Sesungguhnya
izzah atau kemuliaan merupakan perkara yang sangat dirindukan oleh para pejuang
Islam yang tulus di berbagai penjuru bumi. Apa pun akan mereka korbankan demi
menggapainya, waktu, tenaga, pikiran, harta, bahkan kalau perlu nyawa mereka
pun rela untuk mereka pertaruhkan di jalan Allah ta’ala. Sementara kemuliaan tersebut
tidak akan bisa digapai kecuali dengan pertolongan dan taufik dari Allah
ta’ala. Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Allah
adalah penolong bagi orang-orang yang beriman, Allah akan mengeluarkan mereka
dari kegelapan-kegelapan menuju cahaya. Adapun orang-orang kafir,
penolong-penolong mereka adalah thaghut, yang mengeluarkan mereka dari cahaya
menuju kegelapan. Mereka itulah para penduduk neraka, mereka kekal di
dalamnya.” (QS.
al-Baqarah: 257)
Kemenangan
dan kemuliaan itu tidak akan diraih kecuali dengan mengabdi kepada Allah dengan
sepenuh jiwa dan raga, dengan keimanan dan amal salih, dengan rasa cinta dan
pegagungan, dengan mewujudkan tauhid yang bersih dan berpegang teguh dengan
Sunnah Nabi-Nya shallallahu
‘alahi wa sallam. Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Allah
menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan beramal salih di antara kalian,
sungguh Allah akan menjadikan mereka berkuasa di atas muka bumi ini sebagaimana
Allah telah mengangkat orang-orang sebelum mereka menjadi pemimpin, dan sungguh
Allah akan meneguhkan bagi mereka agama yang diridhai oleh-Nya untuk mereka dan
Allah akan menggantikan bagi mereka keadaan yang penuh rasa takut dengan
keamanan. Mereka itu senantiasa beribadah kepada-Ku dan tidak
mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apapun…” (QS. an-Nuur: 55)
Karena
tauhid yang murni merupakan tujuan hidup jin dan manusia di alam dunia. Allah ta’ala berfirman
(yang artinya), “Tidaklah
Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.”
(QS.
adz-Dzariyat: 56).
Dengan
sebab tauhid itulah Allah akan memuliakan hamba-hamba-Nya. Dengan sebab tauhid
itulah Allah akan menerima amal-amal mereka. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang menghendaki
perjumpaan dengan Rabbnya maka hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak
mempersekutukan Rabbnya dalam beribadah kepada-Nya dengan sesuatu apapun.”
(QS.
al-Kahfi: 110).
Allah
akan menolak amalan orang-orang musyrik meskipun mereka telah bersusah payah
dan bercapek-capek dalam melakukannya. Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Sungguh,
telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelummu; apabila kamu
berbuat syirik niscaya akan musnah semua amalmu dan kamu pasti termasuk
golongan orang-orang yang merugi.” (QS. az-Zumar: 65).
Karena
tauhid adalah hak-Nya yang paling agung. Barangsiapa yang menyia-nyiakan hak
ini maka dia telah melecehkan Rabbul ‘alamin, tidak berterima kasih kepada
ar-Rahman ar-Rahim, dan tidak menyimpan rasa takut kepada Maliki Yaumid din.
Allah ta’ala
berfirman mengisahkan nasehat Luqman kepada putranya (yang artinya), “Wahai putraku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah. Sesungguhnya syirik itu adalah kezaliman yang sangat
besar.” (QS.
Luqman: 13)
Inilah
dakwah seorang anak yang pandai berterima kasih kepada ayahnya. Dengan sebab
tauhid itulah akan tercipta kebahagiaan hidup sebuah keluarga. Sebagaimana yang
Allah ceritakan mengenai ajakan Nabi Ibrahim ‘alaihis
salam kepada ayahnya (yang artinya), “Wahai ayahku, mengapa engkau menyembah sesuatu
yang tidak bisa mendengar dan tidak melihat bahkan tidak mencukupi bagi dirimu
barang sedikitpun.” (QS. Maryam: 42)
Demikian
pula keamanan, ketentraman dan petunjuk akan diberikan oleh Allah kepada
masyarakat yang bertauhid dan mengagungkan Rabbul ‘alamin. Allah ta’ala berfirman
(yang artinya), “Orang-orang
yang beriman dan tidak mencampuri keimanan mereka dengan kezaliman/syirik,
mereka itulah orang-orang yang akan mendapatkan rasa aman dan diberikan
petunjuk.” (QS.
al-An’am: 82).
Padahal,
kita juga menyadari bahwa tidak akan berubah nasib suatu kaum sampai mereka mau
merubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri. Allah ta’ala telah
menegaskan hal ini dalam ayat-Nya (yang artinya), “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu
kaum sampai mereka merubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri.”
(QS.
ar-Ra’d: 11)
Oleh
sebab itulah, Allah menjadikan dakwah tauhid sebagai misi utama dakwah para
nabi dan rasul. Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Sungguh
Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul yang mengajak; sembahlah
Allah dan jauhilah thaghut.” (QS. an-Nahl: 36).
Tidak
ada seorang pun rasul melainkan menjadikan dakwah tauhid ini sebagai seruan
yang paling utama kepada masyarakatnya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidaklah Kami mengutus
sebelummu seorang rasul pun melainkan kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada
sesembahan -yang benar- selain Aku, oleh sebab itu maka sembahlah Aku saja.”
(QS.
al-Anbiya’: 25)
Maka
melecehkan dakwah tauhid dan mengesampingkannya merupakan penghinaan kepada
manhaj dakwah para nabi dan rasul yang Allah ta’ala
telah menjadikan mereka sebagai teladan bagi para da’i yang ingin mengantarkan
umat ini menuju kemuliaannya. Dan yang terdepan di antara mereka -yang telah
menghabiskan umurnya untuk mendakwahkan tauhid ini- adalah Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Yang Allah ta’ala
berfirman kepada beliau (yang artinya), “Katakanlah;
inilah jalanku, aku menyeru -kalian- kepada Allah (yaitu untuk mengabdi
kepada-Nya) di atas ilmu, inilah jalanku dan jalan orang-orang yang
mengikutiku, dan sama sekali aku bukan termasuk golongan orang musyrik.”
(QS.
Yusuf: 108)
Dengan
memegang teguh Sunnah Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam akan mengantarkan umat ini menuju kejayaan yang
didamba-dambakan. Allah ta’ala
telah menegaskan dalam firman-Nya (yang artinya), “Barangsiapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya
maka sesungguhnya dia pasti akan mendapatkan keberuntungan yang sangat besar.”
(QS.
al-Ahzab: 71)
Karena
menaati rasul merupakan bentuk ketaatan kepada Allah. Allah ta’ala berfirman
(yang artinya), “Barangsiapa
yang menaati rasul sesungguhnya dia telah menaati Allah.” (QS. an-Nisaa’: 80). Sedangkan
meninggalkan ketundukan kepada Sunnah beliau merupakan sumber kebinasaan. Allah
ta’ala
berfirman (yang artinya), “Barangsiapa
yang menentang rasul setelah jelas baginya petunjuk dan dia mengikuti selain
jalannya orang-orang yang beriman maka Kami akan membiarkannya terombang-ambing
dalam kesesatan yang dipilihnya dan Kami akan memasukkannya ke dalam Jahannam,
dan sesungguhnya Jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.”
(QS.
an-Nisaa’: 115)
Menyelisihi
ketetapan dan ajaran Rasul adalah akar kehinaan dan keterpurukan. Allah ta’ala berfirman
(yang artinya), “Tidak
pantas bagi seorang mukmin laki-laki atau perempuan apabila Allah dan rasul-Nya
telah menetapkan suatu perkara kemudian masih ada bagi mereka pilihan yang lain
dalam urusan mereka. Barangsiapa yang durhaka kepada Allah dan rasul-Nya maka
sesungguhnya dia telah tersesat dengan kesesatan yang amat nyata.”
(QS.
al-Ahzab: 36)
Karena
kepasrahan kepada tuntunan dan hukum Rasul merupakan bukti keimanan. Allah ta’ala berfirman
(yang artinya), “Maka
demi Rabbmu, sekali-kali mereka tidak beriman sampai mereka menjadikan kamu
sebagai hakim/pemutus perkara dalam perkara apa saja yang mereka perselisihkan
di antara mereka, kemudian mereka tidak mendapati rasa sempit di dalam hatinya
atas apa yang telah kamu putuskan dan mereka senantiasa pasrah dengan
sepenuhnya.” (QS.
an-Nisaa’: 65)
Orang-orang
yang menyimpang dari Sunnah dan hukum rasul akan merasakan pahitnya kekalahan
dan kerendahan akibat tindakan bodoh mereka meninggalkan petunjuk dan memilih
tenggelam dalam kesesatan. Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Hendaklah
merasa takut orang-orang yang menyimpang dari urusan rasul itu, karena mereka
itu akan tertimpa fitnah atau mendapatkan azab yang sangat menyakitkan.”
(QS.
an-Nuur: 63)
Berpaling
dari Sunnah Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam akan menyeret kepada murka Allah dan terhalang
dari curahan ampunan-Nya. Allah
ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya (yang artinya), “Katakanlah; jika kalian
benar-benar mencintai Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai
kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian.” (QS. Ali Imran : 31)
Lihatlah,
para sahabat radhiyallahu’anhum
generasi terbaik yang menjadi teladan bagi masyarakat umat Islam di sepanjang
jaman. Mereka telah menunjukkan kepada kita pembelaannya terhadap tauhid,
kesetiaannya kepada Sunnah serta kebenciannya kepada syirik dan sikap berlepas
diri mereka dari segala amalan dan keyakinan bid’ah. Mereka dipuji oleh Allah
dan diabadikan dalam Kitab-Nya yang mulia (yang artinya), “Orang-orang yang terdahulu dan
pertama-tama yaitu kalangan Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun pasti
akan ridha kepada-Nya. Allah persiapkan untuk mereka surga-surga yang mengalir
sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Dan itulah
kemenangan yang sangat besar.” (QS. at-Taubah: 100)
Mereka
-para sahabat- adalah sosok pengibar panji-panji tauhid, singa-singa pembela
Sunnah, dan pribadi-pribadi yang sangat mengagungkan syari’ah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah memerintahkan kita untuk mengikuti jalan mereka agar selamat dari
perpecahan dan kehancuran. Maka mengikuti jalan hidup dan manhaj dakwah mereka adalah
jalan kemuliaan dan kejayaan, sedangkan menyimpang darinya merupakan sebab
kesesatan dan kebinasaan. Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu berkata, “Ikutilah tuntunan, jangan
kalian mengada-adakan ajaran baru. Karena kalian telah dicukupkan.” al-Auza’i
rahimahullah
berkata, “Wajib atas
kalian untuk mengikuti jejak orang-orang yang terdahulu/para salaf (yaitu para
sahabat)…”. Imam Malik rahimahullah
berkata, “as-Sunnah
merupakan bahtera Nabi Nuh. Barangsiapa yang menaikinya akan selamat, dan
barangsiapa yang tertinggal darinya maka akan tenggelam.” Imam
Ahmad rahimahullah
berkata, “Pokok
ajaran Sunnah menurut kami adalah; berpegang teguh dengan pemahaman para
sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam serta meneladani mereka, dan
meninggalkan segala macam bid’ah.” (lihat Kun Salafiyan ‘alal Jaddah,
hal. 47)
Oleh
sebab itu siapa pun di antara para da’i Islam yang ingin mengantarkan umat ini
menuju kemuliaan, maka tidak ada cara lain bagi mereka selain mendakwahkan
tauhid dan sunnah serta memerangi segala bentuk syirik dan bid’ah. Inilah
manhaj para sahabat yang berhasil mengantarkan mereka menjadi manusia-manusia
yang dimuliakan oleh Allah ta’ala
di dunia dan di akherat. Imam Malik rahimahullah
mengingatkan, “Tidak
akan bisa memperbaiki keadaan generasi akhir umat ini kecuali sesuatu yang
telah berhasil memperbaiki generasi awalnya.” Allahul muwaffiq.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar