Kedamaian
hati adalah dambaan setiap jiwa. Ketika hati seseorang terasa tenang dan
tentram, maka jiwanya terasa ingin terbang jauh ke angkasa melintasi awan
putih, lalu rebah di atasnya dengan penuh rasa bahagia. Dadanya terasa lega dan
longgar tanpa ada beban sama sekali. Alangkah bahagianya si pemilik hati yang
tentram dan damai.
Namun
kedamaian hati itu bukanlah menghambur-hamburkan uang, mencari ketenangan di
tempat-tempat wisata yang terkenal, bar-bar, discotik, mall, dan hotel-hotel
yang berbintang. Bukanlah kedamaian itu dengan bersenandung, melantunkan lagu
yang bernuansa romantis atau pula mengingat para artis, bintang sepak bola dan
para pelawak yang kerjanya Cuma ngelaba
di depan lensa cembung.
Betapa
banyak selebritis-selebritis dunia yang mengakhiri hidupnya dengan cara yang
tragis, yaitu membunuh dirinya sendiri. Padahal bersamaan dengan hal itu,
mereka memiliki kekuasaan, ketenaran dan harta yang melimpah. Namun semua itu
tidak dapat memberi kebahagiaan bagi jiwa mereka. Hati mereka meronta ingin
lepas dari belenggu –belenggu kehidupan yang fana dan jiwanya terasa kering
kerontang tanpa ada setetes embun keimanan yang menyiraminya. Mereka merasa
hampa di tengah ramainya kerumunan para penggemarnya. Hal ini disebabkan karena
tebalnya dosa yang telah menyelimuti hati. Sebagaimana firman Allah -Azza wa Jalla- ,
“Sekali-kali
tidak (demikian), Sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati
mereka”.
(QS. Al-Muthoffifin: 14 ).
Nabi
-Shallallahu ‘alaihi
wasallam-,
إِنَّ
الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيْئَةً نُكْتَتْ فِيْ قَلْبِهِ نُكْتَةً سَوْدَاءَ, فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ وَإِنْ عَادَ زِيْدَ فِيْهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ
“Sesungguhnya
seorang hamba jika melakukan suatu dosa, maka dosa itu menjadi titik hitam di
dalam hatinya. Jika dia bertaubat dan mencabut serta berpaling (dari
perbuatannya) maka mengkilaplah hatinya. Jika ia mengulanginya, maka titik
hitam itupun bertambah hingga memenuhi hatinya.” [HR. At-Tirmidzi dalam Sunan-nya (3334), dan Ibnu
Majah
Sunan-nya
(4244). Hadits ini di-hasan-kan
oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Shohih At-Targhib (1620)]
Allah
Yang Maha Penyayang telah memberikan solusi kepada para hamba-Nya untuk
membersihkan noda-noda maksiat yang menutupi hati mereka, sehingga hati mereka
menjadi suci dan tenang. Kesucian dan kedamaian hati itu akan didapatkan dengan
ber-dzikir
(ingat) kepada Allah -Subhanahu
wa Ta’la-, baik dengan lisan, hati, dan anggota badan.
Dengan
cara inilah seseorang akan merasakan manisnya iman, kebahagiaan hidup dan
kedamaian yang tiada taranya. Dimana kedamaian tersebut akan menjadi istana
yang megah di dalam hatinya saat suka maupun duka, senang maupun susah, resah
dan gelisah; hatinya senantiasa tertambatkan hanya untuk mengingat Allah -Subhanahu wa Ta’la-
dan lisannya selalu basah melantunkan lafazh-lafazh yang mulia dengan penuh
rasa harap dan takut hanya kepada-Nya. Allah -Subhanahu
wa Ta’la- berfirman,
“(Yaitu)
orang -orang yang beriman dan hati
mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah .Ingatlah, Hanya dengan
mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” ((QS. Ar-Ra’d:28 ).
Dengan
senantiasa ber-dzikir
(ingat) kepada Allah, maka ketentraman hati, keutamaan dan pahala yang besar
telah menanti di depan mata. Inilah amalan yang banyak dilalaikan oleh
kebanyakan manusia pada hari ini. Mereka telah disibukkan oleh dunia, pekerjaan
dan keluarganya. Padahal amalan ini sangat ringan di lidah namun memiliki
keutamaan yang luar biasa.
Allah
–Ta’ala-
berfirman,
“L
aki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan
yang banyak menyebut (mengingat) Allah, Allah Telah menyediakan untuk mereka
ampunan dan pahala yang besar.” ( QS. Al-Ahzab: 35)
Rasulullah
-Sholllallahu alaihi
wa sallam- bersabda,
كَلِمَتَانِ خَفِيْفَتَانِ عَلَى اْللِسَانِ ، ثَقِيْلَتَانِ فِيْ المِيْزَانِ ، حَبِيْبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ : سُبْحَانَ اللهِ وَ بِحَمْدِهِ ، سُبْحَانَ اللهِ اْلعَظِيْم
“Ada dua kalimat yang ringan
bagi lisan, tapi berat dalam timbangan, dan dicintai oleh Ar- Rahman (Allah),
yaitu subhanallahu wa bihamdihi dan subhanallahil ‘adzhim.”[HR.
Al-Bukhari (6404 dan Muslim (6786)].
Rasulullah
-Sholllallahu alaihi
wa sallam- juga bersabda,
أَلاَ
أُنَبِّئُكُمْ
بِخَيْرِ
أَعْمَالِكُمْ
وَ
أَزْكَاهَا
عِنْدَ
مََلِيْكِكُمْ
وَ
أَرْفَعِهَا
فِيْ
دَرَجَاتِكُمْ
وَ
خَيْرٍ
لَكُمْ
مِنْ
إِنْفَاقِ
اْلذَّهَبِ
وَ
اْلفِضَّةِ
وَ
خَيْرٍ
لَكُمْ
مِنْ
أَنْ
تَلْقَوْا
عَدُوَّكُمْ
فَتَضْرِبُوْا
أَعْنَاقَهُمْ
وَ
يَضْرِبُوْا
أَعْنَاقَكُمْ؟
قَالُوْا
: بَلَى . قَالَ:
ذِكْرُ
اللهِ
تَعَالَى
.
“Maukah
kalian aku tunjukkan pada suatu amalan, yang paling baik dan paling suci di
sisi Pemilik kalian (yakni, Allah), paling tinggi dalam mengangkat derajat
kalian dan lebih baik bagi kalian daripada menginfakkan emas dan perak, serta
lebih baik bagi kalian daripada kalian bertemu dengan musuh kalian, lalu kalian
memenggal leher-leher mereka dan mereka memenggal leher-leher kalian???” Para sahabat menjawab, ”Tentu, wahai Rasulullah!”
Beliau -Shallallahu ‘
Alaih Wa Sallam- bersabda, “(Amalan
itu adalah) dzikir kepada Allah.” [HR. At-Tirmidzi (3377) dan Ibnu majah (3790) dan di-shohih-kan oleh syaikh Albaniy dalam Shohihul Jami’ (no. 2629)]
Dikatakan
kepada Abu
Darda’
-radhiyallahu anhu-,
”Seorang lelaki telah
membebaskan seratus budak.” Beliau -radhiyallahu anhu- mengomentari, ”Seratus budak dari harta
seseorang adalah sesuatu yang banyak. Yang lebih utama dari itu adalah keimanan
yang senantiasa ada di malam dan siang hari, dan lisan salah seorang diantara
kalian yang senantiasa basah karena berdzikir (mengingat) Allah -Azza wa
Jalla-”.
Ibnu
Mas’ud-radhiyallahu
anhu- berkata,
”Aku bertasbih
menyucikan Allah -Azza wa Jalla- beberapa kali lebih aku sukai daripada aku
menginfakkan dinar sejumlah itu di jalan Allah”.
Salman
Al-Farisi-radhiyallahu
anhu- pernah
ditanya, ”Amal apakah
yang paling Afdhal?” Beliau -radhiyallahu
anhu- menjawab, ”Tidakkah
engkau membaca Al-Qur’an:
“Dan
sesungguhnya dzikrullah (mengingat Allah) adalah lebih besar” (QS. Al-Ankabut: 45) . [Lihat Fiqhul Ad’iyah wal
Adzkar,
karya Syaikh
Abdur Razzaq bin Abdil Muhsin Al-Badr (hal. 33-34, dan 38)
sebagaimana dalam majalah Asy-Syariah
(vol.IV/no.42/1429H/2008)]
Demikianlah
kemurahan dan kemudahan dari Allah bagi umat Rasulullah -Sholllallahu alaihi wa sallam-.
Allah - Subhana Wa
Ta’ala- memberi mereka umur yang pendek dibandingkan dengan
umat-umat terdahulu, namun mereka diberi amalan yang ringan dan mudah. Amalan
yang mudah dan ringan tersebut diberi balasan dengan pahala yang sangat besar.
Mereka adalah umat yang terakhir, namun yang pertama masuk ke dalam surga.
Walaupun
keistimewaan umat Islam besarnya seperti ini, tapi banyak orang yang tak
menjadikannya sebagai motivasi dalam menambah kesyukuran. Jangankan ber-dzikir,
sholat saja ditinggalkan demi dunia yang fana!! Kehidupan dunia terlalu
memikat kebanyakan dari mereka. Mata mereka tersilaukan dengan keindahan dan
gemerlapnya kehidupan dunia, sehingga membuat mereka lupa dari mengingat Allah
yang telah menciptakan, memelihara dan melimpahkan nikmat-Nya yang tak
terhitung kepada mereka. Padahal Allah -Azza
wa Jalla- telah mengingatkan dalam firman-Nya,
“ Hai orang-orang beriman,
janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah.
barangsiapa yang berbuat demikian Maka mereka Itulah orang-orang yang merugi.
” (QS. Al-Munafiqun: 9)
Ayat
di atas dengan jelas mengabarkan bahwa orang yang lalai dari mengingat Allah,
ia akan merugi di dunia terlebih lagi di akhirat. Ia akan sangat menyesali
waktu yang ia sia-siakan dari berdzikir kepada Allah -Azza wa Jalla-
sebagaimana Rasulullah -Sholllallahu
alaihi wa sallam- juga telah mengingatkan,
مَا مِنْ
سَاعَةٍ
تَمُرُّ
بِابْنِ
آدَمَ
لاَ
يَذْكُرُ
اللهَ
تَعَالَى
فِيْهَا
إِلاَّ
تَحَسَّرَ
عَلَيْهَا
يَوْمَ
اْلقِيَامَةِ
“Tidak
ada suatu waktu pun yang terluputkan dari anak adam untuk berdzikir kepada
Allah kecuali ia akan menyesali waktu tersebut pada hari kiamat” . [HR. Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman (508). Di-hasan-kan oleh
Al-Albaniy dalam ShahihulJami’ (5720)].
Pembaca
yang mulia, ingatlah bahwa kehidupan dunia akan berakhir dan hari pembalasan kan
menjelang. Siapkanlah
amal kebaikanmu sebanyak-sebanyaknya selama engkau di dunia ini. Sebab, amal kebaikan
itu akan menjadi bekalmu yang akan membantumu dalam meniti perjalanan yang
panjang dan berat di akhirat. Janganlah engkau terlena dengan gemerlapnya
kehidupan dunia dan janji-janji kosong setan hingga engkau pun termasuk dalam
deretan orang-orang yang merugi lagi menyesal. Oleh karenanya, Allah dan
Rasul-Nya telah memperingatkan kita untuk memperbanyak amalan shalih selama di
dunia. Allah -Azza wa
Jalla- telah mengingatkannya dalam firman-Nya,
“
Supaya jangan ada orang yang mengatakan: “Amat besar penyesalanku atas
kelalaianku terhadap Allah, sedang aku sesungguhnya termasuk orang-orang yang
memperolok-olokkan (agama Allah ). ” (QS. Az-Zumar: 56).
Ketahuilah,
orang yang berpaling dari berdzikir (mengingat) Allah -Subhanahu wa Ta’la-,
ia bagaikan mayat yang berjalan di muka bumi; setan akan menjadi pendampingnya
serta akan mematikan hatinya. Rasulullah -Sholllallahu
alaihi wa sallam- pernah bersabda,
مَثَلُ
الَّذِي
يَذْكُرُ
رَبَّهُ
وَالَّذِي
لَا
يَذْكُرُ
رَبَّهُ
مَثَلُ
الْحَيِّ
وَالْمَيِّتِ
”Perumpamaan
orang-orang yang berdzikir (mengingat) Rabbnya, dan orang-orang yang tidak
berdzikir (mengingat) Rabbnya adalah seperti (orang) yang hidup dan mati.” [HR. Al-Bukhari dalam Kitab Ad-Da'awaat (6407)].
Allah
-Azza wa Jalla-
berfirman,
“ Barangsiapa yang berpaling
dari berdzikir kepada Allah yang Maha Pemurah, kami adakan baginya syaitan
(yang menyesatkan), maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.
” (QS.
Az-Zukhruf: 36).
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah-rahimahullah- berkata, ”perandaian dzikir bagi hati
adalah seperti air bagi ikan. Apa jadinya keadaan ikan tanpa air ?? ”
[Lihat Al-Wabilus
Shayyib
hal. 84. cet. Daar
Ibnul Jauzy].
Oleh
karenanya, seyogyanya bagi kita untuk memperhatikan perkara ini. Sebab, waktu
berjalan terus dan catatan amalanpun takkan berhenti. Barangsiapa yang banyak
catatan kebaikannya, maka ia adalah orang yang bahagia. Barangsiapa yang banyak
catatan amalan kejelekannya, maka ia orang yang merugi lagi celaka. Jika
seseorang senantiasa berdzikir, maka Allah tidak akan meninggalkan dan
membiarkannya. Sebab Allah -Azza
wa Jalla- berfirman,
“ Tiada suatu ucapanpun yang
diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.
” (QS.
Qoof: 18).
Al-Hafizh
Ibnu Katsir-rahimahullah- menukilkan perkataan
Ibnu Abbas -radhiyallahu
anhu- tentang ayat diatas, “Malaikat
itu mencatat setiap apa yang di ucapkannya berupa kebaikan ataupun kejelekan.”[Lihat Tafsir Al-Qur’an
Al-Azhim (7/308)]
Marilah
kita membasahi lisan-lisan kita dengan dzikrullah
agar ketentraman, kedamaian dan keberuntungan senantiasa menyertai kita baik di
dunia, maupun di akhirat kelak. Sebab Allah -Azza wa Jalla- berfirman,
“ Dan sebutlah (nama) Allah
sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung .” (QS. Al-Anfal: 45)
Ingatlah
Allah, niscaya Allah akan mengingatmu. Ingatlah Allah di waktu senangmu,
niscaya Allah akan mengingatmu dikala susahmu. Janganlah engkau ragu kepada
janji Allah. Sebab, Allah sudah memastikannya dalam firman-Nya,
“Karena
itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu dan bersyukurlah
kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS. Al-Baqarah: 152).
Pembaca
yang budiman, tentunya untuk mengamalkan dzikir-dzikir dalam kehidupan
sehari-hari harus yang warid
(datang) dari Al-Qur’an dan As-Sunnah (hadits yang shahih), karena betapa banyak
orang-orang yang berdzikir sampai terisak-isak, meraung-raung sambil berlinang
air matanya, akan tetapi amalannya sia-sia belaka. Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
مَنْ
عَمِلَ
عَمَلاً
لَيْسَ
عَلَيْهِ
أَمْرُنَا
فَهُوَ
رَدٌّ
“Barang
siapa yang melakukan suatu amalan yang tidak pernah kami perintahkan, maka
amalan tersebut tertolak”.
[HR. Muslim]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar