Qana’ah (rela dan menerima pemberian Allah subhanahu
wata’ala apa adanya) adalah sesuatu yang sangat berat untuk dilakukan,
kecuali bagi siapa yang diberikan taufik dan petunjuk serta dijaga oleh Allah
dari keburukan jiwa, kebakhilan dan ketamakannya. Karena manusia diciptakan
dalam keadan memiliki rasa cinta terhadap kepemilikan harta.
Namun meskipun demikian
kita dituntut untuk memerangi hawa nafsu supaya bisa menekan sifat tamak dan
membimbingnya menuju sikap zuhud dan qana’ah. Berikut ini beberapa kiat menuju
qana’ah yang jika kita laksanakan maka dengan izin Allah seseorang akan dapat
merealisasikan nya. Di antaranya yaitu:
1. Memperkuat Keimanan
kepada Allah subhanahu wata’ala.
Juga membiasakan hati untuk
menerima apa adanya dan merasa cukup terhadap pemberian Allah subhanahu
wata’ala, karena hakikat kaya itu ada di dalam hati. Barangsiapa yang kaya
hati maka dia mendapatkan nikmat kebahagiaan dan kerelaan meskipun dia tidak
mendapatkan makan di hari itu.
Sebaliknya siapa yang
hatinya fakir maka meskipun dia memilki dunia seisinya kecuali hanya satu
dirham saja, maka dia memandang bahwa kekayaannya masih kurang sedirham, dan
dia masih terus merasa miskin sebelum mendapatkan dirham itu.
2. Yaqin bahwa Rizki Telah
Tertulis.
Seorang muslim yakin bahwa
rizkinya sudah tertulis sejak dirinya berada di dalam kandungan ibunya.
Sebagaimana di dalam hadits dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu,
disebutkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di antaranya, “Kemudian
Allah mengutus kepadanya (janin) seorang malaikat lalu diperintahkan menulis empat
kalimat (ketetapan), maka ditulislah rizkinya, ajalnya, amalnya, celaka dan
bahagianya.” (HR. al-Bukhari, Muslim dan Ahmad)
Seorang hamba hanya
diperintah kan untuk berusaha dan bekerja dengan keyakinan bahwa Allah subhanahu
wata’ala yang memberinya rizki dan bahwa rizkinya telah tertulis.
3. Memikirkan Ayat-ayat
al-Qur’an yang Agung.
Terutama sekali ayat-ayat
yang berkenaan dengan masalah rizki dan bekerja (usaha). ‘Amir bin Abdi Qais
pernah berkata, “Empat ayat di dalam Kitabullah apabila aku membacanya di sore
hari maka aku tidak peduli atas apa yang terjadi padaku di sore itu, dan
apabila aku membacanya di pagi hari maka aku tidak peduli dengan apa aku akan
berpagi-pagi, (yaitu):
“Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa
rahmat,maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya; dan apa saja yang
ditahan oleh Allah maka tidak ada seorangpun yang sanggup untuk melepaskannya
sesudah itu. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Fathiir:2)
“Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka
tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa
yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya.” (QS.Yunus:107)
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi
melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam
binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang
nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Huud:6)
“Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah
kesempitan.” (QS. ath-Thalaq:7)4. Ketahui Hikmah Perbedaan Rizki
Di antara hikmah Allah subhanahu
wata’ala menentu kan perbedaan rizki dan tingkatan seorang hamba dengan
yang lainnya adalah supaya terjadi dinamika kehidupan manusia di muka bumi,
saling tukar manfaat, tumbuh aktivitas perekonomian, serta agar antara satu
dengan yang lainnya saling memberi kan pelayanan dan jasa.
Allah subhanahu wata’ala
berfirman,
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Rabbmu? Kami
telah menentu kan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan
Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa
derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain. Dan
rahmat Rabbmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS. az-Zukhruf:32)
“Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di
bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa
derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu.” (QS.Al an’am 165)
5. Banyak Memohon Qana’ah kepada
Allah
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam adalah manusia yang paling qana’ah, ridha dengan apa yang
ada dan paling banyak zuhudnya. Beliau juga seorang yang paling kuat iman dan
keyakinannya, namun demikian beliau masih meminta kepada Allah subhanahu
wata’ala agar diberikan qana’ah, beliau bedoa,
“Ya Allah berikan aku sikap qana’ah terhadap apa yang Engkau rizkikan kepadaku, berkahilah pemberian itu dan gantilah segala yang luput (hilang) dariku dengan yang lebih baik.” (HR al-Hakim, beliau menshahihkannya, dan disetujui oleh adz-Dzahabi)
“Ya Allah berikan aku sikap qana’ah terhadap apa yang Engkau rizkikan kepadaku, berkahilah pemberian itu dan gantilah segala yang luput (hilang) dariku dengan yang lebih baik.” (HR al-Hakim, beliau menshahihkannya, dan disetujui oleh adz-Dzahabi)
Dan karena saking qana’ahnya,
beliau tidak meminta kepada Allah subhanahu wata’ala kecuali sekedar
cukup untuk kehidu pan saja, dan meminta disedikitkan dalam dunia (harta)
sebagaimana sabda beliau, “Ya Allah jadikan rizki keluarga Muhammad hanyalah
kebutuhan pokok saja.” (HR. Al-Bukhari, Muslim dan at-Tirmidzi)
6.
Menyadari bahwa Rizki Tidak Diukur dengan Kepandaian
Kita harus menyadari bahwa
rizki seseorang itu tidak tergantung kepada kecerdasan akal semata, kepada
banyaknya aktivitas, keluasan ilmu, meskipun dalam sebagiannya itu merupakan
sebab rizki, namun bukan ukuran secara pasti.
Kesadaran tentang hal ini akan menjadikan seseorang bersikap qana’ah, terutama ketika melihat orang yang lebih bodoh, pendidikannya lebih rendah dan tidak berpengalaman mendapatkan rizki lebih banyak daripada dirinya, sehingga tidak memunculkan sikap dengki dan iri.
Kesadaran tentang hal ini akan menjadikan seseorang bersikap qana’ah, terutama ketika melihat orang yang lebih bodoh, pendidikannya lebih rendah dan tidak berpengalaman mendapatkan rizki lebih banyak daripada dirinya, sehingga tidak memunculkan sikap dengki dan iri.
7. Melihat ke Bawah dalam
Hal Dunia
Dalam urusan dunia
hendaklah kita melihat kepada orang yang lebih rendah, jangan melihat kepada
yang lebih tinggi, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
“Lihatlah kepada orang yang
lebih rendah dari kamu dan janganlah melihat kepada orang yang lebih tinggi
darimu. Yang demikian lebih layak agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah.” (HR.al-Bukhari dan Muslim)
Jika saat ini anda sedang
sakit maka yakinlah bahwa selain anda masih ada lagi lebih parah sakitnya. Jika
anda merasa fakir maka tentu di sana masih ada orang lain yang lebih fakir
lagi, dan seterusnya. Jika anda melihat ada orang lain yang mendapatkan harta
dan kedudukannya lebih dari anda, padahal dia tidak lebih pintar dan tidak
lebih berilmu dibanding anda, maka mengapa anda tidak ingat bahwa anda telah
mendapatkan sesuatu yang tidak dia dapatkan?
8. Membaca Kehidupan Salaf
Yakni melihat bagaimana
keadaan mereka dalam menyikapi dunia, bagaimana kezuhudan mereka, qana’ah
mereka terhadap yang mereka peroleh meskipun hanya sedikit. Di antara mereka
ada yang memperolah harta yang melimpah, namun mereka justru memberikannya
kepada yang lain dan yang lebih membutuhkan.
9. Menyadari Beratnya
Tanggung Jawab Harta
Bahwa harta akan
mengakibatkan keburukan dan bencana bagi pemilik nya jika dia tidak mendapatkan
nya dengan cara yang baik serta tidak membelanjakannya dalam hal yang baik
pula.
Ketika seorang hamba
ditanya tantang umur, badan, dan ilmunya maka hanya ditanya dengan satu
pertanyaan yakni untuk apa, namun tentang harta maka dia dihisab dua kali,
yakni dari mana memperoleh dan ke mana membelanjakannya. Hal ini menunjukkan
beratnya hisab orang yang diberi amanat harta yang banyak sehingga dia harus
dihisab lebih lama dibanding orang yang lebih sedikit hartanya.
10. Melihat
Realita bahwa Orang Fakir dan Orang Kaya Tidak Jauh Berbeda.
Karena seorang yang kaya
tidak mungkin memanfaatkan seluruh kekayaannya dalam satu waktu sekaligus. Kita
perhatikan orang yang paling kaya di dunia ini, dia tidak makan kecuali
sebanyak yang dimakan orang fakir, bahkan mungkin lebih banyak yang dimakan
orang fakir. Tidak mungkin dia makan lima puluh piring sekaligus, meskipun dia
mampu untuk membeli dengan hartanya. Andaikan dia memiliki seratus potong baju
maka dia hanya memakai sepotong saja, sama dengan yang dipakai orang fakir, dan
harta selebihnya yang tidak dia manfaatkan maka itu relatif (nisbi).
Sungguh indah apa yang
diucapkan Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu, “Para pemilik harta makan dan
kami juga makan, mereka minum dan kami juga minum, mereka berpakaian kami juga
berpakaian, mereka naik kendaraan dan kami pun naik kendaraan. Mereka memiliki
kelebihan harta yang mereka lihat dan dilihat juga oleh selain mereka, lalu
mereka menemui hisab atas harta itu sedang kita terbebas darinya.”
Sumber: “Al-Qana’ah,
mafhumuha, manafi’uha, ath-thariq ilaiha,” hal 24-30, Ibrahim bin Muhammad
al-Haqiil
Tidak ada komentar:
Posting Komentar