Mudarah
adalah menghindari mafsadah (kerusakan) dan kejahatan dengan ucapan yang lembut
atau meninggalkan kekerasan dan sikap kasar, atau berpaling dari orang jahat
jika ditakutkan kejahatannya atau terjadinya hal yang lebih besar dari
kejahatan yang sedang dilakukan.
Dalam
sebuah hadits disebutkan: “Sejahat-jahat kamu adalah orang-orang yang ditakuti
manusia karena mereka khawatir akan kejahatannya.” (HR. Ibnu Abu Dunya dengan
redaksi senada)
Dari
Aisyah Radhiallaahu anha bahwasanya seorang laki-laki meminta izin masuk
menemui Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam, seraya berkata, “Dia saudara yang
jelek dalam keluarga”. Kemudian ketika orang itu masuk dan menghadap Nabi
Shallallaahu alaihi wa Salam beliau berkata kepadanya dengan ucapan yang
lembut. Maka Aisyah berkata, “Engkau tadi berkata tentang dia seperti apa yang
engkau katakan”. Maka Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda,
‘Sesungguhnya Allah membenci ‘fuhsy’ (ucapan keji) dan ‘tafahuhusy’ (berbuat
keji).” (HR. Ahmmad dalam Musnad)
Nabi
Shallallaahu alaihi wa Salam telah berbuat mudarah dengan orang tadi ketika dia
menemui Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam -padahal orang itu jahat- karena
beliau menginginkan kemaslahatan agama. Maka hal itu menunjukkan bahwa mudarah
tidak bertentangan dengan al-wala’ wal bara’, kalau memang mengandung
kemaslahatan lebih banyak dalam bentuk menolak kejahatan atau menundukkan
hatinya atau memperkecil dan memeperingan kejahatan.
Ini
adalah salah satu metode dalam berdawah kepada Allah. Termasuk di dalamnya
adalah mudarah Nabi terhadap orang-orang munafik karena khawatir akan kejahatan
mereka dan untuk menundukkan hati mereka dan orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar