Pengertian
Istiqamah
Istiqamah
adalah berpegang teguh dengan agama dan kokoh di atasnya.
Ibnu
Rajab al-Hanbali di dalam bukunya “Jami’ul Ulum wal Hikam” mengatakan,
“Istiqamah adalah penempuhan jalan yang lurus, yaitu agama yang lurus, tanpa
adanya pembengkokan ke kanan maupun ke kiri. Dan hal itu mencakup ketaatan
secara keseluruhan, baik lahir maupun batin, serta meninggalkan segala bentuk
larangan.
Hukum
Istiqamah
Allah
Subhanahu Wata’ala memerintahkan NabiNya (Shallallahu ‘Alaihi Wassallam) dan
para pengikutnya untuk istiqamah baik dalam aqidah, syari’at, pedoman hidup,
maupun dalam manhaj dan menjauhi sikap berlebih-lebihan, serta menghindari hawa
nafsu para wali-wali syaitan. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman, artinya, “Maka tetaplah kamu pada jalan
yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah
taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha
Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Huud:112).
Ibnu
Katsir rahimahullah berkata, “Allah Subhanahu Wata’ala memerintahkan rasulNya
dan hamba-hambaNya yang beriman untuk kokoh dan senantiasa istiqamah, karena
itu termasuk cara terbesar untuk mendapatkan kemenangan atas musuh-musuh mereka
dan untuk menyelisihi lawan-lawan mereka. Dan Dia melarang mereka dari
perbuatan ghuluw yaitu perbuatan melampui batas, karena sesungguhnya hal itu
musibah sekalipun terhadap orang musyrik. Dan Dia menjelaskan bahwa Dia Maha
Melihat amalan hamba-hambaNya, tidak lalai dari sesuatu sekecil apapun dan
tidak ada yang tersembunyi dariNya hal sekecil apapun.”
Buah
Istiqamah
Allah
Subhanahu Wata’ala berfirman, artinya, “Sesungguhnya
orang-orang yang mengatakan, “Rabb kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan
pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan):”
Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah
kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu” Kamilah
Pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya kamu
memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang
kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari (Rabb) Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (QS. Fushilat: 30-32).
Dan
firman Allah Subhanahu Wata’ala, artinya, “Dan
bahwasanya: jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama
Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rizki
yang banyak)”. (QS. Al-Jin:16).
Dari
ayat-ayat yang mulia di atas kita bisa mengambil beberapa faidah/buah dari
Istiqamah di antaranya:
Pertama, Malaikat turun kepada
mereka
Kedua, mendapatkan kedamaian
dan ketenangan
Ketiga, baginya kabar gembira
berupa Surga.
Keempat, diberikan keluasan
rizki dan kehidupan yang lapang.
Kelima, diampuni dosa-dosanya.
Jalan
menempuh Istiqamah
1. Melakukan ketaatan
kepada Allah Subhanahu Wata’ala , bersungguh-sungguh di dalamnya dan memaksa
hawa nafsu untuk taat kepadaNya.
2. Ilmu, karena bagaimana
kita bisa istiqamah kalau tidak dilandasi dengan ilmu.
3. Ikhlash.
4. Meneladani Rasulullah
(Shallallahu ‘Alaihi Wassallam)
5. Seimbang dan
pertengahan, tidak ghuluw dan tidak meremehkan.
6. Doa.
7. Bergaul dan bersahabat
dengan orang-orang shalih.
8. Selalu ada ikatan
dengan al-Qur’an, baik dengan membaca, menghafal, mentadabburi dan
mengamalkannya.
Dampak
Istiqamah dalam kehidupan seorang muslim
1. Memperoleh tauhid yang
murni.
2. Mendorong untuk
berdakwah kepada jalan Allah.
3. Memiliki kesungguhan
dan cita-cita yang tinggi.
4. Kokoh dan teguh di
atas kebenaran.
5. Merasa kurang dalam
beribadah (tidak merasa sempurna).
Penghalang-penghalang
Istiqamah
1. Menganggap enteng
perbuatan maksiat.
2. Menyibukkan diri
dengan dunia dan melupakan akhirat.
3. Berlebih-lebihan dalam
hal-hal yang mubah (yang diperbolehkan).
4. Sifat tengah-tengah
(pertengahan) yang buruk.
Cerminan
para Salaf dalam Istiqamah mereka
-
Istiqamah dalam ucapan.
Imam al-Bukhari Radiyallahu ‘Anhu berkata, “Aku berharap berjumpa dengan Allah
Subhanahu Wata’ala dan Dia tidak menghisabku (menghitungku) telah menggunjing
seorangpun.”
-
Istiqamah dalam rasa khawatir atau gundah
Dalam
biografi Sahabat mulia Jam’ah bin Abi Jam’ah ada riwayat bahwasanya dia
bermalam di rumah salah seorang Tabi’in bernama Haram bin Hayyan al-‘Abdi, maka
dia melihat Jam’ah menangis semalam suntuk, maka Haram berkata kepadanya, “Apa
yang membuatmu menangis?” Dia berkata, “Aku teringat suatu malam yang mana pada
pagi harinya dibangkitkan manusia dari kubur-kubur mereka.” Kemudian dia
bermalam di rumahnya pada malam berikutnya, lalu diapun menangis, maka Haram
pun bertanya kepadanya lalu diapun menjawab, “Aku teringat suatu malam yang
pagi harinya bintang-bintang berjatuhan.”
-
Kokoh dan tegar dalam Istiqamah
Sikap
Ka’ab bin Malik Radiyallahu ‘Anhu ketika beliau menolak surat tawaran dari Raja
Ghassan yang datang kepada beliau yang di dalamnya ada tawaran yang menggiurkan
dan kemewahan, akan tetapi tungku api adalah jawaban yang paling tegas terhadap
tawaran yang menggiurkan itu (maksudnya beliau tidak menghiraukan tawaran itu
dan beliau lebih memilih membakar surat tawaran itu).
Sikap
Abu Bakar ash-Shiddiq Radiyallahu ‘Anhu terhadap orang-orang murtad dan yang
tidak mau membayar zakat setelah wafatnya Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi
Wassallam) maka nampak jelas tekad dan keteguhan beliau (Shallallahu ‘Alaihi
Wassallam) dalam membela agama Allah. Dan ketika itu jazirah Arab goncang
dengan adanya kemurtadan dan kemunafikan, maka beliau tetap tegar seperti
gunung yang kokoh, tidak mau mengalah (menggugurkan zakat) walaupun hanya
seekor anak unta sekalipun, sampai Allah memenangkannya dan jadilah beliau
tanda dan simbol bagi setiap orang yang menginginkan Istiqamah dan mencari
teladan yang shalih.
Hadits-hadits
seputar Istiqamah
Dari
Sufyan bin ‘Abdullah ats-Tsaqafi berkata, aku berkata, “Wahai Rasulullah,
katakan kepadaku suatu perkataan dalam Islam, yang aku tidak menanyakannya
tentang hal itu kepada seorang pun selain engkau –dalam sebuah riwayat yang
lain, ‘setelah engkau’- Maka Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wassallam)
menjawab, “Katakanlah
aku beriman kepada Allah, lalu Istiqamahlah.”
Dari
Anas bin Malik Radiyallahu ‘Anhu berkata, Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi
Wassallam) bersabda, “Tidak
akan Istiqamah (lurus) keimanan seorang hamba sebelum Istiqamah hatinya, dan
tidak akan Istiqamah hatinya sebelum Istiqamah lisannya.” (HR. Imam
Ahmad).
Dari
Tsauban Radiyallahu ‘Anhu berkata, Rasulullah (Shallallahu ‘Alaihi Wassallam)
bersabda, “Istiqamahlah
kalian dan kalian tidak akan mampu berIstiqamah secara sempurna, dan ketahuilah
bahwa sesunguhnya sebaik-baik amalan kalian adalah shalat, dan tidak menjaga
wudhu kecuali seorang mukmin.” (HR. at-Tirmidzi, Malik dll).
Makna
“Wa Lan Tuhshuu”
disebutkan di dalam kitab al-Muntaqo syarah (penjelasan) terhadap kitab
“al-Muwatha” beberapa makna di antaranya: Kalian tidak akan sanggup untuk
menjangkau semua perbuatan amal shalih, atau kalian tidak akan bisa menghitung
pahala dari Istiqamah apabila engkau melakukannya. Sedangkan dalam kitab
“Murqatul Mashaabih” syarah terhadap kitab “Misykatul Mashaabih” disebutkan
bahwa maknanya adalah engkau tidak akan mampu berIstiqamah secara sempurna.
Dari
Abu Sa’id al-Khudri Radiyallahu ‘Anhu (secara mauquf maupun marfu’), “Jika waktu pagi tiba seluruh
anggota badan menyatakan ketundukannya terhadap lisan dengan mengatakan,
‘Bertakwalah kepada Allah terkait dengan kami karena kami hanyalah mengikutimu.
Jika engkau baik maka kami akan baik. Sebaliknya jika kamu melenceng maka kami
pun akan ikut melenceng” (HR Tirmidzi no 2407 dan dinilai hasan o
Pembahasan ini diringkas dari kitab “Al-Istiqamah Manhaju Hayatin”, karya
Muhyidin Mistu hal 52-69.leh Al Albani).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar