Ar-Rifq adalah
sifat lemah lembut di dalam berkata dan bertindak serta memilih untuk melakukan
cara yang paling mudah. (Fathul Bari syarh Shahih Al Bukhari)
Sudah
sepantasnya bagi seorang muslim untuk berhias dengan sifat yang sangat mulia
tersebut, karena ia merupakan bagian dari sifat-sifat yang dicintai oleh Allah
subhanahu wa ta’ala. Dengannya pula merupakan sebab seseorang dapat meraih
berbagai kunci kebaikan dan keutamaan. Sebaliknya, orang yang tidak memiliki
sifat lemah-lembut, maka ia tidak akan bisa meraih berbagai kebaikan dan
keutamaan.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan hal ini kepada ‘Aisyah-istri beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Maha Lembut yang mencintai kelembutan dalam seluruh perkara.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Sebagaimana disebutkan pula dalam sebuah hadits:
“Orang yang dijauhkan dari sifat lemah lembut, maka ia dijauhkan dari kebaikan.” (HR.Muslim)
“Sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Maha Lembut yang mencintai kelembutan dalam seluruh perkara.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Sebagaimana disebutkan pula dalam sebuah hadits:
“Orang yang dijauhkan dari sifat lemah lembut, maka ia dijauhkan dari kebaikan.” (HR.Muslim)
Keutamaan Sifat
Ar-Rifq
Sebagaimana
telah diterangkan diatas bahwa sifat Ar-Rifq (lemah lembut) merupakan sifat
yang dicintai oleh Allah subhanahu wa ta’ala, dan juga dengannya akan bisa
meraih segala kebaikan dan keutamaan. Dengannya pula akan melahirkan sikap
hikmah, yang juga merupakan sikap yang dicintai oleh Allah subhanahu wa ta’ala
di dalam berkata dan bertindak.
Dikisahkan
dalam sebuah hadits bahwa suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
sedang duduk-duduk bersama para shahabat radhiyallahu ‘anhum di dalam masjid.
Tiba-tiba muncul seorang ‘Arab badui (kampung) masuk ke dalam masjid, kemudian
kencing di dalamnya. Maka, dengan serta merta, bangkitlah para shahabat yang
ada di dalam masjid, menghampirinya seraya menghardiknya dengan ucapan yang
keras. Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang mereka untuk
menghardiknya dan memerintahkan untuk membiarkannya sampai orang tersebut
menyelesaikan hajatnya. Kemudian setelah selesai, beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam meminta untuk diambilkan setimba air untuk dituangkan pada air kencing
tersebut. (HR. Al Bukhari)
Kemudian beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil ‘Arab badui tersebut dalam keadaan
tidak marah ataupun mencela. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pun
menasehatinya dengan lemah lembut :
“Sesungguhnya masjid ini tidak pantas untuk membuang benda najis (seperti kencing, pen) atau kotor. Hanya saja masjid itu dibangun sebagai tempat untuk dzikir kepada Allah, shalat, dan membaca Al Qur’an.” (HR. Muslim)
“Sesungguhnya masjid ini tidak pantas untuk membuang benda najis (seperti kencing, pen) atau kotor. Hanya saja masjid itu dibangun sebagai tempat untuk dzikir kepada Allah, shalat, dan membaca Al Qur’an.” (HR. Muslim)
Melihat sikap
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang demikian lembut dan halusnya
dalam menasehati, timbullah rasa cinta dan simpati ‘Arab badui tersebut kepada
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka ia pun berdoa: “Ya Allah, rahmatilah
aku dan Muhammad, dan janganlah Engkau merahmati seorangpun bersama kami
berdua.” Mendengar doa tersebut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
tertawa dan berkata kepadanya:
“Kamu telah mempersempit sesuatu yang luas (rahmat Allah).” (HR. Al Bukhari dan yang lainnya)
(Dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa doa Arab badui tersebut diucapkan sebelum ia buang air kecil. Wallahu a’lam)
Perhatikanlah wahai para pembaca yang kami hormati!
Betapa hati manusia itu, pada asalnya, adalah cenderung kepada sikap yang lembut dan tidak kasar. Betapa indah dan lembutnya cara pengajaran dari tauladan kita shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap seorang yang belum mengerti. Dengan sikap hikmah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, akhirnya melahirkan rasa simpati dan membuka mata hati Arab badui tersebut dalam menerima nasehat. Berbeda halnya tatkala perbuatannya tersebut disikapi dengan kemarahan, yang akhirnya melahirkan sikap ketidaksukaan. Hal ini bisa dilihat dari perkataannya: “Ya Allah, rahmatilah aku dan Muhammad, dan janganlah Engkau merahmati seorangpun bersama kami berdua.”
“Kamu telah mempersempit sesuatu yang luas (rahmat Allah).” (HR. Al Bukhari dan yang lainnya)
(Dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa doa Arab badui tersebut diucapkan sebelum ia buang air kecil. Wallahu a’lam)
Perhatikanlah wahai para pembaca yang kami hormati!
Betapa hati manusia itu, pada asalnya, adalah cenderung kepada sikap yang lembut dan tidak kasar. Betapa indah dan lembutnya cara pengajaran dari tauladan kita shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap seorang yang belum mengerti. Dengan sikap hikmah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, akhirnya melahirkan rasa simpati dan membuka mata hati Arab badui tersebut dalam menerima nasehat. Berbeda halnya tatkala perbuatannya tersebut disikapi dengan kemarahan, yang akhirnya melahirkan sikap ketidaksukaan. Hal ini bisa dilihat dari perkataannya: “Ya Allah, rahmatilah aku dan Muhammad, dan janganlah Engkau merahmati seorangpun bersama kami berdua.”
Selalu
memberikan kemudahan kepada orang lain dan tidak mau mempersulit urusan
merupakan ciri khas akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kata
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya:
“Hanya saja kalian diperintah untuk memudahkan dan bukan untuk mempersulit.” (HR.Al Bukhari)
“Hanya saja kalian diperintah untuk memudahkan dan bukan untuk mempersulit.” (HR.Al Bukhari)
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menyatakan:
“Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut lagi mencintai kelembutan. Dia memberikan pada sifat kelembutan yang tidak diberikan kepada sifat kekerasan, dan tidak pula diberikan kepada sifat-sifat yang lainnya.” (HR. Muslim)
“Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut lagi mencintai kelembutan. Dia memberikan pada sifat kelembutan yang tidak diberikan kepada sifat kekerasan, dan tidak pula diberikan kepada sifat-sifat yang lainnya.” (HR. Muslim)
Hadits ini
mengandung makna keutamaan sifat lemah lembut, anjuran untuk berakhlak
dengannya, serta tercelanya sifat kasar dan keras. Sesungguhnya sifat lemah
lembut merupakan sebab untuk meraih segala kebaikan.
Makna lafazh hadits, “Dia (Allah subhanahu wa ta’ala, pen) memberikan sesuatu pada sifat lemah lembut yang tidak diberikan kepada sifat kekerasan“, yakni bahwa dengan sifat lemah lembut tersebut, seseorang dapat melakukan perkara-perkara yang tidak akan bisa dilakukan dengan sifat yang menjadi lawannya yaitu sifat keras dan kasar. Ada yang mengatakan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala akan memberikan pahala pada sifat lemah lembut, yang tidak diberikan pada sifat yang lainnya.
Makna lafazh hadits, “Dia (Allah subhanahu wa ta’ala, pen) memberikan sesuatu pada sifat lemah lembut yang tidak diberikan kepada sifat kekerasan“, yakni bahwa dengan sifat lemah lembut tersebut, seseorang dapat melakukan perkara-perkara yang tidak akan bisa dilakukan dengan sifat yang menjadi lawannya yaitu sifat keras dan kasar. Ada yang mengatakan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala akan memberikan pahala pada sifat lemah lembut, yang tidak diberikan pada sifat yang lainnya.
Dengan sifat
lemah lembut yang ada pada diri seseorang, dapat menyelamatkannya dari api
neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan:
“Maukah aku kabarkan kepada kalian tentang orang yang diharamkan dari neraka atau neraka diharamkan atasnya? Yaitu atas setiap orang yang dekat (dengan manusia), lemah lembut, lagi memudahkan.” (HR. Tirmidzi)
Ar-rifq Merupakan Sifat Yang Harus Dimiliki Oleh Setiap Muslim, Terkhusus Seorang Da’i
Termasuk diantara akhlak-akhlak yang harus dimiliki oleh seorang da’i yang berdakwah di jalan Allah subhanahu wa ta’ala adalah bersikap lapang dada, menampakkan wajah yang ceria dan bersikap lemah lembut kepada saudaranya sesama muslim.
“Maukah aku kabarkan kepada kalian tentang orang yang diharamkan dari neraka atau neraka diharamkan atasnya? Yaitu atas setiap orang yang dekat (dengan manusia), lemah lembut, lagi memudahkan.” (HR. Tirmidzi)
Ar-rifq Merupakan Sifat Yang Harus Dimiliki Oleh Setiap Muslim, Terkhusus Seorang Da’i
Termasuk diantara akhlak-akhlak yang harus dimiliki oleh seorang da’i yang berdakwah di jalan Allah subhanahu wa ta’ala adalah bersikap lapang dada, menampakkan wajah yang ceria dan bersikap lemah lembut kepada saudaranya sesama muslim.
Sifat tersebut
akan mendorong untuk lebih mudah diterimanya dakwah seseorang tatkala ia
menyeru ke jalan Allah subhanahu wa ta’ala.
Bahkan terhadap
orang kafir tertentu, terkadang perlu untuk bersikap lemah-lembut dalam rangka
melembutkan hati mereka untuk tertarik masuk ke dalam Islam. Telah diketahui
bahwasanya Islam adalah sebuah agama yang ringan dan mudah bagi pemeluknya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan :
“Sesungguhnya agama (Islam) itu mudah. Setiap orang yang berusaha mempersulitnya pasti akan kalah. Maka bersikap luruslah, mendekatlah kepada kesempurnaan, dan berilah kabar gembira, serta ambillah sebuah kesempatan pada pagi hari, petang serta sebagian dari malam.” (HR. Al Bukhari)
“Sesungguhnya agama (Islam) itu mudah. Setiap orang yang berusaha mempersulitnya pasti akan kalah. Maka bersikap luruslah, mendekatlah kepada kesempurnaan, dan berilah kabar gembira, serta ambillah sebuah kesempatan pada pagi hari, petang serta sebagian dari malam.” (HR. Al Bukhari)
Islam juga
memerintahkan kepada pemeluknya untuk bermuamalah dengan sifat lemah- lembut
kepada sesama manusia, dan bahkan terhadap binatang ternak sekalipun.
Sebagaimana dalam hadits :
“Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala telah mewajibkan untuk berbuat baik atas segala sesuatu. Jika kalian membunuh, maka bunuhlah dengan cara yang baik. Jika kalian menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang baik. Dan hendaklah salah seorang dari kalian menajamkan pisaunya (ketika hendak menyembelih), dan menyenangkan sembelihannya.” (HR. Muslim)
“Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala telah mewajibkan untuk berbuat baik atas segala sesuatu. Jika kalian membunuh, maka bunuhlah dengan cara yang baik. Jika kalian menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang baik. Dan hendaklah salah seorang dari kalian menajamkan pisaunya (ketika hendak menyembelih), dan menyenangkan sembelihannya.” (HR. Muslim)
Ketika seorang
mukmin telah berhias dengan kelemah-lembutan, maka akan membuahkan pada dirinya
sikap kasih-sayang kepada orang lain, dan akan melahirkan pada diri orang lain
sikap kecintaan dan keridhaan, serta menum-buhkan sikap segan dari pihak lawan
kepada dirinya. Sebaliknya, dengan sikap keras, kaku dan kasar akan membuat
lari dan menjauhnya manusia, dan semakin mengobarkan api kebencian dari
orang-orang yang menanam benih kebencian kepada dirinya. Oleh karena itu,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan :
“Sesungguhnya sifat lemah lembut tidaklah berada pada sesuatu kecuali akan membuat indah sesuatu tersebut dan tidaklah sifat lemah lembut dicabut dari sesuatu kecuali akan membuat sesuatu tersebut menjadi buruk.” (HR. Muslim)
Kesimpulannya adalah sepantasnya bagi seorang da’i untuk menghiasi dirinya dengan sifat Ar-Rifq di dalam memerintahkan kepada perkara yang ma’ruf (kebaikan) dan melarang dari yang mungkar.
“Sesungguhnya sifat lemah lembut tidaklah berada pada sesuatu kecuali akan membuat indah sesuatu tersebut dan tidaklah sifat lemah lembut dicabut dari sesuatu kecuali akan membuat sesuatu tersebut menjadi buruk.” (HR. Muslim)
Kesimpulannya adalah sepantasnya bagi seorang da’i untuk menghiasi dirinya dengan sifat Ar-Rifq di dalam memerintahkan kepada perkara yang ma’ruf (kebaikan) dan melarang dari yang mungkar.
Namun, yang
perlu diperhatikan bahwa sifat Ar-Rifq tidaklah menunjukkan kelemahan atau
ketidaktegasan seseorang dalam berkata dan bertindak. Bahkan dalam sifat
Ar-Rifq sendiri, sebenarnya telah mengandung sikap tegas dalam amar-ma’ruf
nahi-munkar (memerintahkan kepada kebaikan dan melarang dari kemung-karan). Dan
tidaklah sikap tegas itu identik dengan sikap keras atau kasar. Dalam keadaan
tertentu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersikap tegas dan keras.
Diantara contohnya:
- Celaan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap perbuatan memanjangkan sholat tanpa memperhatikan keadaan orang-orang yang berma’mum. (HR. Al Bukhari)
- Sikap keras beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap orang yang makan meng-gunakan tangan kiri ketika diperintah untuk makan menggunakan tangan kanan. (HR. Muslim)
- Perkataan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Celaka kamu” terhadap orang yang berlambat-lambat melaksanakan perintah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menaiki unta. (HR. Al Bukhari)
- Kerasnya sikap beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap orang (laki-laki) yang memakai cincin emas, setelah ia tahu bahwa perkara itu adalah perkara yang diharamkan. (HR. Muslim)
- Celaan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap perbuatan memanjangkan sholat tanpa memperhatikan keadaan orang-orang yang berma’mum. (HR. Al Bukhari)
- Sikap keras beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap orang yang makan meng-gunakan tangan kiri ketika diperintah untuk makan menggunakan tangan kanan. (HR. Muslim)
- Perkataan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Celaka kamu” terhadap orang yang berlambat-lambat melaksanakan perintah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menaiki unta. (HR. Al Bukhari)
- Kerasnya sikap beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap orang (laki-laki) yang memakai cincin emas, setelah ia tahu bahwa perkara itu adalah perkara yang diharamkan. (HR. Muslim)
Sifat Ar-rifq
Dalam Menghadapi Kerasnya Problem Kehidupan
Dan diantara
pedoman dan kaidah syar’i yang harus dipegang teguh dalam menghadapi kerasnya
problem (fitnah) dalam kehidupan adalah hendaknya kita menghadapinya dengan
sifat Ar-Rifq (lemah lembut), At-Ta’anni (tidak tergesa-gesa), dan Al Hilm
(santun).
Maka hendaknya
kita bersikap lemah lembut dan tenang/tidak tergesa-gesa dalam segala urusan
dan janganlah menjadi orang yang mudah marah. Janganlah kita menjadi orang yang
tidak mempunyai sifat ar-rifq, karena dengan sifat ar-rifq selamanya tidaklah
akan membuat seseorang itu menyesal, baik dalam kehidupan dunia maupun akhirat.
Tidaklah sifat ar-rifq tersebut berada dalam suatu perkara kecuali akan memperindahnya.
Wallahu a’lam bishshowab.
Wallahu a’lam bishshowab.
Sumber:
1. Risalah fi adda’wah ilallah, karya Asy Syaikh Al ‘Utsaimin.
2. Al ‘Arbaun Haditsan fil Akhlaq ma’a syarhiha, karya Dr. Ahmad Mu’adz Haqqi.
3. Adh Dhawabith Asy Syar’iyah limauqifil muslim fil fitan, karya Asy Syaikh Shalih bin Abdil ‘Aziz.
4. Syarh Riyadhush Shalihin, jilid 2, hal 355-356, karya Asy Syaikh Al ‘Utsaimin.
5. Fathul Bari kitab Adab bab Arrifq jilid 12, karya Al Hafizh Ibnu Hajar Al ‘Asqolani.
6. Lembah Lembut dalam Dakwah, karya Dr. Fadhl Ilahi.
1. Risalah fi adda’wah ilallah, karya Asy Syaikh Al ‘Utsaimin.
2. Al ‘Arbaun Haditsan fil Akhlaq ma’a syarhiha, karya Dr. Ahmad Mu’adz Haqqi.
3. Adh Dhawabith Asy Syar’iyah limauqifil muslim fil fitan, karya Asy Syaikh Shalih bin Abdil ‘Aziz.
4. Syarh Riyadhush Shalihin, jilid 2, hal 355-356, karya Asy Syaikh Al ‘Utsaimin.
5. Fathul Bari kitab Adab bab Arrifq jilid 12, karya Al Hafizh Ibnu Hajar Al ‘Asqolani.
6. Lembah Lembut dalam Dakwah, karya Dr. Fadhl Ilahi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar