Adab-Adab
Meminta Izin[1]
Allah ta’ala
berfirman -yang artinya-:
“ Wahai
orang-orang yang beriman, janganlah kalian masuk kedalam rumah selain rumah
kalian hingga kalian meminta izin “( An-Nuur :27)
Allah ta’ala
berfirman -yang artinya-:
“ Wahai
orang-orang yang beriman, hendaknya para budak kalian dan juga anak-anak yang
belum balgh memninta izin kepada kalian “( An-Nuur : 58)
Allah ta’ala
berfirman -yang artinya-:
“ Dan apabila
anak-anak kalian telah baligh hendaknya mereka meminta izin “( An-Nuur : 59)
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya meminta izin itu agar
menjaga pandangan” Muttafaq ‘alaihi[2]
Diantara
adab-adab meminta izin :
- Disunnahkan untuk mendahuluinya dengan salam sebelum meminta izin.
Dari Kaldah bin
Hanbal, dia berkata : Sesungguhnya Shafwan bin Umayyah, mengutusnya menjumpai
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa susu, beberapa za’faran
dan anak rubah. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam saat itu berada didataran
tinggi Makkah, lalu sayapun masuk tanpa memberi salam, maka Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kembalilah dan katakan Assalamu
’alaikum”. Kejadian ini setelah Shafwan bin Umayah memeluk Islam.[3]
Dan dari Rib’I,
dia berkata: “Telah bercerita kepada kami seorang dari bani ‘Amir, sesungguhnya
dia meminta izin kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sementara beliau
berada dirumahnya, maka dia berkata: “A’aljj, Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam berkata kepada pembantunya: “Keluarlah dan ajarkan kepadanya adab
meminta izin, maka ia mengatakannya: “Katakanlah Assalaamu ’alaikum, bolehkah
saya masuk?”[4]
Dan dari Ibnu
Abbas berkata, “Umar meminta izin kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
beliau mengucapkan: “Assalamu ’ala Rasulillah, Assalamu ’alaikum, apakah Umar
diperbolehkan masuk?”[5]
- Hendaklah orang yang meminta izin untuk berdiri disebelah kanan atau sebelah kiri pintu.
Hal ini
dimaksudkan agar dia tidak mengarahkan pandangannya kepada tempat-tempat yang
tidak halal baginya dirumah orang tersebut, atau sesutau yang dibenci oleh
sipemilik rumah, jikalau dia mengarahkan penglihatannya kepada sesuatu yang ada
dirumahnya. Karena sesungguhnya meminta izin itu disyariatkan untuk menjaga
pandangan.
Dari Abdullah
bin Busr, beliau berkata: “ Apabila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mendatangi kediaman suatu kaum, beliau tidak menghadap kearah pintu rumah
dengan wajahnya, akan tetapi beliau memelingkan wajahnya kearah kanan atau
kiri, dan berkata: “Assalamu ’alaikum, assalaamu ’alaikum”. Hal itu dikarenakan
rumah kediaman disaat itu belum memiliki penghalang seperti daun pintu.[6]
Dan dari
Huzail, beliau berkata: “ Seseorang telah datang dan berdiri ditengah-tengah
pintu rumah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta izin, maka Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya: “ Hendaklah kamu melakukan
begini dan begini, karena disyariatkan meminta izin itu karena menjaga
pandangan”.[7]
- Haram hukumnya bagi seseorang memandang kedalam rumah yang bukan rumahnya tanpa izin.
Meminta izin
tidak disyariatkan kalau bukan karena pandangan, barangsiapa yang telah berlebihan
untuk memandang kepada apa-apa yang tidak dihalalkan baginya dengan tanpa izin,
lalu kedua matanya dicungkil, tidak ada qishash dan denda padanya.
Sandaran dalil hal itu sebagaimana yang diriwayatkan Abu Hurairah radhiallahu
anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasannya beliau bersabda:
“Barangsiapa yang dengan sengaja menengok atau memandang kedalam rumah orang
lain tanpa seizin pemiliknya, maka halal bagi mereka untuk mencukil matanya”.[8]
Abu Hurairah
juga meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Apabila seseorang menengok atau melihat kedalam rumahmu tanpa izin dari kamu,
lalu anda melemparnya dengan batu kerikil hingga tercungkil matanya, maka tidak
ada dosa bagi kamu”.[9]
Dan dari Anas
bin Malik radhiallahu ‘anhu bahwa seseorang memandang kepada sebagian kamar
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka Rasulullah menghampirinya dengan
membawa anak panah atau beberapa anak panah, dann aku melihat kepada beliau
yang seolah-olah hendak menikamnya”.[10]
- Meminta izin itu hanya tiga kali
Apabila
seseorang meminta izin lalu diizinkan – maka dia boleh masuk – akan tetapi jika
tidak hendaknya dia kembali. Abu Musa Al-Asy’ary berkata: “Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang dari kalian minta
izin sampai tiga kali dan tidak dijawab baginya, maka hendaklah ia pulang”.[11]
Masalah : Jika kita meminta izin sudah tiga kali dan belum ada
jawaban, akan tetapi kita menyangka mungkin pemilik rumah belum mendengarnya,
maka apa yang harus kita lakukan ketika itu?
Jawab : Ulama mengatakan: “Sebaiknya beramal dengan
kedzahiran hadist diatas” dan ada yang mengatakan hendaklah ia menambah sampai
suara orang yang meminta izin itu benar-benar terdengar”.[12]
Imam Malik
berkata: “Meminta izin itu batasnya tiga kali, tidak disunnahkan bagi seseorang
utnuk menambahnya walaupun cuma sekali, kecuali bagi orang yang benar-benar
yakin kalau yang dimintai izin itu belum mendengar suaranya, maka aku
berpendapat boleh untuk menambahnya”.[13]
- Jangan mengatakan “ saya “, saja ketika meminta izin jika di tanya “Siapakah ini “
Dikarenakan
jika orang yang meminta izin hanya mengatakan “saya”, tidak akan
mengidentifikasi yang meminta izin. Dengan begitu kesamaran tetap akan
menyertai keberadaannya. Dan perkataannya : “ Saya “ tidak berarti apapun juga.
Hukum makruh
ini dapat diperoleh dari hadits Jabir radhiallahu ‘anhu, beliau berkata: “ Saya
mendatangi Rasulullah “ untuk membayar hutang ayahku, kemudian aku mengetuk
pintu rumah beliau, beliau bertanya, “Siapa itu?” Aku berkata ‘saya, maka
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “saya, saya” sepertinya
beliau tidak menyukai jawaban tersebut.”[14]
Dan tidak
mengapa jika orang yang meminta izin mengatakan: “ saya, sifulan “.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Buraidah dari Bapaknya, beliau berkata: “Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dan pergi kemasjid, sedangkan Abu Musa
sedang membaca, maka beliau bertanya, siapa ini? Aku menjawab “Saya, Buraidah
yang menjadi tebusanmu “ Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
“Sungguh orang ini telah diberi senandung seperti senandung keluarga Daud”.[15]
Dan tidak
mengapa jika seorang yang minta izin untuk mengatakan: “ saya Abu fulan “, sebagaimana
hadist yang telah diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Bahwasannya Ummu Hani’ datang
kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada tahun Futuh Makkah. Dan dia
mendapati beliau sedang mandi, dan Faatimah anak beliau menutupi beliau. Ummu
Hani’ mengatakan: “ maka saya mengucapkan salam kepada Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam”. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya:
“Siapakah ini ?” Ummu Hani’ berkata: “ Saya Ummu Hani’ binti Abi Thalib…
al-hadits”[16]
Dan tidak
mengapa mengatakan: “ Saya Al-Qadhi fuan, atau Asy-Syaikh fulan, apabila dengan
nama tidak sukup mengidentifikasi karena kesamarannya. Seperti yang dikatakan
oleh An-Nawawi[17].
Catatan penting : Jika nama orang yang meminta izin tidak dikenal
karena adanya kesamaan nama dengan orang lain dan sulit untuk membedakan jika
sekedar mendengar suaranya saja, maka dianjurkan bagi orang yang meminta izin
untuk menghilangkan kesamaran agar bisa dikenal. Hal ini akan semakin jelas
dengan hadits berikut : Setelah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhuthbah
di hadapan para wanita pada hari ‘Ied, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
pulang menuju kearah rumah beliau. – Orang yang meriwayatkan hadits ini
mengatakan – : “Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berjalan menuju
kerumah beliau, Zainab istri Ibnu Mas’ud datang meminta izin kepada beliau.
Lalu dia mengatakan: ”Wahai Rasulullah, ini Zainab.” Maka beliau berkata
:”Zainab yang mana?” Dia berkata :”Zainab istri Ibnu Mas’ud.” Beliau berkata
:”Ya, persilahkan dia masuk!”, maka beliau memberi izin kepada
Zainab…al-hadits.[18]
6. Sudah
sepantasnya bagi orang yang meminta izin untuk tidak mengetuk pintu terlalu
keras.
Karena hal ini
termasuk adab yang buruk. Diriwayatkan dari Anas bin Malik, beliau berkata :
“Pintu kediaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam diketuk dengan menggunakan
kuku.”[19]
Al Hafidz Ibnu
Hajar mengatakan :”Adab ini dilakukan oleh para sahabat sebagai gambaran adab
yang tnggi, adab ini adab yang terpuji bagi seseorang yang berada didekat
pintu, adapun yang jauh dari pintu, sehingga suara ketukan pintu dengan kuku
tidak terdengar, maka sebaiknya mengetuk pintu lebih keras lagi sesuai yang
dibutuhkan.”[20]
Al Maimuniy
berkata :” Seorang perempuan mengetuk pintu Abu Abdillah dengan ketukan yang
keras, maka Abu Abdillah keluar dan mengatakan: :Ketukan ini adalah ketukan
polisi ! [21]
7. Jika pemilik
rumah menyuruh untuk kembali, maka orang yang meminta izin harus kembali.
Hal ini
berdasarkan firman Allah :
ﭜ ﭝ ﭞ ﭟ ﭠﭡ ﭢ ﭣ ﭤ
“ Dan apabila
diaktakan kepada kalian, kembalilah. Maka kalian kembalilah. Yang demikian itu
lebih menyucikan bagi kalian “( An-Nuur : 28
).
Qatadah
mengatakan : “ Sebagian kaum Muhajirin berkata: “Sungguh aku umurku telah
tersita semuanya pada ayat ini. Dan tidaklah saya mendapati ayat ini, ketika
saya meminta izin kepada para saudaraku, lalu mereka mengatakan kepadaku:
“Pergilah “ maka akupun pergi, sementara aku dalam keadaan geram . [22]
8. Tidak
diperbolehkan untuk memasuki rumah yang didalamnya tidak ada seorangpun.
Dikarenakan hal
itu meruapakan sikap sewenang-wenang terhadap hak orang lain. Ibnu Katsir
mengatakan: “ Hal itu dikarenakan merupakan pengguaan milik orang lain tanpa
izinnya. Apabila dia menghendaki niscaya dia mengizinkanya dan jika tidak maka
dia tidak akan mengizinkannya “[23]
9. Apabila
seseorang diundang atau diutus kepada seseorang, maka tidak diperlukan baginya
minta izin.
Hal itu
dikarenakan bahwa undangan dan diutusnya seseorang untuk menjemputnya sudah
terkandung padanya permintaan izin. Maka undangan atau seseorang yang
menjemputnya sudah mewakili permintaan izin.
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwasannya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Seseorang telah diutus kepada seseorang maka itulah izin
baginya”.[24]
Dan dari Abu
Hurairah radhiallahu ‘anhu juga, bahwasannya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “ Apabila seseorang mengundang kalian untuk makan, kemudian
dia mengutus seseorang sebagai utusannya, maka itu merupakan izin baginya”.[25]
Ulama
mengecualikan pada masalah ini, jika seseorang terlambat menghadiri undangan
pada waktunya, atau pada waktu itu ia berada pada tempat yang terkondisikan
baginya untuk meminta izin, maka dia mesti meminta izin.[26]
10. Meminta
izin ketika ingin berdiri dan meninggalkan dari majlis.
Yang demikian
itu merupakan adab nabawiyah yang mulia. Pengunjung diarahkan untuk memiliki
adab ketika hendak meninggalkan majlis. Maka, sebagaimana anda meminta izin
ketika hendak masuk, begitu pula hendaknya engkau meminta izin ketika hendak
meninggalkan majlis.
Kemungkinan
alasan diharuskannya hal itu, karena ditakutkannya mata akan melihat hal-hal
yang tidak halal untuk dilihat, atau minimal hal-hal yang tidak disukai.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan: Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ”Jika salah seorang diantara kalian
mengunjungi saudaranya kemudian duduk didekatnya, janganlah berdiri sampai dia
memberikan izin kepadanya.”[27]
Didalam hadits
tersebut terkandung peringatan untuk beradab dengan adab yang mulia, yaitu
orang yang berkunjung sepantasnya tidak berdiri sampai diberi izin oleh tuan
rumah. Kebanyakan manusia di sebagian negeri-negeri Arab talah mengabaikan
adab-adab nabawiyah yang mulia ini. Anda akan mendapati mereka keluar dari
majlis tanpa meminta izin, tidak sebatas ini saja bahkan juga dengan tanpa
salam. Yang seperti ini jelas-jelas telah menyelisihi adab-adab Islam lainnya,
demikian sebagaiman dikatakan oleh Asy-Syaikh Al-Albani.[28]
11. Meminta
izin kepada ibu atau saudara perempuan.
Yaitu agar
penglihatan tidak melihat hal-hal yang dilarang, misalnya aurat, atau hal-hal
lainnya yang tidak disenangi kaum wanita jika diketahui oleh selain mereka.
‘Alqamah
mengatakan : ”Seorang laki-laki datang kepada Abdullah dan mengatakan :”Apakah
aku harus meminta ijin kepada ibuku?” maka Abdullah mengatakan: ” Tidaklah pada
setiap keadaan ibumu itu, engkau akan melihat sesuatu yang kau sukai saja”[29]
Diriwayatkan
dari Muslim bin Nadzir mengatakan :”Seorang laki-laki bertanya kepada Hudzaifah
:”Apakah aku harus meminta izin kepada ibuku?” Hudzaifah mengatakan: ”Jika
engkau tidak meminta izin kepada ibumu, engkau akan melihat hal-hal yang engkau
benci.”[30]
“Atha’
mengatakan :”Aku bertanya kepada Ibnu Abbas :”Apakah aku harus meminta izin
kepada saudara wanitaku?” Maka dia menjawab :”Ya.” Kemudian dia berkata lagi,
“Aku memiliki dua saudara wanita dalam rumahku dan aku menjaganya serta
memberikan nafakah kepada keduanya, apakah aku juga harus meminta izin kepada
keduanya?”
Ibnu Abbas
menjawab, “Ya, apakah kau akan senang jika terlihat olehmu aurat mereka?!”[31]
12.Disunnahkan
memberikan kabar kepada istri ketika akan masuk rumah.
Yaitu agar
suami tidak melihat istrinya dalam keadaan yang dapat membuatnya marah, atau
istri sedang melakukan sesuatu yang tidak ingin dilihat oleh suaminya,
sementara dia dalam keadaan tersebut.
Dari Zainab
istri Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anha, dia berkata: “ Jika Abdullah datang dari
menyelesaikan suatu keperluan, maka ia berdehem karena khawatir kami dalam
keadaan yang ia tidak sukai”.[32]
Ahmad berkata,
“Jika dia masuk kerumah keluarganya, maka di mendehem,”
Dan Muhanna
mengatakan: “Ahmad ditanya tentang seseorang yang masuk kerumahnya apakah
diharuskan baginya untuk meminta izin? Ahmad menjawab, “Hendaklah ia
mengeraskan suara sendalnya jika ia masuk”.[33]
13. Para
pembantu dari kalangan budak dan anak-anak yang belum baligh, diharuskan bagi
mereka untuk meminta izin kepada mereka dalam tiga keadaan :
Pertama :
Sebelum shalat fajar
Kedua : Waktu
tidur siang sebelum dzuhur
Ketiga :
Setelah shalat isya
Dan selain dari
ketiga waktu tersebut maka tidak ada dosa bagi mereka. Ibnu Katsir berkata,
“Maksudnya apabila mereka masuk pada selain dari tiga waktu diatas, maka tidak
ada dosa bagi kalian jikalau kalian membolehkan mereka, dan juga mereka tidak
berdosa apabila melihat sesuatu diselain dari tiga waktu tersebut.
Dikarenakan
mereka telah diberikan izin untuk masuk, dan dikarenakan merekaadalah
orang-orang yang selalu hilir mudik ditengah-tengah kalian yakni sebagai
pembantu dan lain sebagainya, …[ kemudian beliau menyebutkan atsar Ibnu Abbas
]: Dari ‘Ikrimah dari Ibnu Abbas bahwa dua orang laki-laki bertanya kepada
beliau tentang adab meminta izin pada tiga aurat yang telah dijelaskan oleh Allah
didalam Al-Qur`an. Ibnu Abbas berkata: “Sesungguhnya Allah itu Maha menutupi
aurat hamba-Nya, dan Dia menyukai jika hambanya menutup aurat. Sedangkan kaum
muslin saat itu tidak mempunyai penutup didepan pintu-pintu kediaman mereka,
dan tidak juga penghalang dirumah mereka. Terkadang seseorang terkejutkan oleh
pembantu, anaknya atau anak angkat yang berada dalam asuhannya, sementara dia
lagi bercengkerama dengan isterinya. Maka Allah memerintahkan kepada mereka
untuk meminta izin pada tiga waktu aurat yang telah disebutkan Allah. Kemudian
Allah lalu memerintahkan untuk menghalangi, dengan memudahkan rizki bagi
mereka, Dan mereka lantas menjadikan penghalang/tirai dan juga membuat dinding
penghalang. Kemudian kaum muslimin menganggap bahwa yang seperti itu sudah
cukup bagi mereka dari permintaan izin yang mereka telah diperintahkan
sebelumnya.[34]
[1] Anda dapat
mencermati, jikalau kami medahulukan bab. Salam dari pada bab. Meminta Izin,
karena mengucapkan salam disunnahkan dimulai sebelum meminta izin, berdasarkan
zhahir hadits-hadits dalam masalah ini, diantaranya sabda beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam : “ Katakanlah Assalamu ‘Alaiku, bolehkan saya masuk “.
Takhrijnya akan segera disebutkan. Dan juga berdasarkan amalan para sahabat
ridhwanallahi ‘alaihim.
[2] Mutaffaqun
alaihi
[3] HR. Ahmad (
14999 ), Abu Daud, dan lafazh diatas adalah lafazh beliau ( 5176 ). Al-Albani
mengatakan : Shahih, At-Tirmidzi ( 2710 )
[4] HR.Ahmad (
22617 ) dan Abu Daud dan lafazh diatas adalah lafazh beliau (5177) dan
Al-Albaniy berkata: “Shahih “
[5] Dikeluarkan
Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad. Al-Albani mengatakan : Shahihul Isnad . (
Shahih Al-Adab Al-Musfrad hal. 420 ). Ibnu abdil Barr menyebutkan hadits ini
dengan sanad beliau, dan sebelum beliau mengutip sanadnya : Hadist yang terbaik
yang diriwayatkan berkenaan dengan pembahasan Al-Isti’dzaan – meminta izin – …
( At-Tamhid 2 / 202 )
[6] HR. Ahmad
(17239), Abu Daud dan lafazh diatas adalah lafazh riwayat beliau (5186)
Al-Albaniy berkata hadits ini shahih, Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad (1078)
dengan lafazh: “Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila dia
mendatangi pintu untuk meminta izin, beliau tidak mendatangi dengan berhadapan
langsung dengan pintu, akan tetapi beliau mendatanginya dari sebelah kanan atau
sebelah kiri dan sungguh akan diberikan izin kepadanya,jikalau tidak hendaknya
dia kembali pulang”. Al-Albaniy berkata: “Hasan Shahih)
[7] HR. Abu Daud (5174)
dan Al-Albaniy mengatakan: Shahih.
[8] HR. Muslim
(2158)
[9] HR. Al-Bukhari
(6888) dan Muslim (6158)
[10] HR. Al-Bukhari
(6242) dan Muslim (2157)
[11] HR. Al-Bukhari
dalam Shahihnya (6245) dan Muslim (2153) dan beliau menambahkan dari hadits ini
dan sebuah kisah yang sangat mashyhur……antara Umar bin Khatab dan Abu Musa
Al-Asy’ari radhiallahu ‘anhuma.
[12] Fathul Bari
(11/29) hadits no.6245 dan Muslim dengan syarah An-Nawawi jilid 7 juz ke-14/108
hadits no.2153.
[13] At-Tamhid oleh
Ibnu Abdil Barr (3/192)
[14] HR. Al-Bukhari
(2251) dan Muslim (2155)
[15] HR. Al-Bukhari
dalam Al-Adab Al-Mufrad dan dishahihkan oleh Al-Albaniy pada no.1087 Dan
pensyarah berkata, “Dikeluarkan oleh Muslim dalam bab Shalat dan Al-Hakim
menshahihkannya. Aku berkata, “Dikeluarkan oleh Muslim dalam kitab Shalat
Al-Musafirin dan Mengqasharnya, bab disunahkan untuk membaguskan suara dalam
membaca Al-Qur`an (793) dari hadits Abdullah bin Buraidah dari Ayahnya, beliau
berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya
Abdullah bin Qais atau Al-Asy’ary telah dianugrahkan senandung
sebagaimanasenandung keluarga Daud”.
[16] Shahih
Al-Bukhari (357) dan Muslim (336)
[17] Dan beliau
mengatakan: “ Dan hadits Ummu fulan dipahami seperti hal tersebut. Dan
semisalnya dari hadits Abu Qatadah dan Abu Hurairah. Dan yang paling baik
adalah dengan mengatakan saya si fulan yang lebih dikenal dengan ini. Wallahu
a’lam. ( Syarh Muslim hadits no. 2155 )
[18] HR. Bukhari
no. 1462..
[19] HR. Bukhari
dalam Adab Al-Mufrad (1080), Al-Albani mengatakan :”Shahih.”Hadist ini
diriwayatkan oleh Al-Hakim didalam Ulum Al-Hadist dari hadits Al-Mughirah bin
Syu’bah. Sebagaimana yang diaktakan Al-Hafidz didalam Fathul Bari ( 11 / 38 ) .
[20] Fathul Bari
(11/38), hadits no ( 6250 ).
[21] Al-Adab
Asy-Syar’iyah (1/73)
[22] Tafsir ibnu
Katsir (3/281), surat An-Nuur :29.
[23] Tafsir Ibnu
Katsir ( 3 / 281 )
[24] HR. Abu Daud
(5189) , Al-Albani berkata, “Shahih”
[25] HR. Abu Daud
(5190) Al-Albani berkata, “Shahih”
[26] Lihat Syarh
Sunan Abu Daud pada hadits no. ( 5189, 5190 ) dan Syarh Al-Adab Al-Mufrad pada
hadits no. ( 1074 )
[27] Al-Albani
dalam As-Silsilah Ash-Shahihah karya beliau mengatakan : “ Diriwayatkan oleh
Abu Asy-Syaikh dalam Tarikh Asbahaani hal ( 113.) Silsilah (1/304) no.182.”
[28] As-Silsilah
Ash-Shahihah (1/306)
[29] HR. Al-Bukhari
dalam Al-Adab Al-Mufrad no. ( 1059 ). Asy-Syaikh Al-Albani mengatakan
:”Shahihul isnad.”
[30] HR. Al-Bukhari
dalam Al-Adab Al-Mufrad no.( 1060 ). Syaikh Al-AlBani mengatakan :”Hasanul
isnad”. Diriwayatkan juga oleh Malik dalam Al-Muwaththa’ beliau dari jalan
Shafwan bin Salim dari Atha’ bin Yasar bahwa seorang laki-laki bertanya kepada
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :”Ya Rasulallah, apakah aku harus meminta
izin kepada ibuku?” Maka beliau menjawab :”Ya.” Laki-laki itu mengatakan
:”Sesungguhnya aku selalu bersama ibuku dirumah.” Nabi berkata :”Mintalah izin
kepadanya!” Laki-laki itu berkata :”Sungguh aku selalu membantunya.” Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata :”Mintalah izin kepadanya, apakah engkau
suka ketika kelihatan olehmu auratnya?” Dia berkata :”Tidak.” Nabi berkata
:”Maka mintalah izin kepadanya!” Ibnu Abdil Barr setelah mengutip hadits ini
mengatakan :” Hadist ini tidak saya ketahui diriwayatkan secara musnad dengan
jalan yang shahih dengan lafazh ini. Hadist ini hadits mursal shahih, dan
maknanya disepakati keshahihannya”. (At-Tamhid : 16/229)
[31] HR. Al-Bukhari
dalam Al-Adab Al-Mufrad (1063) Al-Albani berkata, “Shahih Sanadnya”
[32] Dijelaskan
oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya (3/280) beliau berkata, “Sanadnya Shahih”
[33] Al-Adab
Asy-Syar’iyah (1/424-425)
[34] Tafsir Ibnu
Katsir (3/303) ketika menafsirkan (Surat Nuur ayat : 85) dan berkata beliau
setelah menjelaskan atsar Ibnu Abbas: “ Dan sanad ini shahih kepada Ibnu
Abbas”. Pada riwayat Abu Daud no.( 5192 ) dengan lafazh, “Beberapa orang
penduduk Irak mengatakan: “Wahai Ibnu Abbas bagaimana pendapatmu tentang ayat
ini? … al-hadits “, Asy-Syaikh Al-Albanimengatakan: “Isnadnya hasan mauquf)
Ibnu Abdil Barr juga mengutip dengan sanad beliau kepada Ibnu Abbas sebagaimana
lafazh hadits pada riwayat Abu Daud (At-Tamhiid : 233)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar