Doa adalah
ibadah. Doa adalah senjata. Doa adalah benteng. Doa adalah obat. Doa adalah
pintu segala kebaikan.
Allah memiliki
dua sifat agung, yakni Ar-Rahman dan Ar-Rahim. Tentang dua sifat itu, Abdullah
Ibnul Mubarak berkata: “Ar-Rahman yaitu jika Dia diminta pasti memberi, sedang
Ar-Rahim yaitu jika tidak dimintai maka Dia murka.” (Fathul Bari 8/155).
Allah
berfirman:
“Dan apabila
hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka jawablah, bahwasanya Aku adalah
dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon
kepadaKu, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)Ku dan hendaklah
mereka beriman kepadaKu agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (Al-Baqarah: 186)
Doa adalah senjata bagi seorang muslim dalam
mengarungi samudera kehidupan ini. Dengan izin Allah doa bisa mengubah
segalanya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Doa itu bermanfaat terhadap sesuatu yang telah turun (terjadi) maupun sesuatu yang belum terjadi, maka kalian wahai hamba Allah- harus berdoa.” (HR. At-Tirmidzi dan Al-Hakim dari Ibu Umar, Shahihul Jami’ No. 340, Al-Albani berkata, hasan).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Doa itu bermanfaat terhadap sesuatu yang telah turun (terjadi) maupun sesuatu yang belum terjadi, maka kalian wahai hamba Allah- harus berdoa.” (HR. At-Tirmidzi dan Al-Hakim dari Ibu Umar, Shahihul Jami’ No. 340, Al-Albani berkata, hasan).
“Tidak bisa menolak qadha (takdir yang sudah terjadi)
kecuali doa, dan tidak bisa menambah umur selain kebaikan.” (HR. At-Tirmidzi; hasan, dan di-hasan-kan oleh
Al-Albani).
“Tidak menambah umur kecuali kebaikan, dan tidak bisa
menolak qadar (putusan dalam catatan) kecuali doa. Sesungguhnya seseorang itu
bisa terhalangi dari rizkinya karena dosa yang telah ia perbuat.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim, di-shahih-kan
oleh Ibnu Hibban, Al-Hakim, Adz-Dzahabi dan Al-Iraqi).
Jika Anda berkata, ‘Apa faedahnya doa, sedangkan qadha
(putusan takdir) itu tidak bisa ditolak?’, maka ketahuilah bahwasanya termasuk
bagian dari qadha adalah menolak bala (petaka) dengan doa. Jadi doa itu
merupakan penyebab untuk menolak bala dan untuk menghadirkan rahmat,
sebagaimana sebuah tameng yang menjadi penyebab untuk menghalau anak panah, dan
air yang menjadi penyebab tumbuhnya tanaman. Maka sebagaimana tameng itu
menolak panah, yang berarti saling mendorong, begitu pula antara doa dan bala.
(Al-Ihya, 1/328).
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Doa itu adalah
satu penye-bab yang bisa menolak bala. Jika doa lebih kuat darinya maka ia akan
mendorongnya, dan jika penyebab bala yang lebih kuat maka ia akan mengusir doa.
Karena itu diperintah-kan ketika ada gerhana dan bencana besar lain untuk
shalat, berdoa, beristighfar, sedekah dan memerde-kakan budak. Wallahu a’lam.
(Al-Fatawa, 8/193)
Ibnul Qayyim berkata: “Doa termasuk obat yang paling
bermanfaat, ia adalah musuh bala, ia mendorong-nya dan mengobati, ia menahan
bala atau mengangkat atau meringankan-nya jika sudah turun.”
Syarat dan Adab Berdoa
Antara lain:
- Ikhlas.
Inilah sesuatu yang paling utama untuk diperhatikan oleh setiap orang yang berdoa. Yakni hendaknya ia memurnikan doa hanya untuk Allah semata, baik dalam ucapan, perbuatan maupun tujuan. - Mencari waktu-waktu mulia untuk memanjatkan doa, seperti hari Arafah, bulan Ramadhan, hari Jum’at, sepertiga akhir malam, dll.
- Memanfaatkan kondisi-kondisi tertentu yang dinyatakan sebagai saat ijabah oleh syari’at Islam. Seperti waktu sujud, ketika berpuasa, beper-gian, waktu sakit, ketika minum air zam-zam dan sebagainya.
- Menghadap kiblat, seperti yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam doa istisqa’ (minta hujan) yang diriwa-yatkan oleh Al-Bukhari dalam Shahih-nya dengan judul bab berdoa meng-hadap kiblat.
- Mengangkat kedua tangan, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya Rabbmu itu Mahapemalu dan Mahamulia, malu dari hambaNya jika ia mengangkat kedua tangannya (memohon) kepada-Nya kemudian menariknya kembali dalam keadaan hampa kedua tangan-nya.” (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi, di-hasan-kan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dan Al-Albani). - Memulai dengan tahmid (pujian terhadap Allah) dan
shalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, karena
Rasu-lullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Jika salah seorang di antara kamu berdoa, hendaknya memulai dengan memuji dan menyanjung Tuhannya, dan bershalawat kepada Nabi r, kemudian berdoa apa yang dia kehendaki.” (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ahmad, di-shahih-kan oleh Al-Albani).
Ibnu Mas’ud radhiallahu anhu pernah berdoa, ia memulai dengan tahmid, kemudian bershalawat, kemudian diteruskan dengan doa untuk kebaikan dirinya. Maka Nabi berkata: “Mintalah pasti kamu diberi, mintalah pasti kamu diberi.” (HR. At-Tirmidzi, ia berkata, hasan shahih, dan Abdul Qadir Al-Arnauth berkata, sanad-nya hasan). - Dengan suara samar, tidak keras, menghinakan diri
di hadapan-Nya dan menampakkan kebutuhan yang sangat. Allah berfirman: “Jangan-lah
kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula
merendahkannya.” (Al-Isra’: 105).
“Berdoalah kepada Tuhan kalian dengan merendahkan diri dan suara pelan. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang melam-paui batas.” (Al-A’raf: 55).
Aisyah berkata, ‘Ayat ini diturun-kan berkenaan dengan doa.’ (HR. Al-Bukhari). Al-Hafizh berkata, ‘Begitu-lah Aisyah menyebutkannya secara mutlak, yang berarti mencakup di dalam shalat dan di luar shalat.’ - Tidak tergesa-gesa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Akan dikabulkan bagi seseorang di antara kamu selagi tidak tergesa-gesa, yaitu dengan berkata, ‘Saya telah berdoa tetapi tidak dikabulkan’.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Ibnul Qayyim berkata: “Termasuk penyakit yang menghalangi terkabul-nya doa
adalah tergesa-gesa, meng-anggap lambat pengabulan doanya sehingga ia malas
untuk berdoa lagi”. Padahal bisa jadi antara doa dan jawabannya memerlukan
waktu 40 tahun, seperti yang dikatakan oleh Ibnu Abbas t. (Abu Laits
As-Samar-qandi dalam Tanbihul Ghafilin).
Ibnul Jauzi berkata: “Ketahuilah bahwa doa orang mukmin itu tidak akan
ditolak, hanya saja terkadang yang lebih utama baginya itu diundur jawabannya
atau diganti dengan yang lebih baik dari permintaannya, cepat atau lambat.”
(Fathul Bari, 11/141).
- Yakin akan dikabulkan doanya dan memahami serta
meresapi benar dalam berdoa. Karena itu, berdoa tidaklah sekedar
melafazhkan doa-doa yang dihafal tanpa mengerti maknanya, tetapi harus
benar-benar memahami dan menginginkan dika-bulkannya permintaannya. Karena
itu apa yang kita minta haruslah sesuai dengan kebutuhan kita. Rasulullah
shalallahu’alahi wassalam bersabda:
“Mohonlah kepada Allah semen-tara kamu sangat yakin untuk dikabulkan, dan ketahuilah bahwasa-nya Allah tidak akan mengabulkan doa dari hati yang lalai dan bermain-main.”(HR. At-Tirmidzi, dihasan kan oleh Al-Mundziri dan Al-Albani). - Termasuk syaratnya adalah makan dan minum serta pakaian orang yang berdoa harus halal dan bersih. Karena Allah itu suci, tidak menerima kecuali yang suci. Disebut-kan oleh Rasulullah: “Ada seseorang yang sudah lama dalam safar (perja-lanan) dengan rambut kusut dan (tubuh) penuh debu, ia mengangkat kedua tangannya ke langit dan berkata, ‘Ya Rabb, ya Rabb…’, semen-tara makanannya haram, minuman-nya haram, pakaiannya haram dan diberi makan dengan yang haram, bagaimana mungkin (doanya) dika-bulkan?” (HR. Ahmad, Muslim dan At-Tirmidzi).
- Berikhtiar demi terkabulnya doa dan menjauhi
sebab-sebab tertolaknya. Seperti tidak berbuat maksiat, tidak meninggalkan
kewajib-an-kewajiban syari’at, terutama amar ma’ruf nahi mungkar .
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Hendaknya kalian memerintah-kan yang ma’ruf dan melarang yang mungkar, atau Allah akan mengirim-kan siksaNya kepada kalian, lalu kalian berdoa kepadaNya, tetapi tidak dikabulkan.” (HR. At-Tirmidzi dan di-hasan-kannya).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar