“Mencuci mata” sudah menjadi
kebiasaan dan budaya banyak orang terutama di kalangan para muda. Nongkrong di
pinggir jalan untuk “mencuci mata”, menikmati pemandangan alam yang indah dan
penuh pesona sudah menjadi adat sebagian orang. Namun yang menjadi pertanyaan
adalah alam apakah yang sedemikian indahnya sehingga menjadikan para pemuda
begitu banyak yang tertarik dan terkadang mereka nongkrong hingga berjam-jam?
Ternyata alam tersebut adalah wajah manis para wanita. Apalagi sampai terlontar
dari sebagian mereka pemahaman bahwa memandang wajah manis para wanita
merupakan ibadah dengan dalih, “Saya tidaklah memandang wajah para wanita
karena sesuatu (hawa nafsu), namun jika saya melihat mereka saya berkata, “Maha
sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik”[1]
Ini
jelas merupakan racun syaithan yang telah merasuk dalam jiwa-jiwa sebagian kaum
muslimin. Pada hakekatnya istilah yang mereka gunakan (cuci mata) merupakan
istilah yang telah dihembuskan syaithan pada mereka. Istilah yang benar adalah
“Ngotori mata”.
Kebiasaan
yang sudah merebak seantero dunia ini memang sulit untuk ditinggalkan. Bukan
cuma orang awam saja yang sulit untuk meninggalkannya bahkan betapa banyak ahli
ibadah yang terjerumus ke dalam praktek “ngotori mata” ini. Masalahnya alam
yang menjadi fokus pandangan sangatlah indah dan dorongan dari dalam jiwa untuk
menikmati pesona alam itupun sangat besar.
Oleh karena itu penulis mencoba untuk memaparkan beberapa perkara yang berkaitan dengan hukum pandangan, semoga bermanfaat bagi penulis khususnya dan juga bagi saudara-saudaraku para pembaca yang budiman.
Oleh karena itu penulis mencoba untuk memaparkan beberapa perkara yang berkaitan dengan hukum pandangan, semoga bermanfaat bagi penulis khususnya dan juga bagi saudara-saudaraku para pembaca yang budiman.
Fadhilah
menjaga pandangan
Menjaga
pandangan mata dari memandang hal-hal yang diharamkan oleh Allah merupakan
akhlak yang mulia, bahkan Rasulullah r menjamin masuk surga bagi orang-orang
yang salah satu dari sifat-sifat mereka dalah menjaga pandangan.
Abu Umamah berkata,”Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Abu Umamah berkata,”Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اُكْفُلُوا لِي بِسِتٍ أَكْفُلْ لَكُمْ بِالْجَنَّةِ, إِذَا حَدَّثَ أَحَدُكُمْ فَلاَ يَكْذِبْ, وَ إِذَا اؤْتُمِنَ فَلاَ يَخُنْ, وَ إِذَا وَعَدَ فَلاَ يُخْلِفْ, غُضُّوْا أَبْصَارَكُمْ, وَكُفُّوْا أَيْدِيَكُمْ, وَاحْفَظُوْا فُرُوْجَكُمْ
“Berilah
jaminan padaku enam perkara, maka aku jamin bagi kalian surga. Jika salah
seorang kalian berkata maka janganlah berdusta, dan jika diberi amanah
janganlah berkhianat, dan jika dia berjanji janganlah menyelisihinya, dan
tundukkanlah pandangan kalian, cegahlah tangan-tangan kalian (dari menyakiti
orang lain), dan jagalah kemaluan kalian.”[2]
Bahkan
orang jahiliyahpun mengetahui bahwa menjaga pandangan adalah akhlak yang mulia.
Berkata ‘Antarah bin Syaddad seorang penyair di zaman jahiliyah:
وَأَغُضُّ طَرْفِي مَا بَادَتْ لِي جَارَتِي حَتَّى يُوَارِيَ جَارَتِي مَأْوَاهَا
“Dan akupun terus menundukkan pandanganku tatkala tampak istri tetanggaku sampai masuklah dia ke rumahnya”[3]
وَأَغُضُّ طَرْفِي مَا بَادَتْ لِي جَارَتِي حَتَّى يُوَارِيَ جَارَتِي مَأْوَاهَا
“Dan akupun terus menundukkan pandanganku tatkala tampak istri tetanggaku sampai masuklah dia ke rumahnya”[3]
Syaikh
Abdurrazzaq bin Abdilmuhsin Al-’Abbad –Hafidzohumulloh- berkata,”Inilah salah
satu akhlak mulia yang dipraktekkan oleh orang pada zaman jahiliyah, namun yang
sangat memprihatinkan justru kaum muslimin di zaman sekarang meninggalkannya.”
Menjaga
pandangan di zaman sekarang ini sangatlah sulit
Menjaga
pandangan dari hal-hal yang dilarang memang perkara yang sangat sulit apalagi
di zaman sekarang ini. Hal-hal yang diharamkan untuk dipandang hampir ada
disetiap tempat, di pasar, di rumah sakit, di pesawat, bahkan di tempat-tempat
ibadah. Majalah-majalah, koran-koran, televisi (ditambah lagi dengan adanya
parabola), gedung-gedung bioskop penuh dengan gambar-gambar seronok dan porno
alias para wanita yang berpenampilan vulgar. Wallahul Musta’an…
Bagaimana
para lelaki tidak terjebak dengan para wanita yang aslinya merupakan keindahan
kemudian bertambah keindahannya tatkala para wanita tersebut menghiasi diri
mereka dengan alat-alat kecantikan, dan lebih bertambah lagi keindahannya jika
yang menghiasi adalah syaithan yang memang ahli dalam menghiasi para wanita. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata
المَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتْ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ
“Wanita
adalah aurat, jika ia keluar maka syaitan memandangnya”[4]
Berkata
Al-Mubarokfuuri, “Yaitu syaitan menghiasi wanita pada pandangan para lelaki,
dan dikatakan (juga) maksudnya adalah syaitan melihat wanita untuk
menyesatkannya dan (kemudian) menyesatkan para lelaki dengan memanfaatkan
wanita tersebut sebagai sarana…”[5]
Diantara
penyebab terjangkitinya banyak orang dengan penyakit ini, bahkan menimpa para
penuntut ilmu, karena sebagian mereka telah dibisiki syaithan bahwasanya
memandang wanita tidaklah mengapa jika tidak diiringi syahwat. Atau ada yang
sudah mengetahui bahwasanya hal ini adalah dosa namun masih juga
menyepelekannya. Yang perlu digaris bawahi adalah banyak sekali orang yang
terjangkit penyakit ini dan mereka terus dan sering melakukannya dengan
tanpa merasa berdosa sedikitpun, atau minimalnya mereka tetap meremehkan hal
ini, padahal ada sebuah kaedah penting yang telah kita ketahui bersama yaitu
لاَ صَغِيْرَةَ مَعَ الإصْرَار
Tidak
lagi disebut dosa kecil jika (perbuatan maksiat itu) dilakukan terus
menerus.[6]
Hukum
memandang wajah wanita yang bukan mahram.
Dari
Jarir bin Abdillah radliyallahu ‘anhu , ia berkata,
سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللهِ عَنْ نَظْرَةِ الْفَجَاءَةِ, فَأَمَرَنِيْ أَنْ أَِصْرِفَ بَصَرِيْ
“Saya
bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang
pandangan yang tiba-tiba (tidak sengaja), maka beliau memerintahan aku untuk
memalingkan pandanganku”[7]
Dari
Buraidah, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada
Ali radliyallahu ‘anhu,
يَا عَلِيّ ُ! لاَتُتْبِعِ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ, فَإِنَّمَا لَكَ الأُولَى وَلَيْسَتْ لَكَ الأَخِيْرَةُ
“Wahai
Ali janganlah engkau mengikuti pandangan (pertama yang tidak sengaja) dengan
pandangan (berikutnya), karena bagi engkau pandangan yang pertama dan tidak
boleh bagimu pandangan yang terakhir (pandangan yang kedua)”[8]
Dari
Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhu, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
membonceng Al-Fadl lalu datang seorang wanita dari Khots’am. Al-Fadl memandang
kepada wanita tersebut –dalam riwayat yang lain, kecantikan wanita itu
menjadikan Al-Fadl kagum- dan wanita itu juga memandang kepada Al-Fadl, maka
Nabipun memalingkan wajah Al-Fadl kearah lain (sehingga tidak memandang wanita
tersebut)…”[9]
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam memalingkan wajah Al-Fadl sehingga tidak lagi
memandang wajah wanita tersebut, jelaslah hal ini menunjukan bahwa memandang
wajah seorang wanita (yang bukan mahram) hukumnya haram.[10]
Bahayanya
Tidak Menjaga Pandangan Mata.
Dari
Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
العَيْنَانِ تَزْنِيَانِ وَزِنَاهُمَا النَّظْرُ
“Dua
mata berzina, dan zina keduanya adalah pandangan”[11]
Penamaan
zina pada pandangan mata terhadap hal-hal yang haram merupkan dalil yang sangat
jelas atas haramnya hal tersebut dan merupakan peringatan keras (akan
bahayanya), dan hadits-hadits yang semakna hal ini sangat banyak[12]
Allah
berfirman,
قلْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ يَغُضُّوْا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوْا فُرُوْجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَا يَصْنَعُوْنَ وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ….
Katakanlah
kepada para lelaki yang beriman, “Hendaknya mereka menahan sebagian pandangan
mereka dan memelihara kemaluan mereka, yang demikian itu adalah lebih suci bagi
mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat”, dan
katakanlah kepada para wanita yang beriman, “Hendaknya mereka menahan sebagian
pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka…..
Hingga
firman Allah diakhir ayat…
وَتُوْبُوْا إِلَى اللهِ جَمِيْعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
Dan
bertaubatlah kalian sekalian kepada Allah wahai orang-orang yang beriman semoga
kalian beruntung. (An-Nuur 30-31)
Berkata
Syaikh Utsaimin,“Ayat ini merupakan dalil akan wajibnya bertaubat karena tidak
menundukan pandangan dan tidak menjaga kemaluan -menundukkan pandangan yaitu
dengan menahan pandangan dan tidak mengumbarnya- karena tidak menundukkan
pandangan dan tidak menjaga kemaluan merupakan sebab kebinasaan dan sebab
kecelakaan dan timbulnya fitnah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
bersabda,
مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ
Tidak
pernah aku tinggalkan fitnah yang lebih berbahaya terhadap kaum pria daripada
finah para wanita.[13]
وَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِِ بَنِي إِسْرَائِيْلَ
كَانَتْ فِي النِّسَاء
Dan
sesungguhnya fitnah yang pertama kali menimpa bani Israil adalah fitnah
wanita.[14]
Oleh
karena itu musuh-musuh Islam bahkan musuh-musuh Allah dan RasulNya dari
golongan Yahudi, Nasrani, orang-orang musyrik, dan komunis, serta yang
menyerupai mereka dan merupakan antek-antek mereka , mereka semua sangat ingin
untuk menimpakan bencana ini kepada kaum muslimin dengan (memanfaatkan) para
wanita. Mereka mengajak kepada ikhtilath (bercampur baur) antara para lelaki
dan para wanita dan menyeru kepada moral yang rusak. Mereka mempropagandakan
hal itu dengan lisan-lisan mereka, dengan tulisan-tulisan mereka, serta dengan
tindak-tanduk mereka -Kita berlindung kepada Allah- karena mereka mengetahui
bahwa fitnah yang terbesar yang menjadikan seseorang melupakan Robnya dan melupakan
agamanya hanyalah terdapat pada wanita.[15]
Dan para wanita memberi fitnah kepada para lelaki yang cerdas sebagaimana sabda Nabi,
Dan para wanita memberi fitnah kepada para lelaki yang cerdas sebagaimana sabda Nabi,
مَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَ دِيْنٍ
أَذْهَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ الْحَازِمِ مِنْ إِحْدَاكُنَّ
“Tidak
pernah aku melihat orang yang kurang akal dan agamanya yang lebih membuat
hilang akal seorang lelaki tegas dari pada salah seorang dari kalian (wahai
para wanita)”.[16]
Apakah
engkau ingin (penjelasan) yang lebih jelas dari (penjelasan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam yang gamblang) ini?
Tidak
ada yang lebih dari para wanita dalam hal melalaikan akal seorang laki-laki
yang tegas, lalu bagiamana dengan pria yang lemah, tidak memiliki ketegasan,
tidak memiliki semangat, tidak memiliki agama dan kejantanan? Tentunya lebih
parah lagi.
Namun
seorang pria yang tegas dibuat “teler” oleh para wanita –kita mohon
diselamatkan oleh Allah- dan inilah kenyataan yang terjadi. Oleh karena itu
setelah Allah memerintah kaum mukminin untuk menundukan pandangan Allah
berkata,
وَتُوْبُوْا إِلَى اللهِ جَمِيْعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
Dan
bertaubatlah kalian sekalian kepada Allah wahai orang-orang yang beriman semoga
kalian beruntung.
Maka
wajib atas kita untuk saling menasehati untuk bertaubat dan hendaknya
saling memperhatikan antara satu dengan yang lainnya apakah seseorang diantara
kita telah bertaubat ataukah masih senantiasa tenggelam dalam dosa-dosanya,
karena Allah mengarahkan perintah untuk bertaubat kepada kita semua.” [17]
Perintah
Allah secara khusus untuk bertaubat dari tidak menjaga pandangan mata
menunjukan bahwa hal ini bukanlah perkara yang sepele. Pandangan mata merupakan
awal dari berbagai macam malapetaka. Barangsiapa yang semakin banyak memandang
kecantikan seorang wanita yang bukan mahramnya maka semakin dalam kecintaannya
kepadanya hingga akhirnya akan mengantarkannya kepada jurang kebinasaannya, Wal
‘iyadzu billah[18]
Berkata
Al-Marwazi,“Aku berkata kepada Abu Abdillah (Imam Ahmad bin Hanbal), Seseorang
telah bertaubat dan berkata ,”Seandainya punggungku dipukul dengan cambuk maka
aku tidak akan bermaksiat”, hanya saja dia tidak bisa meninggalkan (kebiasaan
tidak menjaga) pandangan?”, Imam Ahmad berkata, “Taubat macam apa ini”?[19]
Berkata
Syaikh Muhammad Amin, “Dengan demikian engkau mengetahui bahwasanya firman
Allah يَعْلَمُ خَائِنَةَ الأَعْيُنِ (Dia mengetahui pandangan mata yang
berhianat)[20] merupakan ancaman terhadap orang yang berkhianat dengan
pandangannya yaitu dengan memandang kepada perkara-perkara yang tidak halal
baginya”[21]
Berkata
Ibnu Abbas menafsirkan ayat ini يَعْلَمُ خَائِنَةَ الأَعْيُنِ (Dia
mengetahui pandangan mata yang berhianat)[22], “Seorang pria berada bersama
sekelompok orang. Kemudian lewatlah seorang wanita maka pria tersebut
menampakkan kepada orang-orang yang sedang bersamanya bahwa dia menundukkan
pandangannya, namun jika dia melihat mereka lalai darinya maka diapun memandang
kepada wanita yang lewat tersebut, dan jika dia takut ketahuan maka diapun
kembali menundukkan pandangannya. Dan Allah telah mengetahui isi hatinya bahwa
dia ingin melihat aurat wanita tersebut.”[23]
Dari
Abdullah bin Abi Hudzail berkata, “Abdullah bin Mas’ud masuk dalam sebuah rumah
mengunjungi seseorang yang sakit, beliau bersama beberapa orang. Dan dalam
rumah tersebut terdapat seorang wanita maka salah seorang dari mereka
orang-orang yang bersamanya memandang kepada wanita tersebut, maka Abdullah
(bin Mas’ud) berkata kepadanya,“Jika matamu buta tentu lebih baik bagimu””[24]
Jangankan
memandang paras ayu sang wanita, bahkan memandangnya dari belakangnya saja,
atau bahkan hanya memandang roknya saja bisa menimbulkan fitnah. Akan datang
syaithan dan mulai menghiasi sekaligus mengotori benak lelaki yang memandangnya
dengan apa yang ada di balik rok tersebut. Jelaslah pandangannya itu
mendatangkan syahwat.
Berkata
Al-‘Ala’ bin Ziyad, “Janganlah engkau mengikutkan pandanganmu pada pakaian
seorang wanita. Sesungguhnya pandangan menimbulkan syahwat dalam hati”
Demikianlah
sangat takutnya para salaf akan bahayanya mengumbar pandangan, dan perkataan
mereka ini bukanlah suatu hal yang berlebihan, bahkan bahaya itupun bisa kita
rasakan. Namun yang sangat menyedihkan masih ada di antara kita yang merasa
dirinya aman dari fitnah walaupun mengumbar pandangannya. Hal ini tidaklah lain
kecuali karena dia telah terbiasa melakukan kemaksiatan, terbiasa mengumbar
pandangannya, sehingga kemaksiatan tersebut terasa ringan di matanya. Dan ini merupakan
ciri-ciri orang munafik. Berkata Abdullah bin Mas’ud r,
إِنَّ الْمُؤْمِنَ يَرَى ذُنُوْبَهُ كَأَنَّهُ قَاعٍِدٌ
تَحْتَ جَبَلٍ يَخَافُ أَنْ يَقَعَ عَلَيْهِ، وَإِنَّ الْفَاجِرَ يَرَى ذُنُوْبَهُ
كَذُبَابٍ مَرَّ عَلَى أَنْفِهِ فَقَالَ بِهِ هَكَذَا
“Seorang
mu’min memandang dosa-dosanya seperti gunung yang ia berada di bawah gunung
tersebut, dia takut (sewaktu-waktu) gunung tersebut jatuh menimpanya. Adapun
seorang munafik memandang dosa-dosanya seperti seekor lalat yang terbang
melewati hidungnya lalu dia pun mngusir lalat tersebut.”[25]
Bahkan
tatkala seseorang sedang melaksanakan ibadah sekalipun, hendaknya dia tidak
merasa aman dan tetap menjaga pandangannya.
Berkata
Al-Fadl bin ‘Ashim,”Tatkala seorang pria sedang thawaf di ka’bah tiba-tiba dia
memandang seorang wanita yang ayu dan tinggi semampai, maka diapun terfitnah
disebabkaan wanita tersebut, hatinyapun gelisah. Maka diapun melantunkan sebuah
syair,
Aku
tidak menyangka kalau aku bisa jatuh cinta….tatkala sedang thawaf mengelilingi
rumah Allah yang diberi “kiswah”[26]…
Hingga akhirnya akupun ditimpa bencana maka jadilah aku setengah gila…
Gara-gara jatuh cinta kepada seorang seorang wanita yang parasnya menawan laksana rembulan…
Duhai…sekirainya aku tidak memandang elok rupanya
Hingga akhirnya akupun ditimpa bencana maka jadilah aku setengah gila…
Gara-gara jatuh cinta kepada seorang seorang wanita yang parasnya menawan laksana rembulan…
Duhai…sekirainya aku tidak memandang elok rupanya
Demi
Allah apa kiranya yang bisa aku harapkan dari pandanganku dengan memandangnya?
“[27]
Berkata Ma’ruf Al-Kurkhi , “Tundukkanlah pandangan kalian walaupun kepada kambing betina”
Berkata Sufyan At-Tsauri menafsirkan firman Allah وَخُلِقَ الإِنْساَنُ ضَعِيْفًا (Dan manusia dijadikan bersifat lemah 4,28), “Seorang wanita melewati seorang pria, maka sang pria tidak mampu menguasai dirinya untuk menunudukkan pandangannya pada wanita tersebut…maka adakah yang lebih lemah dari hal ini?”[28]
Berkata seorang penyair ,”Namun kadang seorang pria tak berdaya, tekuk lutut dibawah kerling mata wanita”
Berkata Ma’ruf Al-Kurkhi , “Tundukkanlah pandangan kalian walaupun kepada kambing betina”
Berkata Sufyan At-Tsauri menafsirkan firman Allah وَخُلِقَ الإِنْساَنُ ضَعِيْفًا (Dan manusia dijadikan bersifat lemah 4,28), “Seorang wanita melewati seorang pria, maka sang pria tidak mampu menguasai dirinya untuk menunudukkan pandangannya pada wanita tersebut…maka adakah yang lebih lemah dari hal ini?”[28]
Berkata seorang penyair ,”Namun kadang seorang pria tak berdaya, tekuk lutut dibawah kerling mata wanita”
Praktek
para salaf dalam menjaga pandangan.
Dari
Al-Mada’ini dari syaikh-syaikh beliau berkata, “Sebagian orang pemerintahan di
Bashrah hendak bertemu dengan Dawud bin Abdillah, maka Dawudpun pergi (menuju
Bashrah) dan singgah di rumah salah seorang sahabat beliau yang terletak
di pinggiran Bashrah. Sahabatnya ini adalah seorang yang sangat pencemburu. Dia
memiliki seorang istri yang bernama Zarqaa’ yang cantik jelita. Pada suatu saat
sahabatnya ini keluar karena ada suatu keperluan, maka diapun berpesan kepada
istrinya untuk bersikap ramah dan melayani Dawud. Tatkala kembali
kerumahnya diapun berkata kepada Dawud, “Bagaimana menurutmu dengan si
Zarqaa’?, bagaimana sikap ramahnya kepadamu?”. Dawud berkata, “Siapa itu
Zarqaa’?”, dia berkata, “Yang mengurusimu dirumah ini”. Dawud berkata, “Saya
tidak tahu dia si Zarqaa’ atau si Kahlaa’?”. Lalu istrinya menemuinya maka
diapun marah dan berkata, “Aku telah berpesan kepadamu agar ramah dan
melayani Dawud, lalu mengapa tidak kau lakukan pesanku?”. Istrinya berkata,
“Engkau telah berpesan kepadaku untuk melayani seorang yang buta, demi Allah
dia sama sekali tidak melirik kepadaku!”
Dari
Muhammad bin Abdillah Az-Zarraad berkata, “Hassaan (bin Abi Sinan) keluar untuk
melaksanakan shalat ‘ied, tatkala dia kembali dikatakan kepadanya, “Wahai Abu
Abdillah, kami tidak melihat hari raya ‘ied yang wanitanya paling banyak
(keluar ikut shalat ‘ied) dari pada ‘ied tahun ini! Dia berkata,“Tidak ada
seorang wanitapun yang bertemu denganku hingga aku kembali!”. Dalam
riwayat yang lain disebutkan bahwa tatkala dia kembali istrinya berkata
kepadanya, “Berapa wanita cantik yang engkau lihat hari ini?” (Hasan diam tidak
menjawab) namun tatkala istrinya terus mendesaknya diapun berkata, “Celaka
engkau! saya tidak melihat kecuali pada jempol kakiku semenjak saya keluar
darimu hingga saya kembali kepadamu!” [29]
Berkata
Sufyan,“Ar-Robi’ bin Khutsaim selalu menundukkan pandangannya. (Pada suatu
hari) lewatlah di depannya sekelompok wanita maka diapun menundukkan
kepalanya hingga para wanita tersebut menyangka bahwa dia buta. Para wanita
tersebutpun berlindung kepada Allah dari (ditimpa) kebutaan”[30]
Salaf
tidak hanya menjaga pandangan mereka dari hal-hal yang diharamkan, bahkan
mereka juga menjaga pandangan mereka dari hal-hal yang tidak perlu.
Seorang
laki-laki berkata kepada Dawud At-Tha’i, “Sebaiknya engkau memerintahkan
(seseorang) untuk membersihkan sarang laba-laba yang ada di langit-langit
rumah”!, Dawud berkata, “Tidakkah engkau tahu bahwasanya memandang yang tidak
perlu itu dibenci?”, lalu Dawud berkata,“Aku dikabarkan bahwa dirumah Mujahid
lantai dua ada sebuah kamar, namun Mujahid tidak tahu sama sekali selama tiga
puluh tahun.”[31]
Hal
ini menunjukan kesungguhan salaf dalam menjaga pandangan mereka, sampai-sampai
sarang laba-laba yang dilangit-langit rumah dan kamar yang ada di lantai atas
rumah mereka tidak mereka katahui, karena mereka tidak memandang kepada hal-hal
yang tidak perlu sehingga mereka tidak memandang ke atas karena tidak ada
perlunya. Barangsiapa yang membiasakan dirinya mengumbar pandangannya
untuk memandang hal-hal yang tidak perlu maka suatu saat dia akan memandang hal
yang diharamkan oleh Allah. Sungguh jauh berbeda antara salaf dengan sebagian
kita yang tatkala berjalan matanya jelalatan ke sana kemari.
Akibat
buruk tidak menundukkan pandangan mata.
Ibnul
Qoyyim berkata, “Kebanyakannya maksiat itu masuk kepada seorang hamba melalui
empat pintu, yang keempat pintu tersebut adalah kilasan pandangan, betikan di
benak hati, ucapan, dan tindakan. Maka hendaknya seorang hamba menjadi penjaga
gerbang pintu bagi dirinya sendiri pada keempat gerbang pintu tersebut, dan
hendaknya ia berusaha terus berjaga ditempat-tempat yang rawan ditembus oleh
musuh-musuh yang akibatnya merekapun merajalela (berbuat kerusakan) di kampung-kampung
kemudian memporak-porandakan dan meruntuhkan semua bangunan yang tinggi. Adapun
pndangan maka dia adalah pembimbing (penunjuk jalan) bagi syahwat dan utusan
syahwat. Menjaga pandangan merupakan dasar untuk menjaga kemaluan, barangsiapa
yang mengumbar pandangannya maka dia telah mengantarkan dirinya terjebak dalam
tempat-tempat kebinasaan. Pandangan merupakan sumber munculnya kebanyakan
malapetaka yang menimpa manusia, karena pandangan melahirkan betikan hati
kemudian berlanjut betikan di benak hati menimbulkan pemikiran
(perenungan/lamunan) lalu pemikiran menimbulkan syahwat kemudian syahwat
melahirkan keinginan kemudian menguat kehendak tersebut hingga menjadi
‘azam/tekad (keinginan yang sangat kuat) lalu timbullah tindakan –dan pasti
terjadi tindakan tersebut- yang tidak sesuatupun yang mampu mencegahnya. Oleh
karena itu dikatakan “kesabaran untuk menundukan pandangan lebih mudah daripada
kesabaran menahan kepedihan yang akan timbul kelak akibat tidak menjaga
pamdangan”.
Berkata
seorang penyair
كُلُّ الْحَوَدِثِ مَبْدَأُهَا مِنَ النَّظْرِ
وَمُعْظَمُ النَّارِ مِن مُسْتَصْغِرِ الشِّرَرِ
كَمْ نَظْرَةٍ بَلَغَتْ فِيْ قَلْبِ صَاحِبِهَا
كَمَبْلَغِ السَّهْمِ بَيْنَ الْقَوْسِ وَالْوَتْرِ
وَالْعَبْدُ مَا دَامَ ذَا طَرْفٍ يَقْلِبُهُ
فِي أَعْيُنِ النَّاسِ مَوْقُوْفٌ عَلَى الْخَطْرِ
يَسُرُّ مُقْلَتَهُ مَا ضَرَّ مُهْجَتَهُ
لاَ مَرْحَبًا بِسُرُوْرٍ عَادَ بِالضَّرَرِ
Seluruh
malapetaka sumbernya berasal dari pandangan…….dan besarnya nyala api berasal
dari bunga api yang kecil
Betapa
banyak pandangan yang jatuh menimpa hati yang memandang…..sebagaimana jatuhnya
anak panah yang terlepaskan antara busur dan talinya
Selama seorang
hamba masih memiliki mata yang bisa ia bolak-balikan (umbar)……maka ia sedang
berada di atas bahaya di antara pandangan manusia
Menyenangkan
mata apa yang menjadikan penderitaan jiwanya…..sungguh tidak ada kelapangan dan
keselamatan dengan kegembiraan yang mendatangkan penderitaan.
Diantara
akibat tidak menjaga pandangan yaitu menimbulkan penyesalan yang sangat
mendalam dan hembusan nafas yang panjang (tanda penyesalan) serta kesedihan dan
kepahitan yang dirasakan. Seorang hamba akan melihat dan menghendaki sesuatu
yang ia tidak mampu untuk meraihnya dan dia tidak mampu untuk bersabar jika tidak
mampu meraihnya, dan hal ini merupakan ‘adzab (kesengsaraan dan penderitaan)
yang sangat berat, yaitu engkau menghendaki sesuatu yang engkau tidak bisa
menahan kesabaranmu untuk mendapatkannya bahkan engkau tidak bisa sabar
walaupun untuk mencicipi sedikit yang kau inginkan tersebut padahal engkau
tidak memiliki kemampuan untuk meraihnya. Betapa banyak orang yang mengumbar
kilasan pandangannya maka tidaklah ia melepaskan kilasan-kilasan pandangan
tersebut kecuali kemudian ia terkapar diantara kilasan-kilasan pandangan yang
dilepaskannya itu. Yang sungguh mengherankan kilasan pandangan yang diumbar
merupakan anak panah yang tidak sampai menancap kepada yang dipandang agar yang
dipandang menyiapkan tempat untuk hati sipemandang…yang lebih mengherankan lagi
bahwasanya pandangan menggores luka yang parah pada hati sipemandang kemudian
luka tersebut tidak berhenti bahkan diikuti dengan luka-luka berikutnya (karena
berulangnya pandangan yang diumbar oleh si pemandang-pen) namun pedihnya luka
tersebut tidaklah menghentikan sipemandang untuk berhenti mengulang-ulang
umbaran pandangannya. Dikatakan “Menahan umbaran pandangan lebih ringan
dibanding penyesalan dan penderitaan yang berkepanjangan…”[32].
Berkata
Ibnul Qoyyim, “Diriwayatkan bahwasanya dahulu di kota Mesir ada seorang pria
yang selalu ke mesjid untuk mengumandangkan adzan dan iqomah serta untuk
menegakkan sholat. Nampak pada dirinya cerminan ketaatan dan cahaya ibadah.
Pada suatu hari pria tersebut naik di atas menara seperti biasanya untuk
mengumandangkan adzan dan di bawah menara tersebut ada sebuah rumah milik
seseorang yang beragama nasrani. Pria tersebut mengamati rumah itu lalu ia
melihat seorang wanita yaitu anak pemilik rumah itu. Diapun terfitnah (tergoda)
dengan wanita tersebut lalu ia tidak jadi adzan dan turun dari menara menuju
wanita tersebut dan memasuki rumahnya dan menjumpainya. Wanita itupun berkata,
“Ada apa denganmu, apakah yang kau kehendaki?”, pria tersebut berkata, “Aku
menghendaki dirimu”, sang wanita berkata, “Kenapa kau menghendaki diriku?”,
pria itu berkata, “Engkau telah menawan hatiku dan telah mengambil seluruh isi
hatiku”, sang wanita berkata, “Aku tidak akan memnuhi permintaanmu untuk
melakukan hal yang terlarang”, pria itu berkata, “Aku akan menikahimu”, sang
wanita berkata, “Engkau beragam Islam adapun aku beragama nasrani, ayahku tidak
mungkin menikahkan aku denganmu”, pria itu berkata, “Saya akan masuk dalam
agama nasrani”, sang wanita berakta, “Jika kamu benar-benar masuk ke dalam agam
nasrani maka aku akan melakukan apa yang kau kehendaki”. Maka masuklah pria
tersebut ke dalam agama nasrani agar bisa menikahi sang wanita. Diapun tinggal
bersama sang wanita di rumah tersebut. Tatkala ditengah hari tersebut (hari
dimana dia baru pertama kali tinggal bersama sang wanita dirumah tersebut-pen)
dia naik di atas atap rumah (karena ada keperluan tertentu-pen) lalu iapun
terjatuh dan meninggal. Maka ia tidak menikmati wanita tersebut dan telah
meninggalkan agamanya”.[33]
Berkata
Ibnu Katsir, “Ibnul Jauzi menyebutkan dari ‘Abduh bin Abdirrohim, beliau
berkata, “Lelaki celaka ini dahulunya seorang yang sering berjihad di jalan
Allah memerangi negeri Rum, namun pada suatu saat di suatu peperangan tatkala
pasukan kaum muslimin mengepung suatu daerah di negeri Rum (dan kaum Rum
bertahan di benteng mereka-pen), dia memandang seorang wanita Rum yang berada
dalam benteng pertahanan mereka maka diapun jatuh cinta kepada wanita tersebut.
Lalu diapun menulis surat kepada wanita itu, “Bagaimana caranya agar aku bisa
berjumpa dengan engkau?”. Wanita tersebut menjawab, “Jika engkau masuk ke dalam
agama nasrani dan engkau naik bertemu denganku”. Maka iapun memenuhi
permintaan sang wanita”. Dan tidaklah pasukan kaum muslimin kembali kecuali ia
tetap berada di sisi wanita tersebut. Kaum muslimin sangat sedih tatkala
mengetahui akan hal itu, dan hal ini sangat berat bagi mereka. Tak lama
kemudian mereka (pasukan kaum muslimin) melewatinya dan dia sedang bersama
wanita tersebut dalam benteng, mereka berkata kepadanya, “Wahai fulan,
apa yang dilakukan oleh hafalan Qur’anmu?’ apa yang dilakukan oleh amalanmu?,
apa yang dilakukan puasamu?, apa yang dilakukan oleh jihadmu?’ apa yang
dilakukan oleh sholatmu?”, maka iapun menjawab, :”Ketahuilah aku telah
dilupakan Al-Qur’an seluruhnya kecuali firman Allah “Orang-orang yang kafir itu
seringkali (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia)
menjadi orang-orang muslim. Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan
bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka
akan mengetahui (akibat perbuatan mereka).” (QS. 15:32-3)”, sekarang aku telah
memiliki harta dan a nak di tengah-tengah mereka.”[34]
Ibnul
Qoyyim menyebutkan, “Ada seorang pria yang akan meninggal dikatakan kepadanya,
“Katakan lal ilaaha illallaah!”, diapun berkata, “Dimana jalan menuju kawasan
pemandian umum Minjab?”. Ibnul Qoyyim berkata, perkataannya ini ada sebabnya
yaitu pria ini sedang berdiri di depan rumahnya dan pintu rumahnya mirip dengan
pintu kawasan pemandian umum Minjab. Lalu lewatlah seorang wanita yang berparas
ayu dan bertanya kepadanya, “Dimana jalan menuju kawasan pemandian umum
Minjab?”. Pria tersebut menjawab, “Ini adalah kawasan tempat pemandian umum
Minjab (padahal itu adalah rumahnya)”. Maka masuklah sang wanita ke dalam
rumahnya dan diapun masuk juga dibelakang sang wanita. Tatkala sang wanita
mengetahui bahwa di telah masuk ke dalam rumah sang pria dan dia telah tertipu
maka sang wanita menampakkan kepada pria tersebut kegembiraan dan rasa riang
dengan berkumpulnya dia dengan sang pria. Sang wanita berkata, “Sungguh baik
jika bersama kita sesuatu yang mengindahkan hari kita dan menyenangkan mata”.
Pria tersebut berkata, “Tunggulah sebentar aku akan datang membawa semua yang
kau kehendaki dan kau inginkan”. Maka sang priapun keluar dengan meninggalkan
sang wanita sendiri di rumahnya dan dia tidak mengunci pintu rumah. Lalu iapun
mengmbil semua yang dibutuhkan dan kembali kerumahnya namun ia mandapatkan sang
wanita telah keluar dan pergi –dan sang wanita sama sekali tidak mengkhianati
pria tersebut-. Maka sedihlah sang pria dan selalu mengingat wanita tersebut,
dan dia berjalan di jalan-jalan dan lorong-lorong sambil berkata:
يَا رُبَّ قَائِلَةٍ يَوْمًا وَقَدْ تَعِبَتْ كَيْفَ الطَّرِيْقُ إِلَى حَمَّامِ مِنْجَابِ
Duhai,
kapan ada suatu hari dimana sang wanita yang dalam keadaan letih berkata,
“Bagaimanakah jalan menuju kawasan pemandian umum Minjab?”
Maka
tatkala suatu hari dia sedang mengucapkan hal itu tiba-tiba ada seorang wanita
yang menjawabnya dari belokan jalan, dia berkata
‘Kenapa engkau
tidak segera menjaga rumah atau menjaga pintu takala engkau telah mendapatkan
sang wanita?”
Maka
bertambahlah kesedihannya, dan demikian terus kondisinya hingga akhirnya bait
syair inilah adalah perkataannya yang terakhir di dunia”[35]
Dari
Ibnu Abbas r, beliau berkata,“Datang seorang laki-laki ke Rasulullah r dalam
keadaan berlumuran darah, maka Rasulullah r berkata kepadanya,“Ada apa dengan
engkau”? dia berkata,“Wahai Rasulullah ! seorang wanita lewat di depanku maka
akupun memandangnya, aku terus memandangnya hingga akhirnya aku menabrak tembok
maka jadilah apa yang engkau lihat sekarang (aku berlumuran darah). Rasulullah
r berkata,
إِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدٍ خَيْرًا عَجَّلَ لَهُ عُقُوْبَتَهُ فِي الدُّنْيَا
“Jika
Allah menghendaki kebaikan pada hambanya maka Ia menyegerakan hukuman baginya
di dunia”[36]
Berkata
Amr bin Murrah,”Saya memandang seorang wanita yang membuatku terkagum-kagum,
lalu matakupun buta, maka saya berharap kebutaanku ini adalah hukuman bagiku.”
Abu
Abdillah bin Al-Jalla’ pernah suatu ketika tidak menjaga pandangannya, lalu
datang seseorang menegurnya seraya berkata kepadanya, “Engkau akan merasakan
akibatnya walaupun di hari kelak”. Dia baru merasakan akibatnya empat puluh
tahun setelah kejadian tersebut. Dia berkata,“Maka aku menemui akibat
perbuatanku setelah empat puluh tahun, aku dijadikan lupa Al-Qur’an”[37]
Para
salaf bisa merasakan bahwa sebagian musibah yang menimpa mereka merupakan
akibat dari kemaksiatan yang telah mereka lakukan, walaupun kemasiatan tersebut
jauh telah lama terjadi. Hal ini dikarenakan mereka jarang melakukan
kemaksiatan sehingga mereka ingat betul kemakisatan-kemaksiatan yang telah mereka
lakukan. Adapun sebagian orang zaman sekarang, jika ditimpa musibah mereka
tidak tahu apa sebab musibah tersebut, bahkan sama sekali tidak terlintas dalam
benak mereka bahwa musibah tersebut merupakan akibat ulah perbuatan (maksiat)
mereka. Kalaupun mereka merasakan bahwa musibah yang menimpa mereka dikarenakan
kemaksiatan, mereka tidak tahu kemaksiatan yang manakah yang mendatangkan
musibah tersbut. Hal ini dikarenakan terlalu banyak dan beraneka ragamnya
kemaksiatan yang telah mereka lakukan sampai-sampai mereka lupa dengan
kemaksiatan-kemaksiatan tersebut.
Renugkanlah
wahai saudaraku…lihatlah pria ini, Allah telah memberikannya anugrah kepadanya
dan memuliakannya dengan menjadikannya menghapal Al-Qur’an, lalu diapun
menyia-nyiakan anugrah tersebut dengan suatu pandangan yang diharamkan oleh
Allah. Jika telah hilang ketakwaan maka akan hilang ilmu, sebagaimana ketakwaan
merupakan sebab utama untuk meraih ilmu yang bermanfaat. Meninggalkan ketakwaan
merupakan sebab utama terhalangnya ilmu yang bermanfaat.
Berkata
Imam As-Syafi’i
شَكَوْتُ إِلَى وَكِيْعٍ سُوْءَ حِفْظِيْ فَأَرْشَدَنِيْ إِلَى تَرْكِ الْمَعَاصِي
وَأَخْبَرَنِي بِأَنَّ الْعِلْمَ نُوْرٌ وَنُوْرُ اللهِ لاَ يُهْدَى لِلْعَاصِي
Aku
mengadu kepada imam Waki’ tentang buruknya hapalanku maka beliaupun
mengarahkan aku untuk meninggalkan kemaksiatan.
Ia mengabarkan kepadaku bahwasanya ilmu adalah cahaya…..dan cahaya Allah tidaklah diberikan kepada orang yang bermaksiat.
Ia mengabarkan kepadaku bahwasanya ilmu adalah cahaya…..dan cahaya Allah tidaklah diberikan kepada orang yang bermaksiat.
Kiat-kiat penting dalam menjaga pandangan mata.[38]
1
Selalu mengingat bahwasanya Allah selalu mengawasi perbuatanmnu, dan hendaknya
engkau malu kepada Allah tatkala bermaksiat kepadanya dengan mengumbar
pandanganmu. Dimana saja engkau berada Allah pasti mengawasimu. Tatkala engkau
di kamar sendiri dihadapan komputer, tatkala engkau sedang membuka internet,
sedang membuka lembaran-lembaran majalah.
2
Ingatlah bahwa matamu akan menjadi saksi atas perbuatanmu pada hari kiamat.
Janganlah engkau jadikan matamu sebagai saksi bahwa engkau telah memandang hal
yang haram, namun jadikanlah dia sebagai saksi bahwasanya engkau menundukkan
pandanganmu karena Allah
3
Ingatlah ada malaikat yang mengawasimu dan mencatat seluruh perbuatanmu. Jangan
sampai malaikat mencatat bahwa engkau telah memandang wanita yang tidak halal
bagimu. Malulah engkau kepada malaikat tersebut.
4
Ingatlah bahwa bumi yang engkau pijak tatkala engkau mengumbar pandanganmu juga
akan menjadi saksi atas perbuatanmu.
5
Ingatlah akan buah dan faedah-faedah dari menjaga pandangan. Berkata Mujahid,
“Menundukkan pandangan dari hal-hal yang diharamkan oleh Allah menimbulkan
kecintaan kepada Allah”[39]. Yakinlah jika engkau menahan pandanganmu maka
Allah akan menambah cahaya imanmu, dan engkau akan semakin bisa merasakan
kenikmatan beribadah kepada Allah. Shalatmu akan bisa lebih khusyuk
Ibnul
Qoyyim[40] menjelaskan bahwa barangsiapa yang menundukkan pandangannya dari
melihat hal-hal yang haram maka dia akan meraih faedah-faedah berikut ini:
1)
Menyelamatkan hati dari pedihnya penyesalan karena barangsiapa yang mengumbar
pandangannya maka akan berkepanjangan penyesalan dan penderitaannya. Pandangan
ibarat bunga api yang menimbulkan besarnya nyala api
2)
Menimbulkan cayaha dan kemuliaan di hati yang akan nampak di mata, di wajah,
serta di anggota tubuh yang lain
3)
Akan menimbulkan firasat (yang baik) bagi orang yang menjaga pandangannya.
Karena firasat bersal dari cahaya dan merupkan buah dari cahaya tersebut. Maka
jika hati telah bercahaya akan timbuk firasat yang benar karena hati tersebut
akhirnya ibarat kaca yang telah dibersihkan.
4)
Akan membukakan baginya pintu-pintu dan jalan-jalan ilmu
5)
menimbulkan kekuatan hati dan keteguhan hati serta keberanian hati
6)
Menimbulkan kegembiraan dalam hati dan kesenangan serta kelapangan dada yang
hal ini lebih nikmat dibandingkan keledzatan dan kesenangan tatkala mengumbar
pandangan.
7)
Terselamatkannya hati dari tawanan syahwat
8)
Menutup pintu diantara pintu-pintu api neraka jahannam karena pandangan adalah
pintu syahwat yang mengantarkan seesorang untuk mengambil tindakan (selanjutnya
yang lebih diharamkan lagi-pen). Adapun menunundukkan pandangan menutup pintu
ini
9)
Menguatkan akal dan daya fikir serta menambahnya dan menegarkannya karena
mengumbar pandangan tidaklah terjadi kecuali karena sempitnya dan
ketidakstabilan daya pikir dengan tanpa memperhitungkan akibat-akibat buruk
yang akan timbul.
10)
Hati terselamatkan dari mabuk kepayang karena syahwat dan mampu menolak
hantaman kelalaian. Allah berfirman tentang orang-orang yang mabuk kepayang:
“Demi umurmu (Muhammad), sesungguhnya mereka terombang-ambing di dalam
kemabukan (kesesatan)”. (QS. 15:72)
7
Berupaya bersungguh-sungguh untuk membiasakan diri menjaga pandangan. Dan
barang siapa yang berusaha untuk bersabar maka Allah akan menjadikannya orang
yang sabar. Jika jiwamu terbiasa menundukkan pandangan maka kelak akan menjadi
mudah bagimu. Walaupun pada mulanya memang terasa sangat sulit, namun
berusahalah!
8
Menjauhi tempat-tempat yang rawan timbulnya fitnah pandangan, walaupun akibat
dari menjauhi tempat-tempat tersebut engkau luput dari sebagian kemaslahatanmu.
Jika engkau ingin membuka internet bawalah teman yang bisa menasehatimu
sehingga engkau tidak memandang hal-hal yang terlarang, Sesungguhnya jika
engkau membukanya sendiri maka syaithan lebih mudah menjerumuskanmu. Jauhilah
engkau dari menonton film dan sinetron dengan dalih untuk mengisi waktu luang
dan untuk rileks. Demikian juga janganlah engkau mendekati hal-hal yang
merupakan sarana mengumbar aurat wanita hanya karena alasan untuk mengikuti
berita dan mengikuti perkembangan informasi dunia.
9
Jauhkan dirimu dari melihat hal-hal yang tidak perlu, dengan cara ketika engkau
berjalan hendaknya engkau memandang kebawah kearah jalanmu, dan jangan engkau
mengumbar pandanganmu ke kanan, ke kiri, dan kebelakang. Karena barangsiapa
yang mengumbar pandangannya pasti dia akan terjerumus untuk memandang perkara
yang diharamkan oleh Allah.[41]
10
Banyak membasahi lisan dengan dzikir kepada Allah, karena dzikir merupakan
benteng dari gangguan syaitan. Biasakanlah dirimu dengan membaca dzikir pagi
dan petang demikian juga dengan dzikir-dzikir yang lain, terlebih lagi di kala
fitnah aurat wanita berada di hadapannya hingga engkau bisa menolak gangguan
syaitan. Dengan berdzikir maka engkau akan tersibukkan mengingat kebesaran
Allah sehingga tidak terlintas keinginan memandang hal-hal yang haram. Dengan
berdzikir engkau akan semakin malu kepada Allah untuk memandang perkara yang
tidak halal bagimu.
11
Jika engkau belum menikah maka menikahlah. Sesungguhnya dalam pernikahan
terlalu banyak manfaat untuk membantu engkau menundukkan pandanganmu
12
Jika engkau telah beristri ingatlah bahwa dengan mengumbar pandangan syaitan
menjadikan engkau tidak menikmati apa yang telah Allah halalkan bagimu. Syaitan
menghiasi perkara yang haram yang telah engkau lihat dengan seindah-indahnya
padahal tidak sesuai dengan kenyataan. Barang siapa yang menjaga pandangannya
maka dia akan menemukan kenikmatan pada apa yang telah dihalalkan Allah
baginya.
13
Pengorbananmu dengan menahan matamu dari memandang hal-hal yang menawan namun
diharamkan bagimu, akan diganti oleh Allah dengan yang lebih baik lagi bagimu.
Rasulullah bersabda,
إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئًا لِلَّهِ إِلاَّ أَبْدَلَكَ
اللهُ مَا هُوَ خَيرٌ لَكَ مِنْهُ
“Sesungguhnya
tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena Allah kecuali Allah akan
menggantikan bagi engkau yang lebih baik darinya”[42]
Jika
yang akan engkau pandang adalah wanita yang cantik dan molek ingatlah bahwa
Allah akan menggantikannya dengan yang jauh lebih cantik, molek dan montok,
ketahuilah! dialah bidadari. Ingatlah janji yang Allah berikan pada orang-orang
yang bertakwa yaitu bidadari di surga yang kecantikannya tidak bisa
dibandingkan dengan wanita di dunia. Betapapun engkau berusaha untuk
membayangkan kecantikannya dan kemolekan tubuhnya, maka engkau tidak akan
pernah bisa membayangkannya. Bidadari lebih cantik dan lebih molek dan lebih
menawan dari yang kau khayalkan karena sesungguhnya Allah menyediakan bagi
hamba-hambaNya yang bertakwa di surga apa yang tidak pernah mereka lihat, dan
tidak pernah mereka dengar dan tidak pernah terlintas dalam benak mereka.
14
Hendaknya engkau selalu mengingat nikmat yang telah Allah berikan kepadamu, dan
engkau akan dimintai pertanggungjawaban atas nikmat tersebut, untuk apakah
nikmat tersebut engkau manfaatkan? Pandangan mata adalah nikmat yang luar
biasa, tentunya bentuk syukur engkau atas nikmat pandanganmu itu hendaknya
enggau gunakan untuk hal-hal yang diridhai oleh Allah. Berkata Ibnul
Jauzi,“Fahamilah wahai saudaraku apa yang akan aku wasiatkan kepadamu.
Sesungguhnya matamu adalah suatu nikmat yang Allah anugrahkan kepadamu, maka
janganlah engkau bermaksiat kepada Allah dengan karunia ini. Gunakanlah karunia
ini dengan menundukkannya dari hal-hal yang diharamkan, niscaya engkau akan
beruntung. Waspadalah! Jangan sampai hukuman Allah (karena engkau tidak menjaga
pandangan) menghilangkan karuniaNya tersebut. Waktumu untuk berjihad dalam
menundukkan pandanganmu terfokus pada sesaat saja. Jika engkau mampu
melakukannya (menjaga pandanganmu di waktu yang sesaat tersebut) maka engkau
akan meraih kebaikan yang berlipat ganda dan engkau selamat dari keburukan yang
berkepanjangan”.[43]Jika engkau memang telah terlanjur memandang wanita yang
tidak halal engkau pandangi dan hatimu telah terkait dengannya, sulit untuk
melupakannya maka beristigfarlah kepada Allah dan berdoalah kepada Allah agar
engkau bisa melupakannya. Berkata Ibnu Muflih dalam kitabnya Al-Furu’,[44] “Dan
hendaknya orang yang berakal menjauhi sikap mengumbar pandangan karena mata
melihat apa yang tidak ia mampui (apalagi) yang dipadangnya bukan pada hakikat
yang sebenarnya. Bahkan terkadang hal itu menyebabkan mabuk kepayang maka
rusaklah tubuhnya dan juga agamanya. Barangsiapa yang terkena musibah seperti
ini maka hendaknya ia memikirkan aib-aib para wanita. Ibnu Mas’ud berkata,
إِذَا أًَعْجَبَتْ أَحَدَكُمْ امْرَأَةٌ فَلْيَذْكُرْ
مَنًاتِنَهَا وَمَا عِيْبَ نِسَاءُ الدُّنْيَا بَأَعْجَبَ مِنْ قَوْلِهِ تَعَالىَ
}وَلَهُمْ فِيْهَا أَزْوَاجُ مُطَهَّرَةُ|
“Jika
seorang wanita membuat salah seorang dari kalian takjub maka hendaknya ia mengingat
hal-hal yang bau dari wanita tersebut, sungguh tidak ada yang lebih menakjubkan
tentang aibnya para wanita di dunia dengan firman Allah |وَلَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ
مُطَهَّرَةٌ} (dan untuk mereka di surga istri-istri yang suci)”[45] ,
اللَّهُمَّ
إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ سَمْعِي وَ مِنْ شَرِّ بَصَرِي وَ مِنْ شَرِّ لِسَانِيْ
وَ مِنْ شَرِّ قَلْبِي وَ مِنْ شَرِّمَنِيِّ
Ya
Allah aku berlindung kepadamu dari keburukan pendengaranku, dari keburukan
pandanganku, dari keburukan lisanku, dari keburukan hatiku, dan dari keburukan
maniku (kemaluanku)[46]
Kota
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Jum,at 24 September 2004
Firanda
Andirja
Artikel
www.firanda.com
————————-
Daftar Pustaka,
Daftar Pustaka,
1.
Majmu’ Al-Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
2. Syarah Riadhus Shalihin, Syaikh Ibnu Utsaimin, Darul Bashirah
3. Adhwaa’ul Bayaan, Syaikh Muhammad Amin Asy-Syinqithi
4. Al-Muntaqa min Dzamil Hawa (Ibnul Jauzi), Kholid Abu Shalih, Darul Wathan
5. Sihaamul A’yun, DR. Abdullah bin Ali Al-Ju’aitsin
6. Al-Kabai’ir, tahqiq Syaikh Masyhur Hasan Salman, maktabah Al-Furqon
7. Sur’atul ‘Iqob liman Kholafa As-Sunnah wal Kitab, Abu ‘Ammar Muhammad bin Abdillah Bamusa, darul Iman.
8. Manarus sabil, karya Ibnu Dhouyan, tahqiq ‘Ishom Al-Qol’aji, terbitan Maktabah Al-Ma’arif
9. Al-Minhaj syarh shahih Muslim, Imam An-Nawawi, darul Ihyaut Turots, cetakan kedua
10. Tuhfatul Ahwadzi, Al-Mubarokfuri, Dar Ihya’ at-Turats al-’Arabi
11. Al-Bidayah wan Nihayah, karya Ibnu Katsir, Maktabah Ma’arif Beiruut
12. Raudhatul Muhibbin, karya Ibnul Qoyyim, tahqiq Sayyid ‘Imron, terbitan Darul Hadits
13. Silsilatul Ahadits Ad-Dho’ifah, Syaikh Al-Albani, Maktabah Al-Ma’arif
2. Syarah Riadhus Shalihin, Syaikh Ibnu Utsaimin, Darul Bashirah
3. Adhwaa’ul Bayaan, Syaikh Muhammad Amin Asy-Syinqithi
4. Al-Muntaqa min Dzamil Hawa (Ibnul Jauzi), Kholid Abu Shalih, Darul Wathan
5. Sihaamul A’yun, DR. Abdullah bin Ali Al-Ju’aitsin
6. Al-Kabai’ir, tahqiq Syaikh Masyhur Hasan Salman, maktabah Al-Furqon
7. Sur’atul ‘Iqob liman Kholafa As-Sunnah wal Kitab, Abu ‘Ammar Muhammad bin Abdillah Bamusa, darul Iman.
8. Manarus sabil, karya Ibnu Dhouyan, tahqiq ‘Ishom Al-Qol’aji, terbitan Maktabah Al-Ma’arif
9. Al-Minhaj syarh shahih Muslim, Imam An-Nawawi, darul Ihyaut Turots, cetakan kedua
10. Tuhfatul Ahwadzi, Al-Mubarokfuri, Dar Ihya’ at-Turats al-’Arabi
11. Al-Bidayah wan Nihayah, karya Ibnu Katsir, Maktabah Ma’arif Beiruut
12. Raudhatul Muhibbin, karya Ibnul Qoyyim, tahqiq Sayyid ‘Imron, terbitan Darul Hadits
13. Silsilatul Ahadits Ad-Dho’ifah, Syaikh Al-Albani, Maktabah Al-Ma’arif
————————-
[1] Ibnu Taimiyah menjelasakan bahwa merupakan hal yang telah diketahui bersama bahwa di antara para wanita ada yang berupa elok yang hal ini merupakan ibrah dan tanda adanya pencipta, namun apakah ada seorang muslim (sejati) yang berkata, “Seseorang boleh memandang paras para wanita yang bukan mahramnya –yang para wanita tersebut adalah bagian dari alam semesta- karena ini merupakan ibadah”?, maka barangsiapa yang menjadikan pandangan yang seperti ini merupakan ibadah maka dia telah kafir murtad (karena dia telah menganggap maksiyat sebagai ibadah-red) wajib diminta taubatnya dan jika tidak bertaubat maka hendaknya dibunuh. (Al-Fatawa 15/414)
[1] Ibnu Taimiyah menjelasakan bahwa merupakan hal yang telah diketahui bersama bahwa di antara para wanita ada yang berupa elok yang hal ini merupakan ibrah dan tanda adanya pencipta, namun apakah ada seorang muslim (sejati) yang berkata, “Seseorang boleh memandang paras para wanita yang bukan mahramnya –yang para wanita tersebut adalah bagian dari alam semesta- karena ini merupakan ibadah”?, maka barangsiapa yang menjadikan pandangan yang seperti ini merupakan ibadah maka dia telah kafir murtad (karena dia telah menganggap maksiyat sebagai ibadah-red) wajib diminta taubatnya dan jika tidak bertaubat maka hendaknya dibunuh. (Al-Fatawa 15/414)
[2]
HR.Ath-Thabrani no:8018 dan Ibnu ‘Adi (Al-Kamil 6/2048) dan dihasankan oleh
Syaikh Al-Albani (Ash-Shahihah no:1525) karena ada syahidnya dari hadits Ubadah
bin Shamit.
[3]
Syair ini disebutkan oleh Syaikh Muhammad Amin As-Syinqithi dalam tafsirnya
surat An-Nuur ayat 31
[4]
HR At-Thirmidzi 3/476 no 1173 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani (lihat
As-Shahihah 6/424 no 2688)
[5]
Tuhfatul Ahwadzi 4/283
[6]
Berkata Syaikh Masyhur Hasan Salman, “Atsar ini disebutkan oleh As-Suyuthi
dalam Ad-Dar Al-Mantsur (2/500) dan ia menyandarkannya kepada Ibnu Jarir
(8/245 no 9207) dan kepada Ibnul Mundzir (2/671 no 1670) dan Ibnu Abi
Hatim (3/934 no 5217), dan Al-Baihaqi dalam Asy-Syu’ab no 7150 dari jalan Sa’id
bin Jubair bahwasanya ada seorang pria bertanya kepada Ibnu Abbas “Berapa
jumlah dosa-dosa besar?, apakah jumlahnya tujuh?”. Ibnu Abbas berkata,
“Jumlahnya lebih dekat kepada tujuh ratus daripada tujuh, hanya saja tidak ada
dosa besar jika diiringi dengan istighfar dan tidak ada dosa kecil jika dilakukan
terus menerus”, dengan sanad yang shahih mauquf kepada Ibnu Abbas. (Lihat
Al-Kaba’ir hal 47)
Berkata
Syaikh Abu Muhammad bin Abdissalam tentang definisi “terus menerus” “Yaitu dosa
kecil itu ia lakukan berulang-ulang sehingga ia merasakan sedikitnya kepeduliannya
dengan agamanya, yaitu ia merasakan bahwa ia telah melakukan dosa besar dengan
dosa-dosa kecil tersebut”, ia juga berkata, “Demikian juga berkumpul dosa-dosa
kecil yang bermacam-macam dimana ia merasakan dengan seluruh dosa-dosa kecil
yang beraneka ragam tersebut sebagaimana telah melaksanakan dosa besar yang
paling kecil” (Al-Minhaj 2/87)
[7]
HR Muslim no 45
[8]
HR Abu Dawud no 2149 (Kitabun Nikah), At-Tirmidzi no 2777 (Kitabul Adab), dan
berkata At-Tirmidzi, Hasan Gharib. Dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam
Shohihul Jami’ no 7953
[9]
HR Al-Bukhari no 1513 (Kitabul Hajj) dan no 1854 (Kitab Jaza As-Soid) dan
Muslim no 407 (Kitabul Hajj). Dalam riwayat Ahmad pada Musnadnya (1/211)
disebutkan bahwa Al-Fadl menyifati wanita tersebut adalah wanita cantik,
dan Al-Fadlpun memandangnya, lalu Nabi mengetahui bahwa Al-Fadl sedang
memandang sang wanita maka Nabipun memalingkan wajah Al-Fadl. Kemudian Al-Fadl
mengulangi pandangannya lagi namun nabi memalingkan wajahnya kembali hingga
tiga kali.
[10]
Adhwaa’ul Bayan, tafsir surat 24/31
[11]
HR Al-Bukhari no 6343 (Kitabul Isti’dzan), Muslim no 20,21 (kitabul Qadar), dan
lafal hadits ini pada riwayat Ahmad dalam Musnadnya 2/343
[12]
Adhwaa’ul bayan, tafsir An-Nuur 31
[13]
HR Al-Bukhari no 5096 (Kitabun Nikah) dan Mulim no 97,98 (kitab Adz-Dzikir)
[14]
HR Muslim no 99 (kitab –Adz-Dzikir)
[15]
Yang lebih menyedihkan lagi tidak sedikit dari kaum muslimin yang menyambut
propaganda mereka , mereka berbondong-bondong membeli parabola,
berbondong-bondong meramaikan bioskop-bioskop dan yang semisalnya. Mereka
benar-benar telah ikut meramaikan dan melariskan propaganda orang-orang kafir.
Inna lillah…
[16]
HR Al-Bukhari no 304 (Kitabul Haidh, Bab tarkul Haa’idhi Ash-shaum)
[17]
Lihat Syarah Riyadhus Shalihin, awal bab taubat
[18]
Adhwaul Bayan, tafsir surat 24/31
[19]
Majmu’ Al-Fatawa 15/375
[20]
QS 40 ayat 19
[21]
Adhwaul Bayan, tafsir surat 24/31
[22]
QS 40 ayat 19
[23]
Dzammul Hawa hal 65
[24]
Dzammul Hawa hal 63
[25]
Shahihul Bukhori no 6308
[26]
Kain yang digunakan untuk menutup ka’bah.
[27]
Dzammul Hawa hal 67.
[28]
Dzammul Hawa hal 64.
[29]
Dzammul Hawa hal 64
[30]
Dzammul Hawa hal 65
[31]
Dzammul Hawa hal 63
[32]
Ad-Da’ wad Dawa’ hal 232-236
[33]
Ad-Da’ wad Dawa’ hal 127
[34]
Al-Bidayah wan Nihayah (11/ 64)
[35]
Ad-Daa’ wad Dawa’ hal 257,258
[36]
HR Ath-Thabrani di Al-Mu’jam Al-Kabir no 11842, dan disebut oleh Al-Haitsami
dalam Majma’ Az-Zawaid (10/191-192) dan berkata, “Pada sanadnya ada perawi yang
bernama Abdurrahman bin Muhammad bin Abdillah Al-‘Azmi, dan dia perawi yang
dha’if”. Aku berkata (Khalid Abu Shalih),”Dan hadits ini ada syahidnya dari
hadits Abdullah bin Mughaffal, sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad dalam
Musnadnya (4/87)” Lihat Dzammul Hawa hal 76
[37]
Dzammul Hawa hal 76
[38]
Diringkas dan disadur dengan tasharruf dari tulisan Doktor Abdullaoh bin Ali
Al-Ju’aitsin yang berjudul “Sihaamul A’yun” dan disertai tambahan dari penulis
[39]
Majmu’ Al-Fatawa 15/396
[40]
Raudhotul Muhibbin hal 95-103
[41]
Apalagi di Indonesia. Orang yang menundukkan pandangannya kearah bawah saja
terkadang tidak selamat dari memandang aurat wanita –apalagi ketika naik
kendaraan yang bercampur baur dengan wanita-, terlebih lagi orang yang matanya
jelalatan ke sana kemari!
[42]
Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani (sebagaimana diisyaratkan oleh Syaikh
Al-Albani dalam Ad-Dho’ifah I/62 no 5, beliau berkata, “Sanadnya shahih sesuai
dengan persyaratan Imam Muslim”)
[43]
Dzammul Hawa hal78
[44]
Sebagaimana dinukil dalam manarus sabil 2/122
[45]
QS Al-Baqoroh ayat 25, yaitu para wanita surga mereka suci terbebas dari haid,
ingus, dahak, kencing, tai, mani, ludah dan hal-hal yang kotor. Hal ini
sebagaimana tafsiran dari Ibnu Abbas dan juga Mujahid (Lihat tafsir Ibnu Katsir
QS 2:25)
[46]
HR At-Thirmidzi no 3492, Abu Dawud no 1551, An-Nasai no 5444, dan dishahihkan
oleh Syaikh Al-Albani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar