kategori-akhlak

Rabu, 11 Desember 2013

Kisah ketiga : Ibnu Taimiyyah dan Al-Bakri



Abul Hasan Nuurudiin Al-Bakri adalah salah seorang tokoh sufi yang membolehkan beristighotsah kepada Nabi setelah wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang pemikirannya telah dibantah oleh Ibnu Taimiyyah dalam kitabnya “Al-Istighootsah fi Ar-Rod ‘alaa Al-Bakriy”. Al-Bakri telah menyatakan bahwa Ibnu Taimiyyah adalah seorang zindiiq bahkan terkadang ia mengkafirkan Ibnu Taimiyyah. Bahkan ia bersama pengikutnya telah mengeroyok untuk memukul Ibnu Taimiyyah. Tatkala orang-orang semakin banyak berkumpul melihat pengkeroyokan tersebut maka Al-Bakry pun kabur karena ketakutan. Akhirnya datanglah banyak orang dan juga tentara kepada Ibnu Taimiyyah meminta izin kepada beliau untuk menghukumi Al-Bakri akibat perbuatannya. Akan tetapi Ibnu Taimiyyah berkata, “Aku tidak mau membela diriku”. Akan tetapi mereka tetap ngotot agar menghukumi perbuatan Al-Bakri. Akhirnya Ibnu Taimiyyah berkata, “Kalau bukan hak menghukuminya merupakan hak saya, atau merupakan hak kalian atau merupakan hak Allah. Jika hak tersebut adalah hak saya maka Al-Bakriy telah saya maafkan, dan jika hak menghukum adalah hak kalian maka jika kalian tidak mendengar nsehatku maka jangan meminta fatwa kepadaku, dan silahkan kalian melakukan apa yang kalian kehendaki. Dan jika hak adalah milik Allah maka Allah akan mengambil hakNya sesuai kehendakNya dan kapan saja Ia kehendaki”.

Maka tatkala kerajaan mencari-cari Al-Bakry untuk dihukum maka Al-Bakriy pun lari dan bersembunyi di rumah Ibnu Taimiyyah –tatkala beliau bermukim di Mesir- hingga akhirnya Ibnu Taimiyyah member syafaat agar Raja mengampuni Al-Bakriy, dan akhirnya iapun dimaafkan” (Silahkan lihat kisah ini di Al-Bidaayah wa An-Nihaayah 14/76 (tahqiq Ahmad Fatiih, cet pertama, daarul hadiits Al-Qoohiroh) dan Adz-Dzail ‘alaa Tobaqoot Al-Hanaabilah 2/400)

Para pembaca yang budiman… sungguh akhlaq yang sangat mulia dari Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah. Tatkala tiba kesempatan baginya untuk membalas dendam justru ia malah memaafkan musuh-musuhnya dari kalangan Ahlul Bid’ah. Hal ini bahkan telah dipersaksikan dan diakui oleh musuh-musuhnya. Diantaranya ada yang berkata,

مَا رَأَيْنَا مِثْلَ ابْنِ تَيْمِيَّةَ، حرَّضنَا عَلَيْهِ فَلَمْ نَقْدِرْ عَلَيْهِ، وقَدِرَ عَلَينَا فَصَفَحَ عَنَّا، وَحَاجَجَ عَنَّا

“Kami tidak pernah melihat seorangpun seperti Ibnu Taimiyyah, kami berusaha untuk mengganggunya namun kami tidak mampu untuk menjatuhkannya, dan tatkala ia mampu untuk menjatuhkan kami maka iapun memaafkan kami bahkan membela kami” (Ini merupakan perkataan Ibnu Makhluuf, silahkan lihat Al-Bidaayah wa An-Nihaayah 18/95 tahqiq At-Turki)
Itulah Ibnu Taimiyyah yang berjiwa besar, mengambil tindakan bukan dengan hawa nafsunya, akan tetapi dengan dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah. Hal ini tidak mungkin bisa dilakukan kecuali oleh seseorang yang telah mengumpulkan keyakinan yang tinggi akan janji Allah dan kesabaran. Karena dengan dua sikap inilah (yakin dan sabar) maka seseorang akan meraih kepemimpinan dalam agama, sebagaimana yang telah diraih oleh Ibnu Taimiyyah. Beliu berkata dalam kalimat emasnya;

بِالصَّبْرِ وَالْيَقِيْنِ تُنَالُ الإِمَامَةُ فِي الدِّيْنِ

“Dengan kesabaran dan keyakinan maka akan diraih kepimimpinan dalam agama” (Al-Mustadrok ‘alaa Majmuu’ Al-Fataawaa 1/145)

Allah telah berfirman

وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ

Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar dan adalah mereka meyakini ayat-ayat kami (As-Sajdah ayat 24)
Para pembaca yang budiman… sungguh merupakan perkara yang sangat menyedihkan tatkala kita melihat diri kita atau sebagian kita yang sangat jauh dari akhlak orang yang kita kagumi ini yaitu Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah, yang seluruh hidupnya ia korbankan demi menegakkan aqidah dan manhaj salaf. Sungguh hati ini merasa sedih dan tersayat tatkala melihat sebagian kita mencela dan menghabisi sebagian yang lain diantara ahlus sunnah… lihatlah sikap Ibnu Taimiyyah terhadap Ahlul bid’ah yang memusuhi beliau… bahkan mengkafirkan beliau… bahkan mengroyok beliau…, ini sikap beliau terhadap Ahlul Bid’ah, bagaimana lagi sikap terhadap sesame ahlus sunnah. Ya Allah Engkau Maha Tahu bahwasanya kami para dai jauh dari sikap dan akhlaq tersebut, maka ampunilah kami Yaa Gofuur Yaa Rohiim.

Apa yang saya tuliskan ini bukan berarti saya mengingkari praktek hajr terhadap pelaku maksiat ataupun kepada ahlul bid’ah… semuanya tetap berlaku dengan menimbang antara maslahat dan mudhorot sebagaimana telah saya jelaskan dalam tulisan-tulisan saya yang lalu. Allahul Musta’aan (Silahkan lihat kembali http://www.firanda.com/index.php/artikel/manhaj/97-salah-kaprah-tentang-hajr-boikot-terhadap-ahlul-bidah-seri-2-hajr-bukan-merupakan-ghoyah-tujuan-akan-tetapi-merupakan-wasilah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar