kategori-akhlak

Kamis, 12 Desember 2013

Keterikatan Hati Antar Sesama Muslim



Keterikatan hati merupakan salah satu karakter paling menonjol yang dimiliki oleh Golongan Yang Selamat -Ahlus Sunnah wal Jama’ah- Oleh sebab itu apabila muncul perselisihan di antara mereka yang bersumber dari ijtihad dalam berbagai perkara ijtihadiyah maka hal itu tidaklah membangkitkan rasa dengki, permusuhan ataupun kebencian di antara mereka. Akan tetapi mereka meyakini bahwasanya mereka adalah bersaudara meskipun terjadi perselisihan ini di antara mereka. Sampai-sampai salah seorang di antara mereka mau shalat di belakang imam yang menurutnya dalam status tidak wudhu sementara si imam berpendapat bahwa dirinya masih punya status wudhu.

Atau contoh lainnya adalah orang yang tetap mau shalat bermakmum kepada imam yang baru saja memakan daging onta. Si imam berpendapat bahwa hal itu tidak membatalkan wudhu. Sedangkan si makmum berpendapat bahwa hal itu membatalkan wudhu. Namun dia tetap berkeyakinan bahwa shalat bermakmum kepada imam tersebut adalah sah. Walaupun seandainya jika dia sendiri yang shalat maka dia menilai shalatnya dalam keadaan seperti itu tidak sah. Ini semua bisa terwujud karena mereka memandang bahwa perselisihan yang bersumber dari ijtihad dalam persoalan yang diijinkan untuk ijtihad pada hakikatnya bukanlah perselisihan. Alasannya adalah karena masing-masing individu dari dua orang yang berbeda pendapat ini sudah berusaha mengikuti dalil yang harus diikuti olehnya dan dia tidak boleh untuk meninggalkannya. Oleh sebab itu, apabila mereka melihat saudaranya berbeda pendapat dengannya dalam suatu perbuatan karena mengikuti tuntutan dalil maka sebenarnya saudaranya itu telah sepakat dengan mereka, karena mereka mengajak untuk mengikuti dalil dimanapun adanya. Sehingga apabila dengan menyelisihi mereka itu menjadikan dirinya sesuai dengan dalil yang ada (dalam pandangannya), maka pada hakikatnya dia telah bersepakat dengan mereka, karena dia sudah meniti jalan yang mereka serukan dan tunjukkan yaitu keharusan untuk berhukum dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dan terjadinya perbedaan pendapat dalam masalah-masalah seperti ini di kalangan para sahabat tidaklah tersembunyi di kalangan banyak ulama, bahkan sudah ada juga di jaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan ternyata tidak ada seorangpun di antara mereka yang bersikap keras kepada yang lainnya. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pulang dari perang Ahzab dan Jibril datang kepada beliau menyuruh beliau agar memberangkatkan para sahabat ke Bani Quraizhah yang telah membatalkan perjanjian. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berpesan kepada para sahabatnya, “Janganlah kalian shalat ‘Ashar kecuali di Bani Quraizhah.” (HR. Bukhari dan Muslim), maka mereka berangkat dari Madinah menuju Bani Quraizhah namun di tengah perjalanan mereka waktu shalat ‘Ashar sudah hampir habis. Di antara mereka ada yang mengakhirkan shalat ‘Ashar sampai tiba di Bani Quraizhah sesudah keluar waktu. Mereka beralasan karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Janganlah kalian shalat ‘Ashar kecuali di Bani Quraizhah.” Dan ada juga di antara mereka yang mengerjakan shalat pada waktunya. Mereka ini mengatakan bahwa yang dimaksud oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam ialah perintah agar mereka bersegera berangkat ke sana dan bukan bermaksud agar kita mengakhirkan shalat di luar waktunya -dan mereka inilah yang benar- akan tetapi meskipun demikian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak bersikap keras terhadap salah satu di antara kedua kelompok tersebut. Dan hal itu tidaklah membuat mereka memusuhi dan membenci shahabat lain semata-mata karena perbedaan mereka dalam memahami dalil ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar