Pengertian
inabah secara bahasa
Inabah
memiliki asal kata ‘naaba’ yang artinya dekat atau kembali. Naaba ila syai’
artinya kembali kepada sesuatu dan membiasakan diri dengannya. Dan apabila
dikatakan : Naaba ilallaah maka maknanya adalah : taaba wa lazima thaa’atahu
(bertaubat dan tetap mentaati-Nya). Dan apabila dikatakan anaaba fulan ila
syai’ maka maknanya adalah : raja’a ilaihi marratan ba’da ukhra (terus kembali
kepadanya untuk kesekian kalinya). Dan apabila dikatakan anaaba ilallaah maka
maknanya adalah : taaba wa raja’a (bertaubat dan rujuk kepada Allah) (al-Mu’jam
al-Wasith, 2/961)
Pengertian
inabah secara istilah
Syaikh Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin rahimahullah berkata, “Inabah adalah kembali kepada Allah ta’ala dengan melaksanakan ketaatan kepada-Nya serta menjauhi kemaksiatan kepada-Nya. Makna inabah ini mirip dengan taubat, hanya saja inabah lebih halus daripada taubat karena di dalamnya terkandung perasaan bergantung kepada Allah dan memulangkan persoalan kepada-Nya…” (Syarh Tsalatsatil Ushul, hal. 61)
Syaikh Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin rahimahullah berkata, “Inabah adalah kembali kepada Allah ta’ala dengan melaksanakan ketaatan kepada-Nya serta menjauhi kemaksiatan kepada-Nya. Makna inabah ini mirip dengan taubat, hanya saja inabah lebih halus daripada taubat karena di dalamnya terkandung perasaan bergantung kepada Allah dan memulangkan persoalan kepada-Nya…” (Syarh Tsalatsatil Ushul, hal. 61)
Syaikh
Abdullah bin Shalih al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Inabah semakna dengan
taubat akan tetapi para ulama mengatakan bahwa inabah memiliki derajat yang
lebih tinggi daripada taubat. Karena taubat itu meliputi sikap meninggalkan
(maksiat), menyesal dan bertekad kuat untuk tidak mengulanginya. Adapun inabah,
maka di dalamnya tercakup ketiga unsur tersebut dan selain itu ia juga memiliki
kelebihan lainnya yaitu menghadapkan jiwa-raga kepada Allah dengan mengerjakan
ibadah-ibadah. Maka apabila ada seseorang yang meninggalkan perbutan maksiat
kemudian bertekad untuk tidak melakukannya lagi dan dia menyesali perbuatan
yang telah dilakukannya itu, dan dia terus konsisten dalam beribadah maka orang
itu disebut sebagai taa’ib (pelaku taubat), akan tetapi apabila setelah
bertaubat itu dia terus berusaha memperbaharui sikap menghadapkan diri (kepada
Allah) maka orang ini disebut sebagai muniib (orang yang berinabah) kepada
Allah ta’ala.” (Hushul al-Ma’mul, hal. 90)
Allah
mencintai hamba-Nya yang Muniib
Allah
ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan inabahlah kepada Rabb kalian serta
pasrahlah kepada-Nya.” (QS. Az-Zumar : 54).
Syaikh
as-Sa’di rahimahullah berkata ketika menafsirkan ayat ini, “Dan inabahlah
kepada Rabb kalian.” Yaitu dengan hati kalian, “dan pasrahlah kepada-Nya.”
Yaitu dengan anggota badan kalian. Apabila kata inabah disebutkan secara
bersendirian maka amal-amal fisik sudah tercakup di dalamnya. Dan apabila
digabungkan keduanya sebagaimana di dalam ayat ini maka maknanya adalah
sebagaimana yang telah kami sebutkan.” Dan di dalam firman Allah, “kepada Rabb
kalian dan pasrahlah kepada-Nya.” terdapat dalil untuk ikhlas, dan menunjukkan
bahwa tanpa keikhlasan tidak akan berguna sama sekali amal-amal lahir maupun
batin.” (Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 727)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar