu oleh yang hadir.
Semoga Allah membalasnya dengan kebalikan”.
(Oleh Al Ustadz Abu Nasim Mukhtar bin Rifa’i, referensi: Ahkamul Qur’an, karya Ibnul ‘Arabi, surat Al Baqarah ayat 226; beliau tulis ini dlm majalah Qudwah/edisi 6 vol.01 2013).
Ibnul ‘Arabi mengomentari kisah ini dengan mengatakan,” Perhatikanlah! Semoga Allah merahmati kalian.Perhatikanlah agama yang kokoh ini!. Juga sikap hormat kepada ilmu dan ahlul ilmu! Di hadapan khalayak ramai, seorang ulama yang berkedudukan tinggi dan telah terkenal kemuliaannya, mau menerima kebenaran dari seseorang yang asing dan tidak diketahui dari mana asalnya!.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar