kategori-akhlak

Rabu, 11 Desember 2013

Mujahadah



Ibnu Qayyim Al-Jauzi mengatakan, orang-orang yang berhak mencapai maqam ‘Iyyaka Na’budu’ itu, tidak mudah. Tentu untuk mencapai maqam ‘Iyyaka Na’budu’ itu memerlukan mujahadah dan tajarrud (totalitas). Mujahadah dengan segala jiwa dan raganya agar mencapai maqam yang hendak dituju. Tidak mungkin hanya dapat dicapai dengan bentuk raganya, tanpa jiwa dan bathinnya ikut bermujahadah.
Diantaranya, golongan pertama yang berpendapat, bahwa ibadah yang paling utama dan paling bermanfaat, ialah yang paling berat dan paling sulit atas jiwa. “Karena ia paling jauh dari hawa nafsu, dan merupakan hakikat ta’abud. Pahala diberikan berdasarkan kadar kesulitannya”.
Mereka ini adalah ahlul mujahadah dan orang-orang yang mampu mengendalikan hawa nafsu. Di tengah-tengah beratnya godaan, yang terus-menerus dialami dengan segala bentuknya, dan mereka dapat selamat dari semua godaan, tanpa sedikitpun tersentuh oleh godaan dan hawa nafsu yang datang dari setan. Golongan ini, berkata, “Sesungguhnya jiwa hanya dapat lurus dengan ibadah yang sulit dan berat, karena jiwa mempunyai karakter malas, dan menyukai kerendahan dan kehinaan. Ia tidak dapat menjadi lurus, kecuali dengan melakukan hal-hal yang berat dan memikul kesulitan.”
Meninggalkan segala kenikmatan, kemewahan, angan-angan akan keindahan dunia, harta yang banyak , semuanya harus dipupus. Selain itu, harus meninggalkan orang-orang yang selalu menawarkan kenikmatan, keindahan, pangkat, serta buaian wanita-wanita yang cantik, dan dengan segala bujukan keindahan dan kenikmatan yang selalu ditawarkannya. Semuanya itu hanyalah akan mendera jiwa dan bathinnya,dan tak akan dapat membuat dirinya mencapai maqam ‘Iyyaka Na’budi wa Iyyaka Nata’in”.
Tidak mungkin dapat mencapai maqam ‘Iyyaka Na’budu’ bagi jiwa dan bathin orang-orang yang terus menerus hidupnya dipenuhi dengan khayalan dan dikotori oleh kehidupan dunia, yang tidak pernah henti-henti. Kehidupan dunia hanyalah ambisi orang-orang yang lalai, dan tidak menyukai maqam ‘Iyyaka Na’budu”, karena hakikatnya mereka tidak lagi mempercayai janji dari Allah Azza Wa Jalla. Mereka ini hanyalah menjadi budak dunia, dan kemudian berwala’ (memberikan loyalitasnya) kepada hamba-hamba setan.
Bagi mereka yang menginginkan maqam ‘Iyyaka Na’budu’, hanya dapat dicapai dengan melakukan hal-hal yang berat dan memikul kesulitan. Kesulitan dan beban berat yang harus dipikul, pasti akan bermunculan dalam kehidupan ini, terutama bagi mereka yang ingin mencapai maqam ‘Iyyaka Na’budu’, karena tantangan dalam kehidupan jahiliyah, yang tak lagi mengenal batas-batas, yang sudah ditetapkan dalam Qur’an dan Sunnah. Kencintaan pada hawa nafsunya telah membawa mereka meninggalkan segala kebaikan yang bersifat fitrah yang diberikan oleh Allah Azza Wa Jalla kepada mereka.
Bagi mereka yang ingin menggapai maqam ‘Iyyaka Na’budu”, orientasi hidup mereka hanyalah mencari ridho Allah. Tidak mencari ridho makhluk termasuk manusia. Ketika, ibadah utama di masa jihad adalah mengutamakan jihad, dan meninggalkan wirid-wirid, seperti shalat malam, dan puasa sunah pada siang hari, bahkan sampai meninggalkan kesempurnaan shalat fardhu seperti dalam kondisi aman. Mereka pergi berjihad di jalan Allah Rabbul Alamin.
Karena mereka tahu bagi mereka yang memiliki maqam ‘Iyyaka Na’budu’, nilai berjihad itu lebih utama, dan akan janji Allah Azza Wa Jalla, di mana akan memasukkan ke dalam surga-Nya, tanpa melalui hisab, bagi mereka yang mati syahid. Betapa indahnya kehidupan bakal digapai kelak di akhirat.
Bagi mereka yang ingin mendapatkan maqam ‘Iyyaka Na’budi’, lebih menyukai bangun malam, melakukan shalatul lail, membaca Qur’an, berdo’a, berdzikir, beristighfar, meninggalkan segala urusan saat datangnya adzan, melaksanakan shalat fardhu dengan penuh ikhlas, dan pergi ke masjid-masjid shalat berjamaah. Mereka tetap shalat berjamaah dalam kondisi apapun. Tidak sekali-kali masbukh. Masjid sebagai ‘Baitullah’ lebih utama dari segalanya. Tidak berarti apapun baginya, kecuali hanya masjid yang berharga bagi kehidupannya, di mana setiap saat sesuai dengan ketentuan Rabbnya, dan selalu melaksanakannya dengan penuh keikhlasan dan kesungguhan.
Saat orang-orang membutuhkan pertolongan baik jabatan, fisik, maupun harta, maka ia akan segera memberikan pertolongan, dan berpikir panjang tentang pribadinya, dan mensegerakan kepentingan dari saudaranya yang tertimpa musibah.
Ketika membaca Qur’an, tak ada lagi yang diingatnya, karena Qur’an itu adalah ‘Kalamullah’, dan membaca dengan sepenuh hati, memahami makna-maknanya, dan berjanji melaksanakan semua perintah-Nya. Seperti generasi Salaf, yang terus melaksanakan apa saja, yang diperintahkan oleh Allah Azza Wa Jalla, sehingga mereka mendapatkan kemuliaan dan kejayaan.
Ketika, menjelang hari terakhir di bulan Ramadhan, ia tinggalkan semunya, dan beri’tikaf di masjid-masjid, dan hanya mengharapkan datangnya maghfirah dari Rabbnya. Tidak lagi menyibukkan diri dengan kehidupan dunia, yang justru akan merusak hari terakhir puasa, yang akan membawanya kepada golongan muttaqin.
Mencapai maqam ‘Iyyaka Na’budu’ sebuah perjuangan yang sangat berat bagi manusia. Karena manusia selalu digoda oleh hawa nafsunya, dan sifat malasnya untuk melakukan kebaikan dan mencintai Rabbnya.
Manusia jahiliyah hidupnya hanyalah dipenuhi dengan berebut sekerat kehidupan dunia, yang diakhirat menjadikan mereka golongan yang merugi. Wallahu’alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar