Sesungguhnya
Allah menyikapi para hamba-hambaNya di akhirat sesuai dengan niat-niat mereka
di dunia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
يُحْشَرُ النَّاسُ عَلَى نِيَّاتهِمْ
“Manusia dikumpulkan (di padang mahsyar-pen)
berdasarkan niat-niat mereka”
(HR Ibnu Majah no 4230, dishahihkan oleh Syaikh Albani)
Beliau
juga bersabda;
إنما يُبْعَثُ النَّاسُ عَلَى نِيَّاتِهِمْ
“Manusia
dibangkitkan hanyalah di atas niat-niat mereka” (HR Ibnu Majah no 4229,
dihasnkan oleh Syaikh Albani)
Maka
sungguh berbahagia orang-orang yang ikhlas tatkala di akhirat kelak.. hari di
mana Allah akan mengungkapkan seluruh yang tersembunyi di hati. Allah berfirman
أَفَلا
يَعْلَمُ إِذَا بُعْثِرَ مَا فِي الْقُبُورِ (٩)وَحُصِّلَ مَا فِي الصُّدُورِ (١٠)إِنَّ رَبَّهُمْ بِهِمْ يَوْمَئِذٍ لَخَبِيرٌ (١١
Maka
Apakah Dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur,
dan dinampakan apa yang ada di dalam dada, Sesungguhnya Tuhan mereka pada hari
itu Maha mengetahui Keadaan mereka. (QS Al-’Aadiyaat 9-10)
يَوْمَ
تُبْلَى السَّرَائِرُ (٩
Pada
hari dinampakkan segala rahasia (QS At-Thooriq : 9)
Rahasia
apakah yang terdapat dalam hati kita tatkala ditampakkan oleh Allah pada hari
kiamat kelak?? Keikhlsan kita…?? ataukh riyaa’ kita yang selama ini tersembunyi
dari penglihatan manusia??
Para pembaca yang budiman sesungguhnya kita semua sadar bahwasanya ikhlas merupakan amalan hati yang sangat tinggi nilainya di sisi Allah.
Para pembaca yang budiman sesungguhnya kita semua sadar bahwasanya ikhlas merupakan amalan hati yang sangat tinggi nilainya di sisi Allah.
Ibnu
Taimiyyah berkata, “Mengikhlaskan agama hanya untuk Allah merupakan agama yang
Allah tidak akan menerima selain agama yang ikhlas tersebut. Agama yang ikhlash
inilah yang Allah turunkan bersama para nabi dari yang pertama hingga para nabi
yang terakhir… dan inilah intisari dari dakwah Nabi dan dia merupakan poros
AL-Qur’an yang berputar poros tersebut…” (Majmu fatawa 10/49)
Ikhlash
merupakan syi’arnya kaum mukminin. Allah berfirman tentang perkataan mereka
إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلا شُكُورًا
Sesungguhnya
Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, Kami
tidak menghendaki Balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. (QS Al-Insaan : 9)
Kitapun
sadar bahwasanya meraih keikhlasan merupakan puncak dari segala kebahagiaan
dalam kehidupan yang penuh dengan pernak-pernik…, akan tetapi kitapun sadar
bahwasanya meraih keikhlasan merupakan perkara yang sangat berat dan susah…
membutuhkan perjuangan berat… perjuangan dan jihad seumur hidup melawan riyaa
sum’ah dan ujub… perjuangan yang tiada pernah berhenti…
Pantas
saja jika imam besar sekelas Sufyaan At-Tsauri rahimahullah pernah berkata
مَا
عَالَجْتُ شَيْئًا أَشَدَّ عَلَيَّ مِنْ نِيَّتِي لأَنَّهُ تَتَقَلَّبُ عَلَيَّ
Tidak
pernah aku memperbaiki sesuatu yang lebih berat bagiku dari pada niatku, karena
niat selalu berubah-ubah
(Jaami’ul ‘Uluum wal Hikam 29)
Oleh
karenanya sangatlah pantas jika Allah memberikan ganjaran yang sangat besar
bagi orang-orang yang ikhlas.
Pada
kesempatan ini penulis berusaha menyebutkan beberapa keutamaan keikhlasan yang
semoga bisa memotivasi kita untuk tetap berusaha meraih keikhlasan. Tentunya
apa yang akan penulis sebutkan ini hanyalah sebagian keutamaan ikhlash dan
bukan semuanya, karena keutamaan ikhlash tentu sangatlah banyak… hanya
Allah-lah yang lebih mengetahuinya.
Pertama
: Ikhlash merupakan sebab diampuninya dosa
Abu
Hurairah radhiallahu ‘anhu meriwayatkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam :
بَيْنَمَا كَلْبٌ يُطِيفُ بِرَكِيَّةٍ كَادَ يَقْتُلُهُ الْعَطَشُ إِذْ رَأَتْهُ بَغِيٌّ مِنْ بَغَايَا بَنِي إِسْرَائِيلَ فَنَزَعَتْ مُوقَهَا فَسَقَتْهُ فَغُفِرَ لَهَا بِهِ
“Tatkala
ada seekor anjing yang hampir mati karena kehausan berputar-putar mengelilingi
sebuah sumur yang berisi air, tiba-tiba anjing tersebut dilihat oleh seorang
wanita pezina dari kaum bani Israil, maka wanita tersebut melepaskan khufnya
(sepatunya untuk turun ke sumur dan mengisi air ke sepatu tersebut-pen) lalu
memberi minum kepada si anjing tersebut. Maka Allah pun mengampuni wanita
tersebut karena amalannya itu” (HR Al-Bukhari no 3467 dan Muslim no 2245)
Dalam
hadits ini sangatlah nampak keikhlasan sang wanita pezina tatkala menolong sang
anjing, hal ini nampak dari perkara-perkara berikut ini :
-
Tidak ada seorangpun yang melihat sang wanita tatkala menolong sang anjing.
Yang melihatnya hanyalah Dzat Yang Maha melihat yaitu Allah.
-
Amalan yang cukup berat yang dikerjakan oleh sang wanita ini, di mana ia turun
ke sumur lalu mengisi air ke sepatunya lalu memberikannya ke anjing tersebut.
Bagi seorang wanita pekerjaan seperti ini cukup memberatkan. Akan tetapi terasa
ringan bagi seorang yang ikhlash
-
Wanita ini sama sekali tidak mengharapkan ucapan terima kasih dari hewan yang
hina seperti anjing tersebut, apalagi mengharapkan balas jasa dari anjing
tersebut. Ini menunjukkan akan ikhlashnya sang wanita pezina tersebut.
Ibnul
Qoyyim berkata, “Apa yang ada di hati wanita pezina yang melihat seekor anjing
yang sangat kehausan hingga menjilat-jilat tanah. Meskipun tidak ada alat,
tidak ada penolong, dan tidak ada orang yang bisa ia nampakkan amalannya, namun
tegak di hatinya (tauhid dan keikhlasan-pen) yang mendorongnya untuk turun ke
sumur dan mengisi air di sepatunya, dengan tanpa mempedulikan bisa jadi ia
celaka, lalu membawa air yang penuh dalam sepatu tersebut dengan mulutnya agar
memungkinkan dirinya untuk memanjat sumur. Salain itu tawadhu’ wanita pezina
ini terhadap makhluk yang biasanya dipukul oleh manusia. Lalu iapun memegang
sepatu tersebut dengan tangannya lalu menyodorkannya ke mulut anjing tanpa ada
rasa mengharap sedikitpun dari anjing adanya balas jasa atau rasa terima kasih.
Maka sinar tauhid yang ada di hatinya tersebut pun membakar dosa-dosa zina yang
pernah dilakukannya, maka Allah pun mengampuninya” (Madaarijus Saalikiin
1/280-281):
Berkata
Ibnu Rojab Al-Hanbali, “Jika sempurna tauhid seorang hamba dan keikhlasannya
kepada Allah dalam tauhidnya serta ia memenuhi seluruh persyaratan tauhid
dengan hatinya dan lisannya serta anggota tubuhnya, atau hanya dengan hatinya
dan lisannya tatkala akan meninggal maka hal itu akan mendatangkan pengampunan
terhadap seluruh dosa yang telah lalu dan akan mencegahnya sehingga sama sekali
tidak masuk neraka” (Jaami’ul Uluum wal Hikam hal 398):
Namun
tentunya tidak semua orang yang mengucapkan kalimat ikhlash yaitu “laa ilaah
illallah” dan memberi minum kepada seekor anjing akan meraih apa yang telah
diraih oleh wanita pezina tersebut berupa ampunan Allah yang sangat luas. Ibnu
Taimiyyah berkata :”Tidaklah semua hasanah (kebaikan) akan menghapuskan seluruh
sayyiah (keburukan), akan tetapi terkadang menghapuskan dosa-dosa kecil dan
terkadang menghapuskan dosa-dosa besar ditinjau dari keseimbangannya (yaitu
apakah hasanah tersebut nilainya besar seimbang dengan nilai dosa
tersebut?-pen). Satu jenis amalan terkadang dikerjakan oleh seseorang dengan
model yang sempurna keikhlasannya dan peribadatannya kepada Allah maka dengan
sebab tersebut Allah mengampuni dosa-dosa besarnya. Sebagaimana dalam sebuah
hadits yang diriwayatkan dalam sunan At-Thirmidzi, Ibnu Majah, dan selain
keduanya dari sahabat Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Aash dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda :
يُصَاحُ بِرَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رُؤُوسِ الْخَلاَئِقِ ، فَيُنْشَرُ لَهُ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ سِجِلاًّ، كُلُّ سِجِلٍّ مَدَّ الْبَصَرِ ، ثُمَّ يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ : هَلْ تُنْكِرُ مِنْ هَذَا شَيْئًا ؟ فَيَقُولُ : لاَ ، يَا رَبِّ ، فَيَقُولُ : أَظَلَمَتْكَ كَتَبَتِي الْحَافِظُونَ ؟ فَيَقُولُ : لاَ ، ثُمَّ يَقُولُ : أَلَكَ عُذْرٌ ، أَلَكَ حَسَنَةٌ ؟ فَيُهَابُ الرَّجُلُ ، فَيَقُولُ : لاَ ، فَيَقُولُ : بَلَى ، إِنَّ لَكَ عِنْدَنَا حَسَنَاتٍ ، وَإِنَّهُ لاَ ظُلْمَ عَلَيْكَ الْيَوْمَ ، فَتُخْرَجُ لَهُ بِطَاقَةٌ فِيهَا : أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ ، قَالَ : فَيَقُولُ :
يَا رَبِّ مَا هَذِهِ الْبِطَاقَةُ ، مَعَ هَذِهِ السِّجِلاَّتِ ؟ فَيَقُولُ : إِنَّكَ لاَ تُظْلَمُ ، فَتُوضَعُ السِّجِلاَّتُ فِي كِفَّةٍ ، وَالْبِطَاقَةُ فِي كِفَّةٍ ، فَطَاشَتِ السِّجِلاَّتُ ، وَثَقُلَتِ الْبِطَاقَةُ.
“Pada
hari kiamat dipanggillah seseorang dari umatku di hadapan seluruh khalayak,
lalu dibeberkan kepadanya 99 lembaran catatan amal. Setiap lembaran tersebut
(besarnya/panjangnya-pen) sejauh mata memandang. Kemudian Allah Azza wa Jalla
berkata kepadanya, “Apakah ada sesuatu yang engkau ingkari dari catatan-catatan
ini?”, ia berkata, “Tidak wahai Robku”. Allah berkata, “Apakah para malaikat
pencatat amal telah menzolimi engkau (karena salah mencatat-pen)?”, ia berkata,
“Tidak”. Allah berkata, “Apakah engkau punya udzur?, apakah engkau memiliki
kebaikan?”. Maka iapun menjadi takut dan berkata, “Tidak”. Allah berkata,
“Bahkan engkau memiliki kebaikan-kebaikan di sisi Kami, dan engkau tidak akan
didzolimi pada hari ini”. Maka dikeluarkanlah baginya sebuah kartu yang
terdapat tulisan أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. Iapun berkata, “Wahai Tuhanku apa nilainya kartu ini
dibandingkan lembaran-lembaran catatan-catatan amal tersebut?”. Allah berkata,
“Engkau tidak akan didzolimi”. Maka diletakkanlah lembaran-lembaran catatan
amal tersebut
di daun timbangan dan diletakkan juga kartu tersebut di daun timbangan yang
satunya maka ringanlah lembaran-lembaran tersebut dan lebih berat kartu
tersebut”
(HR Imam Ahmad dalam musnadnya 11/571 no 6994, At-Thirmidzi no 2639, dan Ibnu
Maajah no 4300)
Kondisi
seperti ini adalah kondisi orang yang mengucapkan syahaadat dengan ikhlas dan
sungguh-sungguh sebagaimana yang diucapkan oleh orang ini. Karena para pelaku
dosa besar yang masuk dalam neraka semuanya juga mengucapkan Laa ilaaha
illaallaah” (Minhaajus Sunnah An-Nabawiyyah 6/219)
Banyak
hadits-hadits yang semakna dengan hadits di atas, yaitu hadits-hadits yang
menunjukkan sedikitnya amalan akan tetapi jika dibangun di atas keikhlasan yang
tinggi maka akan mendatangkan maghfiroh Allah. Diantaranya : sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam
بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِى بِطَرِيقٍ اشْتَدَّ عَلَيْهِ الْعَطَشُ فَوَجَدَ بِئْرًا فَنَزَلَ فِيهَا فَشَرِبَ ثُمَّ خَرَجَ فَإِذَا كَلْبٌ يَلْهَثُ يَأْكُلُ الثَّرَى مِنَ الْعَطَشِ فَقَالَ الرَّجُلُ لَقَدْ بَلَغَ هَذَا الْكَلْبَ مِنَ الْعَطَشِ مِثْلُ الَّذِى كَانَ بَلَغَ مِنِّى. فَنَزَلَ الْبِئْرَ فَمَلأَ خُفَّهُ مَاءً ثُمَّ أَمْسَكَهُ بِفِيهِ حَتَّى رَقِىَ فَسَقَى الْكَلْبَ فَشَكَرَ اللَّهُ لَهُ فَغَفَرَ لَهُ
“Tatakala
seseorang sedang menyusuri sebuah jalan dalam keadaan haus yang sangat amat,
maka iapun mendapati sebuah sumur. Iapun turun ke dalam sumur tersebut lalu
minum, lalu keluar dari sumur tersebut. Tiba-tiba ia melihat seekor anjing
sedang menjilat-jilat tanah karena kehausan. Maka iapun berkata : Anjing yang
sangat kehuasan sebagaimana haus yang aku rasakan. Maka iapun turun ke dalam
sumur lalu mengisi sepatunya dengan air kemudian ia memegang sepatu dengan
mulutnya hingga akhirnya ia memanjat dinding sumur lalu iapun memberi minum
anjing tersebut. Maka Allahpun membalas jasanya dan mengampuni dosa-dosanya” (Muslim no 2244)
Dalam
lafal yang lain فَشَكَرَ اللَّهُ لَهُ فَأَدْخَلَهُ الْجَنَّةَ “Maka
Allahpun membalas jasanya lalu memasukannya ke dalam surga” (HR Al-Bukhari no 173)
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :
بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِى بِطَرِيقٍ وَجَدَ غُصْنَ شَوْكٍ عَلَى الطَّرِيقِ فَأَخَّرَهُ ، فَشَكَرَ اللَّهُ لَهُ ، فَغَفَرَ لَهُ
“Tatkala ada seseorang berjalan di sebuah jalan
maka ia mendapati dahan berduri di tengah jalan, maka iapun manjauhkan dahan
tersebut maka Allahpun membalasnya dan memaafkan dosa-dosanya” (HR Al-Bukhari no 652
dan Muslim no 1914)
Oleh
karenanya benarlah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
لاَ
تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوْفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلِقْ
“Janganlah
engkau menyepelakan kebaikan sedikitpun, meskipun hanya senyuman tatkala
bertemu dengan saudaramu”
(HR Muslim no 2626)
Jika
senyuman tersebut dibangun di atas keikhlasan yang dalam dari lubuk hati yang
dalam maka bisa jadi merupakan sebab datangnya maghfiroh Allah ta’aalaa. Hanya
saja terlalu banyak senyum yang ditebarkan… akan tetapi ternyata bukan senyuman
yang dibangun di atas keikhlasan yang tulus… akan tetapi ada udang di balik
senyuman tersebut… dan ternyata bukan hanya udang akan tetapi ada juga
kepiting, penyu, dan lain-lain… maksud-maksud dan tujuan-tujuan duniawi yang
tersembunyi di balik senyuman tersebut.
Ibnul
Mubarok pernah berkata:
رُبَّ
عملٍ صغيرٍ تعظِّمهُ النيَّةُ ، وربَّ عمل كبيرٍ تُصَغِّره النيَّةُ
“Betapa
banyak amal yang kecil menjadi bernilai besar karena niat, dan betapa banyak
amalan besar yang menjadi bernilai kecil karena niat” (Jaami’ul ‘Uluum wal
Hikam hal 13)
Oleh
karenanya jangan sampai salah sangka..!!!, janganlah sampai seseorang tatkala
membaca hadits di atas tentang kisah wanita pezina yang diampuni dosa-dosanya
hanya karena memberi minum kepada seekor anjing lantas menyangka bahwa siapa
saja yang memberi minum kepada seekor anjing maka dosa-dosanya akan terampuni
!!!., demikian pula halnya, tidaklah semua orang yang memindahkan duri dari
tengah jalan maka otomatis terampuni dosa-dosanya !!!
Ibnu
Taimiyyah rahimahullah berkata, “Wanita (pezina) ini memberi minum kepada
seekor anjing dengan keimanan yang murni yang terdapat dalam hatinya maka iapun
diampuni (oleh Allah), tentu saja tidak semua pezina yang memberi minum kepada
seekor anjing maka akan diampuni. Demikian pula lelaki yang menjauhkan dahan
berduri dari tengah jalan, tatkala itu ia melakukannya dengan keimanan yang
murni dan keikhlasan yang memenuhi hatinya, karenanya iapun diampuni. Karena
sesungguhnya amalan-amalan bertingkat-tingkat sesuai dengan kadar keimanan dan
keikhlasan yang ada di hati. Sesungguhnya ada dua orang yang berdiri dalam
satun shaf sholat akan tetapi pahala sholat mereka jauh berbeda antara satu
dengan yang lainnya seperti jauhnya jarak antara langit dan bumi. Dan tidak
semua orang yang memindahkan dahan berduri dari tengah jalan otomatis diampuni
dosa-dosanya” (Minhaajus Sunnah An-Nabawiyyah 6/221-222)
Kedua
: Ikhlas menjaga seseorang sehingga tidak terjerumus dalam fitnah terutama
fitnah wanita
Allah
berfirman :
قَالَ
رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الأرْضِ وَلأغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ (٣٩)إِلا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ (٤٠
Iblis
berkata: “Ya Tuhanku,
oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan
mereka memandang baik (perbuatan ma’siat) di muka bumi, dan pasti aku akan
menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara
mereka”. (QS Al-Hijr 39-40)
Allah
juga berfirman :
قَالَ
فَبِعِزَّتِكَ لأغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ (٨٢)إِلا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ (٨٣
Iblis
menjawab: “Demi
kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu
yang mukhlis di antara mereka (QS Shood 82-83)
Allah
berfirman tentang Nabi Yusuf alaihis salam:
وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهِ وَهَمَّ بِهَا لَوْلَا أَنْ رَأَى بُرْهَانَ رَبِّهِ كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ (٢٤
Sesungguhnya
wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf
pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata Dia tidak melihat
tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya
kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu Termasuk hamba-hamba Kami yang
ikhlash (yang terpilih).
(QS Yusuf : 24)
Para
pembaca yang budiman sesungguhnya ujian yang dihadapi Nabi Yusuf ‘alaihis
salaam sangatlah besar, dan banyak faktor yang memperkuat ujian yang dihadapi
beliau, di antaranya
-
Hasrat kepada wanita yang Allah tanamkan kepada setiap lelaki, sebagaimana
hasratnya seseorang yang haus kepada air dan hasratnya orang yang lapar kepada
makanan. Bahkan banyak orang yang mampu dan sabar untuk menahan lapar dan haus
akan tetapi mereka tidak kuasa bersabar di hadapan wanita. Tentunya hal ini
tidaklah tercela jika hasrat tersebut dilepaskan pada tempat yang halal
-
Nabi Yusuf ‘alaihis salam adalah seorang yang muda belia, dan tentunya
syahwatnya seorang yang muda berkobar tidak sebagaimana orang yang sudah tua.
Dan beliau tidak memiliki istri atau budak wanita yang bisa meredakan syahwat beliau.
Oleh karenanya keberadaan permaisuri yang cantik jelita merupakan cobaan berat
bagi beliau ‘alaihi salam.
-
Beliau ‘alaihis salam adalah seorang yang asing yang jauh dari kampung dan
keluarga serta orang-orang yang mengenal beliau. Tentunya seseorang yang jauh
dari kampung dan kerabat maka lebih berani untuk melakukan kemaksiatan karena
ia tidak perlu menanggung malu jika ketahuan perbuatannya.
-
Sang wanita adalah seorang yang sangat cantik dan memiliki kedudukan, ia adalah
permaisuri raja. Kecantikan saja atau kedudukan saja sudah cukup untuk menjadi
penggoda yang kuat, apatah lagi jika berkumpul keduanya, kecantikan dan
kedudukan.
-
Sang wanitalah yang berhasrat kepada Yusuf dan yang merayu Yusuf ‘alaihis
salam. Bahkan berusaha semaksimal mungkin agar Yusuf tunduk kepada syahwatnya.
Banyak orang yang mungkin malu untuk memulai merayu seorang wanita, akan tetapi
syahwat mereka langsung berkobar tatkala ternyata yang mulai merayu adalah sang
wanita, ternyata sang wanita telah membuka pintu selebar-lebarnya.
-
Yusuf ‘alaihis salam berada di bawah kekuasaan wanita ini, dan dikhawatirkan
jika beliau tidak menuruti hasrat sang wanita maka sang wanita akan menganiaya
beliau
-
Pintu-pintu telah ditutup oleh sang wanita sehingga tidak seorangpun yang
melihat mereka berdua. (Lihat penjelasan faktor-faktor ini di kitab
Al-Jawaab Al-Kaafi karya Ibnul Qoyyim hal 483-487)
Meskipun
faktor-faktor pendorong begitu banyak dan kuat akan tetapi Nabi Yusuf akhirnya
lolos dari ujian tersebut. Hal ini disebabkan keikhlasan beliau, oleh karenanya
Allah berfirman :
كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ
Demikianlah,
agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf
itu Termasuk hamba-hamba Kami ikhlash (yang terpilih). (QS Yusuf : 24)
Ada
dua qirooah tentang firman Allah الْمُخْلَِصِيْنَ, yaitu dengan
memfathah huruf laam المُخْلَصِيْنَ sehingga maknanya (hamba-hamba Kami yang terpilih)), dan
dengan mengkasroh huruf laam الْمُخْلِصِيْنَ yaitu (hamba-hamba Kami yang ikhlash) (lihat Tafsiir
At-Thobari 12/191)
At-Thobari
berkata, “Kedua qiroo’ah ini sepakat dalam makna yang sama, karena barangsiapa
yang dipilih oleh Allah maka ia adalah orang yang ikhlash kepada Allah dalam
tauhid dan ibadah, dan barangsiapa yang mengikhlashkan tauhid dan ibadahnya
kepada Allah dan tidak berbuat kesyirikian kepada Allah maka ia termasuk
orang-orang yang dipilih oleh Allah” (Tafsir At-Thobari 12/191)
Karenanya
orang yang ikhlashlah yang akan dijaga Allah sehingga bisa terhindar dari
fitnah wanita. Kenapa bisa demikian?, Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,
“Jika hati mencintai Allah saja dan mengikhlaskan agama hanya untuk Allah maka
hati tersebut tidak akan terfitnah dengan mencintai selain Allah, apalagi
sampai mabuk kepayang. Jika hati tertimpa ‘isyq’ (mabuk kepayang) maka hal itu
dikarenakan kurangnya mahabbah(kecintaan) kepada Allah. Oleh karenanya tatkala
Yusuf mencintai Allah dan ikhlash kepada Allah maka ia tidak tertimpa mabuk
kepayang” (Amroodul quluub hal 26)
Beliau
juga berkata, “Dan di antara sebab terbesar fitnah ini (yaitu perindu
bentuk-bentuk wanita yang cantik hingga mabuk kepayang-pen) adalah berpalingnya
hati dari Allah. Sesungguhnya jika hati telah merasakan manisnya beribadah
kepada Allah dan manisnya ikhlash kepada Allah maka tidak ada sesuatupun yang
lebih manis, lebih nikmat, dan lebih baik daripada manisnya ibadah dan
manisnya keikhlashan…
Allah
memalingkan hambanya dari perkara yang buruk seperti kecondongan kepada
gambar-gambar (bentuk-bentuk wanita) dan keterikatan terhadap gambar-gambar
tersebut, Allah memalingkan hal tersebut dari hambanya karena keikhlasannya
kepada Allah. Oleh karenanya seseroang dikuasai oleh hawa nafsunya sebelum
merasakan manisnya ibadah dan ikhlash kepada Allah, namun setelah ia merasakan
manisnya ibadah dan keikhlashan dan menguat di hatinya maka tunduklah hawa
nafsunya” (Majmuu’ Al-Fataawa 10/187-188)
Dari
penjelasan di atas maka hendaknya kita menginstropeksi diri, apakah tatkala
kita berhadapan dengan fitnah wanita kita bisa bertahan…??, jika iya maka
semoga itu adalah tanda keikhlashan kepada Allah. Akan tetapi jika kita
dihadapkan kepada fitnah wanita lantas kita tenggelam dalam fitnah tersebut
maka ini merupakan tanda tidak ikhlasnya kita, maka janganlah kita terpedaya
dengan banyaknya ibadah yang telah kita lakukan, banyaknya sholat dan puasa
yang telah kita kerjakan…!!! Allahul Musta’aan.
Oleh
karenanya diantara perkara yang sangat membantu seseorang untuk menjaga
pandangannya adalah keikhlasan…!!! Betapa banyak orang yang rajin beribadah
tidak mampu menjaga pandangannya tatkala bersendirian… (silahkan lihat kembali
artikel ujian hakiki di http://www.firanda.com/index.php/artikel/7-adab-a-akhlaq/2-ujian-hakiki)
Ketiga
: Orang yang ikhlash dinaungi oleh Allah pada hari kiamat kelak
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan akan dahsyatnya hari kiamat.
Beliau bersabda :
تُحْشَرُونَ حُفَاةً عُرَاةً غُرْلًا
“Kalian
akan dikumpulkan (di padang mahsyar) dalam kondisi telanjang dan belum di
sunat”
Aisyahpun
berkata, يَا رَسُولَ اللَّهِ الرِّجَالُ وَالنِّسَاءُ يَنْظُرُ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ “Wahai
Rasulullah, laki-laki dan perempuan (seluruhnya)?, sebagian mereka akan melihat
(aurat) sebagian yang lain?”
Rasulullah berkata, الْأَمْرُ أَشَدُّ مِنْ أَنْ يُهِمَّهُمْ ذَاكِ “Perkaranya dahsyat sehingga mereka tidak sempat memikirkan hal itu” (HR Al-Bukhari no 6527 dan Muslim no 2859).
Rasulullah berkata, الْأَمْرُ أَشَدُّ مِنْ أَنْ يُهِمَّهُمْ ذَاكِ “Perkaranya dahsyat sehingga mereka tidak sempat memikirkan hal itu” (HR Al-Bukhari no 6527 dan Muslim no 2859).
Rasulullah
juga bersabda
يَجْمَعُ اللَّهُ النَّاسَ الْأَوَّلِينَ وَالْآخِرِينَ فِي صَعِيدٍ وَاحِدٍ … وَتَدْنُو الشَّمْسُ فَيَبْلُغُ النَّاسَ مِنْ الْغَمِّ وَالْكَرْبِ مَا لَا يُطِيقُونَ وَلَا يَحْتَمِلُونَ
Hari
yang sangat panas….sehingga keringat manusiapun deras bercucuran…
Rasulullah
bersabda
تُدْنِي
الشَّمْسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنَ الْخَلْقِ حَتىَّ تَكُوْنَ مِنْهُمْ كَمِقْدَارِ مِيْلٍ فَيَكُوْنُ النَّاسُ عَلَى قَدْرِ أَعْمَالِهِمْ فِي الْعَرَقِ فَمِنْهُمْ مَنْ يَكُوْنُ إِلَى كَعْبَيْهِ وَمِنْهُمْ مَنْ يَكُوْنُ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَمِنْهُمْ مَنْ يَكُوْنُ إِلَى حَقَوَيْهِ وَمِنْهُمْ مَنْ يُلْجِمُهُ الْعَرَقُ إِلْجَامًا
“Pada
hari kiamat matahari mendekat ke arah manusia seukuran satu mil, maka (kondisi)
manusiapun terhadap keringat mereka (yang bercucuran) berdasarkan amalan
mereka. Ada diantara mereka yang air keringatnya hingga dua mata kakinya, ada
di antara mereka yang keringatnya hingga ke lututnya, ada yang hingga ke
pantatnya, dan ada di antara mereka yang keringatnya hingga ke mulutnya” (HR Muslim no 2864)
Pada
hari itu ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah di bawah naungan
‘arsy Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
“Tujuh
golongan yang akan dinaungi oleh Allah di bawah naungannya pada hari di mana
tidak ada naungan kecuali naungan Allah. Imam yang adil, pemuda yang tumbuh
dalam beribadah kepada Allah, seorang pria yang hatinya terikat dengan
masjid-masjid, dua orang pria yang saling mencintai karena Allah, mereka berdua
berkumpul karena Allah dan berpisah karena Allah, seseorang yang diajak untuk
berzina oleh seorang wanita yang berkedudukan dan cantik namun ia berkata
“Sesungguhnya aku takut kepada Allah”, seseorang yang bersedekah lalu ia
sembunyikan hingga tangan kirinya tidak tahu apa yang disedekahkan oleh tangan
kanannya, dan seseorang yang berdzikir mengingat Allah tatkala bersendirian
maka kedua matanyapun meneteskan air mata“ (HR Muslim no 660)
Di
antara tujuh golongan tersebut ada dua golongan yang dinaungi oleh Allah karena
keikhlasannya.
Yang
pertama
adalah seseorang yang bersedekah lantas ia tidak menceritakannya kepada orang
lain, sehingga tidak seorangpun yang mengetahui sedekahnya tersebut, bahkan orang
terdekatnya pun tidak mengetahui hal itu.
Ibnu
Rojab Al-Hanbali berkata, “Sikap ini merupakan tanda kuatnya iman seseorang di
mana cukup baginya bahwa Allah mengetahui amalannya (sehingga tidak butuh
diketahui oleh orang lain-pen). Dan hal ini menunjukkan sikap menyelisihi hawa
nafsu, karena hawa nafsu ingin agar dirinya memperlihatkan sedekahnya dan ingin
dipuji oleh manusia. Oleh karenanya sikap menyembunyikan sedekah membutuhkan
keimanan yang sangat kuat untuk melawan hawa nafsu” (Fathul Baari 4/62)
Ada
beberapa penafsiran ulama tentang sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam “hingga tangan kirinya
tidak tahu apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya” sebagaimana disebutkan
oleh Al-Hafizh Ibnu Hajr dalam Fathul Baari (2/146), diantaranya :
-
Disebutkan tangan kiri dengan tangan kanan karena tangan kiri sangat dekat
dengan tangan kanan, dan dimana ada tangan kanan maka tangan kiri menyertainya.
Meskipun demikian, karena tangan kanan terlalu menyembunyikan sedekahnya hingga
temannya yang paling dekat yaitu tangan kiri tidak mengetahui apa yang
diinfakkan oleh tangan kanan. Lafal Nabi ini menunjukkan bentuk mubaalagoh
(berlebih-lebihan) dalam menyembunyikan sedekahnya.
-
Maksudnya yaitu hingga malaikat yang ada di kirinya tidak mengetahui apa yang
telah ia sedekahkan
-
Diantara bentuk pengamalan hadits ini yaitu jika seseorang ingin bersedekah
kepada saudaranya pedagang yang miskin maka iapun membeli barang dagangan
saudaranya tersebut (tanpa menawar harga barang tersebut) bahkan dengan harga
jual yang tinggi atau untuk melariskan barang dagangan saudaranya tersebut.
-
Maksud dari tangan kiri yaitu dirinya sendiri, artinya ia berinfaq dan
menyembunyikan infaqnya sampai-sampai dirinya sendiri tidak tahu (lupa) dengan
sedekah yang telah ia keluarkan.
Yang kedua adalah seseorang yang berdzikir mengingat Allah tatkala ia bersendirian lantas iapun mengalirkan air matanya. Ibnu Hajr menyebutkan dua penafsiran ulama tentang sabda Nabi خَالِيًا “bersendirian” yang kedua tafsiran tersebut menunjukan keikhlasan,
-
Maksudnya ia berdzikir kepada Allah tatkala bersendirian dan jauh dari
keramaian sehingga tidak ada seorangpun yang melihatnya. Ibnu Hajr berkata,
“Karena ia dalam kondisi seperti ini lebih jauh dari riyaa” (Fathul Baari
2/147)
-
Maksudnya yaitu meskipun ia berdzikir di hadapan orang banyak dan dilihat oleh
orang banyak akan tetapi hatinya seakan-akan bersendirian dengan Allah, yaitu
hatinya kosong dari memperhatikan manusia, kosong dari memperhatikan pandangan
dan penilaian manusia. (Lihat Fathul Baari 2/147). Tentunya hal ini menunjukkan
keikhlasan yang sangat tinggi, sehingga meskipun di hadapan orang banyak ia
mampu mengatur hatinya dan mengosongkan hatinya dari riyaa’
Keempat
: Amalan-amalan orang yang ikhlash yang bersifat duniawi akan diberi ganjaran
oleh Allah.
Sungguh
merupakan keberuntungan yang luar biasa bagi orang-orang yang ikhlash, karena
bukan saja amalan-amalan ibadahnya yang diberi ganjaran oleh Allah bahkan
amalan-amalannya yang bersifat duniawi juga mendapat ganjaran di sisi Allah.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata kepada Sa’d bin Abi Waqqoosh
radhiallahu ‘anhu :
إِنَّكَ
لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلَّا أُجِرْتَ عَلَيْهَا حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِي فِي امْرَأَتِكَ
“Sesungguhnya
tidaklah engkau berinfak sesuatupun dengan berharap wajah Allah (ikhlash)
kecuali engkau akan diberi ganjaran, bahkan sampai makanan yang engkau suapkan
ke mulut istrimu” (HR Al-Bukhari no 56 dan Muslim no 1628)
Imam
An-Nawawi berkata, “Dalam hadits ini terdapat dalil bahwasanya perkara yang
mubah jika dikerjakan dengan niat mencari wajah Allah maka akan menjadi suatu
ketaatan dan akan mendapatkan ganjaran. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah mengingatkan hal ini dengan sabdanya “bahkan sampai makanan yang engkau
suapkan ke mulut istrimu”.
Karena istri seseorang termasuk bagian paling khusus dari kebutuhan dunianya,
syahwatnya, dan keledzatannya.
Dan
jika ia menyuapkan makanan ke mulut istrinya, maka kondisi seperti ini biasanya
terjadi tatkala sedang bercumbu dan berlembut-lembut serta berledzat-ledzat
dengan perkara yang mubah. Kondisi seperti ini sangatlah jauh dari kondisi
ketaatan (bentuk sedang ibadah-pen) dan (sedang mengingat) akhirat, meskipun
demikian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwasanya jika ia
melakukannya dengan maksud untuk mencari wajah Allah maka ia akan memperoleh
pahala. Maka kondisi yang selain ini lebih utama jika dikerjakan karena
mengharap wajah Allah. Dan hal ini mencakup perkara-perkara yang hukum asalnya
adalah mubah jika dikerjakan oleh seseorang karena Allah maka ia akan
mendapatkan pahala. Seperti makan dengan niat agar bisa kuat melakukan ketaatan
kepada Allah, tidur dengan maksud istirahat agar (jika terjaga) lebih giat
beribadah” (Al-Minhaaj 11/77-78)
Sungguh
betapa banyak ganjaran yang akan diraih oleh seseorang yang ikhlash,
kehidupannya seluruhnya penuh dengan ganjaran dari Allah. Bayangkanlah
seseorang yang menghabiskan waktunya puluhan tahun untuk bekerja keras mencari
nafkah… jika ia mengerjakannya dengan menghadirkan niat karena Allah maka
setiap tetes keringat yang bercucuran akan bernilai di sisi Allah.
Kelima : Ikhlas membantu mewujudkan cita-cita
Banyak
orang yang bercita-cita akan tetapi sering cita-cita tersebut kandas dan tidak
terkabulkan. Diantara sebab tidak terwujudkannya cita-cita tersebut adalah niat
yang kurang tulus. Syaddad bin Al-Haad radhiallahu ‘anhu berkata :
أَنَّ
رَجُلاً مِنَ الأَعْرَابِ جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَآمَنَ بِهِ وَاتَّبَعَهُ ، ثُمَّ قَالَ : أُهَاجِرُ مَعَكَ ، فَأَوْصَى بِهِ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم بَعْضَ أَصْحَابِهِ ، فَلَمَّا كَانَتْ غَزْوَةٌ غَنِمَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم شيئاً، فَقَسَمَ وَقَسَمَ لَهُ ، فَأَعْطَى أَصْحَابَهُ مَا قَسَمَ لَهُ ، وَكَانَ يَرْعَى ظَهْرَهُمْ ، فَلَمَّا جَاءَ دَفَعُوهُ إِلَيْهِ ، فَقَالَ : مَا هَذَا ؟ ، قَالُوا : قِسْمٌ قَسَمَهُ لَكَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم ، فَأَخَذَهُ فَجَاءَ بِهِ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم ، فَقَالَ : مَا هَذَا ؟ قَالَ : قَسَمْتُهُ لَكَ، قَالَ : مَا عَلَى هَذَا اتَّبَعْتُكَ ، وَلَكِنِّي اتَّبَعْتُكَ عَلَى أَنْ أُرْمَى إِلَى هَاهُنَا ، وَأَشَارَ إِلَى حَلْقِهِ بِـ سَهْمٍ ، فَأَمُوتَ فَأَدْخُلَ الْجَنَّةَ فَقَالَ : إِنْ تَصْدُقِ اللَّهَ يَصْدُقْكَ ، فَلَبِثُوا قَلِيلاً ثُمَّ نَهَضُوا فِي قِتَالِ الْعَدُوِّ ، فَأُتِيَ بِهِ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يُحْمَلُ قَدْ أَصَابَهُ سَهْمٌ حَيْثُ أَشَارَ ، فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم : أَهُوَ هُوَ ؟ قَالُوا : نَعَمْ ، قَالَ : صَدَقَ اللَّهَ فَصَدَقَهُ ، ثُمَّ كَفَّنَهُ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم فِي جُبَّةِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم ، ثُمَّ قَدَّمَهُ فَصَلَّى عَلَيْهِ ، فَكَانَ فِيمَا ظَهَرَ مِنْ صَلاَتِهِ : اللَّهُمَّ هَذَا عَبْدُكَ خَرَجَ مُهَاجِرًا فِي سَبِيلِكَ فَقُتِلَ شَهِيدًا أَنَا شَهِيدٌ عَلَى ذَلِكَ.
“Ada
seorang arab badui datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maka iapun
beriman kepada Nabi dan mengikuti Nabi, kemudian ia berkata kepada Nabi, “Aku
akan berhijroh bersamamu”. Maka Nabipun meminta sebagian sahabat untuk
memperhatikan orang ini. Maka tatkala terjadi peperangan Nabi memperoleh
ghonimah maka Nabipun membagi-bagikan ghonimah tersebut dan Nabi membagikan
juga bagi orang ini. Nabipun menyerahkan bagian ghonimah orang ini kepada para
sahabat (untuk diberikan kepada orang ini). Dan orang ini tugasnya adalah
menjaga bagian belakang pasukan. Tatkala orang ini datang maka para sahabatpun
menyerahkan bagian ghonimahnya kepadanya. Iapun berkata, “Apa ini?”, mereka
berkata, “Ini adalah bagianmu yang dibagikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallm
untukmu. Iapun mengambilnya lalu menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
berkata keapda Nabi, “Apa ini?”. Nabi berkata, “Aku membagikannya untukmu”. Ia
berkata, “Aku
tidak mengikutimu untuk memperoleh ini, akan tetapi aku mengikutimu supaya aka
dipanah dengan anak panah di sini (seraya mengisyaratkan ke lehernya) lalu aku
mati dan masuk surga”.
Nabipun berkata, “Jika
niatmu benar maka Allah akan mengabulkannya”. Tidak lama kemudian para
sahabat bangkit dan maju ke medan perang melawan musuh. Lalu (setelah
perang-pen) orang inipun didatangkan kepada Nabi sambil dipikul dalam kondisi
lehernya telah ditembus oleh anak panah. Maka Nabi berkata, “Apakah ini adalah
(mayat) orang itu?”, mereka berkata, “Benar”. Nabi berkata, “Niatnya benar maka
Allah mengabulkan (keinginannya)” Lalu Nabi mengkafani orang ini dengan jubah
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu Nabi meletakkan mayat orang ini di
depan lalu beliau menyolatkannya. Dan diantara doa Nabi tatkala menyolatkan
orang ini, “Yaa Allah ini adalah hambamu telah keluar berhijroh di jalanmu lalu
iapun mati syahid dan aku bersaksi atas hal ini” (HR An-Nasaai no 1952 dan
dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhiib wa At-Tarhiib no 1336)
Lihatlah
bagaimana tulus dan ikhlasnya orang arab badui ini, padahal mengambil harta
ghonimah perang merupakan hal yang diperbolehkan, bahkan jika hal itu
bukanlah maksud utama maka sama sekali tidak mengurangi pahala jihad fi
sabiilillah. Akan tetapi orang arab badui ini sama sekali tidak mau mengambil
ghonimah perang serta mengembalikannya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bahkan mengutarakan dengan tegas niat tulusnya untuk berjihad yaitu agar
mati syahid dan masuk surga. Cita-citanya adalah meninggal dalam keadaan
lehernya ditembusi oleh anak panah musuh. Tatkala niatnya tulus dan ikhlash
maka Allahpun mewujudkan cita-citanya.
Ini
merupakan pelajaran berharga bagi kita, betapa butuhnya kita terhadap niat yang
tulus dan ikhlash agar cita-cita kita terwujudkan. Betapa banyak program dakwah
dan cita-cita kita yang kandas dan tidak terwujud… bahkan setelah melalui
perjalanan yang panjang serta pengorbanan harta waktu dan tenaga…!!! Mungkinkah
karena niat kita yang tidak tulus..?? masih ternodai dengan penyakit cinta
popularitas..???. Sudah saatnya kita menginstropeksi diri sebelum terlambat…
sebelum hilang kesempatan untuk memperbaiki.
Keenam
: Ikhlas merupkan sebab dikabulkannya doa dan dihilangkannya kesulitan
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
خَرَجَ
ثَلاَثَةٌ يَمْشُونَ فَأَصَابَهُمْ الْمَطَرُ فَدَخَلُوا في غَارٍ في جَبَلٍ فَانْحَطَّتْ عليهم صَخْرَةٌ قال فقال بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ادْعُوا اللَّهَ بِأَفْضَلِ عَمَلٍ عَمِلْتُمُوهُ فقال أَحَدُهُمْ اللهم إني كان لي أَبَوَانِ شَيْخَانِ كَبِيرَانِ فَكُنْتُ أَخْرُجُ فَأَرْعَى ثُمَّ أَجِيءُ فَأَحْلُبُ فَأَجِيءُ بِالْحِلَابِ فَآتِي بِهِ أَبَوَيَّ فَيَشْرَبَانِ ثُمَّ أَسْقِي الصِّبْيَةَ وَأَهْلِي وَامْرَأَتِي فَاحْتَبَسْتُ لَيْلَةً فَجِئْتُ فإذا هُمَا نَائِمَانِ قال فَكَرِهْتُ أَنْ أُوقِظَهُمَا وَالصِّبْيَةُ يَتَضَاغَوْنَ عِنْدَ رِجْلَيَّ فلم يَزَلْ ذلك دَأْبِي وَدَأْبَهُمَا حتى طَلَعَ الْفَجْرُ اللهم إن كُنْتَ تَعْلَمُ أَنِّي فَعَلْتُ ذلك ابْتِغَاءَ
وَجْهِكَ
فَافْرُجْ عَنَّا فُرْجَةً نَرَى منها السَّمَاءَ قال فَفُرِجَ عَنْهُمْ وقال الْآخَرُ اللهم إن كُنْتَ تَعْلَمُ أَنِّي كنت أُحِبُّ امْرَأَةً من بَنَاتِ عَمِّي كَأَشَدِّ ما يُحِبُّ الرَّجُلُ النِّسَاءَ فقالت لَا تَنَالُ ذلك منها حتى تُعْطِيَهَا مِائَةَ دِينَارٍ فَسَعَيْتُ فيها حتى جَمَعْتُهَا فلما قَعَدْتُ بين رِجْلَيْهَا قالت اتَّقِ اللَّهَ ولا تَفُضَّ الْخَاتَمَ إلا بِحَقِّهِ فَقُمْتُ وَتَرَكْتُهَا فَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنِّي فَعَلْتُ ذلك ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَافْرُجْ عَنَّا فُرْجَةً قال فَفَرَجَ عَنْهُمْ الثُّلُثَيْنِ وقال الْآخَرُ اللهم إن كُنْتَ تَعْلَمُ أَنِّي اسْتَأْجَرْتُ أَجِيرًا بِفَرَقٍ من ذُرَةٍ فَأَعْطَيْتُهُ وَأَبَى ذَاكَ أَنْ يَأْخُذَ فَعَمَدْتُ إلى ذلك الْفَرَقِ فَزَرَعْتُهُ حتى اشْتَرَيْتُ منه بَقَرًا وَرَاعِيهَا ثُمَّ جاء فقال يا عَبْدَ اللَّهِ أَعْطِنِي حَقِّي فقلت انْطَلِقْ إلى تِلْكَ الْبَقَرِ وَرَاعِيهَا فَإِنَّهَا لك فقال أَتَسْتَهْزِئُ بِي قال فقلت ما أَسْتَهْزِئُ بِكَ وَلَكِنَّهَا لك اللهم إن كُنْتَ تَعْلَمُ أَنِّي فَعَلْتُ ذلك ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَافْرُجْ عَنَّا فَكُشِفَ عَنْهُمْ
“Tiga
orang (dari orang-orang terdahulu sebelum kalian) keluar berjalan lalu turunlah
hujan menimpa mereka, maka mereka lalu masuk ke dalam gua di sebuah gunung.
Lalu jatuhlah sebuah batu (dari gunung hingga menutupi mulut gua), lalu
sebagian mereka berkata kepada yang lainnya, “Berdoalah kepada Allah dengan
amalan yang terbaik yang pernah kalian amalkan!”. Maka salah seorang diantara
mereka berkata, “Ya Allah aku memiliki dua orangtuaku yang telah tua (dan aku
memiliki anak-anak kecil), (pada suatu waktu) aku keluar untuk menggembala lalu
aku kembali, lalu aku memerah susu lalu aku datang membawa susu kepada mereka
berdua lalu mereka berdua minum kemudian aku memberi minum anak-anakku,
keluargaku, dan istriku. Pada suatu malam aku tertahan (terlambat) dan ternyata
mereka berdua telah tertidur (maka akupun berdiri di dekat kepala mereka berdua
aku tidak ingin membangunkan mereka berdua dan aku tidak ingin memberi minum
anak-anakku), maka aku tidak ingin membangunkan mereka berdua padahal
anak-anakku berteriak-teriak menangis di kedua kakiku (dan aku tetap diam di
tempat dan gelas berada di tanganku, aku menunggu mereka berdua bangun dari
tidur mereka) dan demikian keadaannya hingga terbit fajar. Ya Allah jika Engkau
mengetahui bahwasanya aku melakukan hal itu karena mengharap wajahMu maka bukalah bagi kami
celah hingga kami bisa melihat langit”, maka dibukakan celah bagi mereka. Orang
yang kedua berkata, “Yaa Allah Engkau sungguh telah mengetahui bahwasanya aku
pernah mencintai seorang wanita salah seorang putri-putri pamanku, aku sangat
mencintainya. Akan tetapi ia berkata : “Engkau tidak akan bisa meraih cintanya
hingga engkau memberikan kepadanya seratus keping dinar”. Maka akupun berusaha
hingga aku berhasil mengumpulkan uang dinar tersebut. Tatkala aku telah duduk
di antara dua kakinya (untuk menzinahinya-pen) maka iapun berkata, “Bertakwalah
engkau kepada Allah, dan janganlah engkau pecahkan (buka) cincin kecuali dengan
haknya”. Maka akupun pergi meninggalkannya. Ya Allah jika Engkau mengetahui
bahwasanya aku melakukan hal itu karena mengharap wajahMu maka bukalah bagi kami
celah hingga kami bisa melihat langit. Maka Allah pun membuka dua pertiga celah
(namun mereka belum bisa keluar-pen).
Orang
yang ketiga berkata, “Yaa Allah Engkau sungguh telah mengetahui bahwasanya aku
pernah menyewa seorang pekerja dengan upah tiga soo’ jagung (sekitar 9 kg
jagung-pen), akupun memberikannya kepadanya akan tetapi ia enggan untuk
menerimanya. Maka akupun mengolah upahnya tersebut maka akupun menanam jagung
tersebut hingga akhirnya hasilnya aku gunakan untuk membeli sapi-sapi dan para
penggembalanya. Kemudian iapun datang dan berkata kepadaku, Wahai Abdullah
(fulan) bayarlah upahku!”. Aku berkata, “Pergilah engkau ke sapi-sapi itu dan
para penggembalanya , seluruhnya adalah milikmu”. Ia berkata, “Apakah engkau
memperolok-olok aku?”. Aku berkata, “Aku tidak sedang memperolok-olokmu, akan
tetapi semuanya itu benar-benar milikmu”. Ya Allah jika Engkau mengetahui
bahwasanya aku melakukan hal itu karena mengharap wajahMu maka bukalah celah
bagi kami”. Maka terbukalah pintu gua dari batu tersebut. (HR Al-Bukhari no
2102)
Perhatikanlah
ketiga orang tersebut berusaha mencari amalan sholeh yang merupakan amalan
terbaik mereka dan amalan yang bisa mereka harapkan untuk menghilangkan kesulitan
yang mereka hadapi. Dan sungguh amalan yang mereka lakukan merupakan amalan
yang berat dan sangat tinggi nilainya di sisi Allah. Akan tetapi mereka bertiga
sadar bahwasanya betapapun besar amalan yang mereka lakukan maka tidak akan
bisa bermanfaat dan tidak akan bisa membebaskan mereka dari kesulitan kecuali
jika amalan tersebut dikerjakan ikhlash karena Allah. Oleh karenanya tatkala
berdoa dan memohon kepada Allah mereka berkata, “Yaa Allah jika Engkau
mengetahui bahwasanya amalanku ini ikhlash karena mengaharap wajahmu…“
Karenanya
-para pembaca yang budiman- yakinlah bahwasanya ikhlash merupakan salah satu
sebab terbesar yang bisa mengangkat kerendahan dan keterpurukan yang sedang
menimpa umat Islam. Sungguh umat ini tidak akan jaya kecuali berkat doa
orang-orang yang ikhlash. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إنما
يَنْصُرُ الله هذه الْأُمَّةَ بِضَعِيفِهَا بِدَعْوَتِهِمْ وَصَلَاتِهِمْ وَإِخْلَاصِهِمْ
“Sesungguhnya
Allah hanyalah menolong umat ini dengan sebab oarng-orang lemah mereka, yaitu
dengan doa mereka, sholat mereka, dan keikhlasan mereka” (HR An- Nasaai no
3178, dishahihkan oleh Albani)
Ketujuh
: Keikhlasan memperbanyak ganjaran pahala seseorang
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
صَلاَةُ
الرَّجُلِ تَطَوُّعاً حَيْثُ لاَ يَرَاهُ النَّاسُ تَعْدِلُ صَلاَتَهُ عَلَى أَعْيُنِ النَّاسِ خَمْساً وَعِشْرِيْنَ
“Sholat
sunnahnya seseorang yang dikerjakan tanpa dilihat oleh manusia niainya sebanding
dengan dua puluh lima sholat sunnahnya yang dilihat oleh mata-mata manusia” (HR Abu Ya’la dalam
musnadnya dan dishahihkan oleh Albani dalam As-Shahihah pada penjelasan hadits
no 3149)
Dalam
hadits yang lain Rasulullah bersabda :
تَطَوُّعُ الرَّجُلِ فِي بَيْتِهِ يَزِيْدُ عَلَى تَطَوُّعِهِ عِنْدَ النَّاسِ، كَفَضْلِ صَلاَةِ الرَّجُلِ فِي جَمَاعَةٍ عَلَى صَلاَتِهِ وَحْدَهُ
“Sholat
sunnahnya seseorang di rumahnya lebih bernilai dari pada sholat sunnahnya di
hadapan manusia, sebagaimana keutamaan sholat seseorang bersama jama’ah
dibandingkan jika ia sholat munfarid (tidak berjamaah)” (Hadits ini dishahihkan
oleh Albani dalam as-Shahihah no 3149)
Hadits
ini menegaskan bahwasanya semakin ikhlas amalan seseorang –yaitu hanya Allah
yang mengetahuinya- maka semakin besar ganjarannya di sisi Allah. Tentunya
amalan yang tersembunyi dari pandangan manusia lebih dekat kepada keikhlasan
dan lebih jauh dari riyaa’ dan ujub. Oleh karenanya sedekah yang dikeluarkan
secara tersembunyi lebih tinggi nilainya dari pada sedekah yang dikeluarkan di
hadapan manusia. Nabi shallallahu ‘aliahi wa sallam bersabda;
صَدَقَةُ السِّرِّ تُطْفِئُ غَضَبَ الرَّبِّ
“Sedekah
yang dikeluarkan secara sembunyi-sembunyi memadamkan kemurkaan Allah” (Dishahihkan oleh
Syaikh Albani dalam as-Shahihah no 1908)
Kedelapan
: Ikhlash merupakan sebab menangnya orang yang lemah atas orang yang kuat
Allah
berfirman :
لَقَدْ
رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا (١٨)وَمَغَانِمَ كَثِيرَةً يَأْخُذُونَهَا وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا (١٩
Sesungguhnya
Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia
kepadamu di bawah pohon, Maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka
lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi Balasan kepada mereka dengan
kemenangan yang dekat (waktunya), serta harta rampasan yang banyak yang dapat
mereka ambil. dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS Al-Fath 18-19)
Syaikh
Muhammad Al-Amiin As-Syinqithi berkata, “Tatkala Allah Azza wa Jalla mengetahui
keikhlasan yang sempurna dari para sahabat yang melakukan bai’at ridwan… maka
diantara buah dari keikhlasan tersebut adalah apa yang disebutkan oleh Allah
dalam firmanNya
وَأُخْرَى لَمْ تَقْدِرُوا عَلَيْهَا قَدْ أَحَاطَ اللَّهُ بِهَا وَكَانَ اللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرًا (٢١
Dan
(telah menjanjikan pula kemenangan-kemenangan) yang lain (atas negeri-negeri)
yang kamu belum dapat menguasainya yang sungguh Allah telah menentukan-Nya. dan
adalah Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (QS Al-Fath 21).
Maka
Allah menjelaskan dalam ayat ini bahwasanya mereka (para sahabat-pen) tidak
mampu (menaklukkan negeri-negeri tersebut seperti Persia dan Rumawi-pen) dan
bahwasanya Allah menguasai negeri-negeri tersbut maka Allah pun menjadikan para
sahabat mampu untuk menaklukkan negeri-negeri tersebut. Hal ini merupakan buah
dari kuatnya keimanan mereka dan kokohnya keikhlasan mereka. Maka ayat di atas
menunjukkan bahwasanya keikhlasan kepada Allah dan kekuatan iman kepada Allah
adalah sebab mampunya si lemah untuk menguasai dan mengalahkan si kuat.
كَمْ
مِنْ فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللَّهِ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ
Berapa
banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak
dengan izin Allah. dan Allah beserta orang-orang yang sabar “ (Adwaaul Bayaan
3/51-52)
Kesembilan : Orang yang ikhlash adalah orang yang paling bahagia dalam meraih syafa’at Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari kiamat kelak
عن أبي هريرة قال : يا رَسُولَ اللَّهِ من أَسْعَدُ الناس بِشَفَاعَتِكَ يوم الْقِيَامَةِ قال رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم لقد ظَنَنْتُ يا أَبَا هُرَيْرَةَ أَنْ لَا يَسْأَلُنِي عن هذا الحديث أَحَدٌ أَوَّلُ مِنْكَ لِمَا رأيت من حِرْصِكَ على الحديث أَسْعَدُ الناس بِشَفَاعَتِي يوم الْقِيَامَةِ من قال لَا إِلَهَ إلا الله خَالِصًا من قَلْبِهِ
Dari
Abu Huroiroh radhiallahu ‘anhu, ia berkata, “Wahai
Rasulullah, siapakah yang paling berbahagia dengan syafa’atmu pada hari
kiamat?”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Aku telah menyangka
bahwasanya tidak ada seorangpun yang mendahuluimu bertanya kepadaku tentang
hadits ini, karena aku melihat semangatmu dalam mencari hadits. Orang yang
paling berbahagia dengan syafa’atku pada hari kiamat adalah orang yang
mengucapkan Laa ilaah ilallaah ikhlash dari hatinya” (HR Al-Bukhari
no 99)
Ibnu
Taimiyyah berkata, “Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan
bahwasanya orang yang paling berhak memperoleh syafa’at Nabi pada hari kiamat
adalah orang yang paling tinggi tauhid dan keikhlasannya” (Majmuu’ Al-Fataawaa
1/212)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar