Tanya
: Mohon
untuk dijelaskan tentang hukum-hukum memohon pertolongan (isti’anah) dan
memohon perlindungan (isti’adzah)
dalam syari’at Islam. Terima kasih.
Jawab
: Isti’anah adalah memohon
pertolongan. Bentuk isti’anah
ada beberapa macam :
Pertama
:
Memohon
pertolongan kepada Allah, yaitu permohonan yang mengandung kerendahan diri yang
sempurna dari seorang hamba kepada Rabb-nya, menyerahkan semua urusan kepada-Nya
dan meyakini hanya Dia-lah yang bisa mencukupinya. Isti’anah semacam ini tidak boleh
diperuntukkan kecuali hanya kepada Allah.
Dalilnya
adalah firman Allah :
إِيّاكَ
نَعْبُدُ وإِيّاكَ نَسْتَعِينُ
”Hanya kepada Engkaulah kami
menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami minta pertolongan (isti’anah)”
[QS. Al-Fatihah : 5].
Hal
yang menunjukkan pengkhususan (isti’anah
kepada Allah) dalam ayat ini adalah didahulukannya objek penderita yang berupa
kata [إِيّاكَ]. Dalam tata bahasa Arab mendahulukan sesuatu yang semestinya
diakhirkan menunjukkan pembatasan dan pengkhususan. Oleh karena itu,
barangsiapa yang memalingkan hal
tersebut kepada selain Allah maka ia telah berbuat kemusyrikan yang dapat
menjadikannya keluar dari agama.
Kedua
:
Memohon pertolongan kepada makhluk yang ia mampu untuk melakukan. Ini
tergantung macam pertolongan yang ia minta. Jika dalam kebaikan maka hal
tersebut diperbolehkan bagi yang minta tolong dan dianjurkan bagi yang
menolong, berdasarkan firman Allah :
وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرّ وَالتّقْوَىَ
”Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa” [QS. Al-Maaidah : 2].
Jika
pertolongan tersebut dalam kemaksiatan maka keduanya mendapat dosa berdasarkan
firman Allah :
وَلاَ
تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Dan
jangan tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan” [QS. Al-Maidah : 2].
Apabila
pertolongan tersebut terhadap sesuatu yang mubah,
maka dibolehkan bagi kedua belah pihak dan mungkin si penolong mendapatkan
pahala atas kebaikan yang ia lakukan untuk orang lain. Bagi yang dimintai
pertolongan dianjurkan syara’
untuk menolong berdasarkan firman Allah ta’ala :
َأَحْسِنُوَاْ إِنّ اللّهَ يُحِبّ الْمُحْسِنِينَ
”Berbuat
baiklah, sesungguhnya Allah senang terhadap orang-orang yang berbuat baik” [QS. Al-Baqarah :
195].
Ketiga
:
Memohon
pertolongan kepada makhluk hidup yang ada di hadapannya, tapi tidak mampu
memberikan pertolongan. Ini jelas suatu kesia-siaan karena dia tidak memiliki
kuasa. Hal ini seperti halnya orang yang meminta tolong kepada orang yang lemah
untuk mengangkat beban yang berat.
Keempat
:
Memohon
pertolongan kepada orang mati secara mutlak atau kepada orang hidup dalam
masalah ghaib, dimana ia tidak mampu melakukannya. Ini jelas syirik, karena hal
tersebut terjadi dari keyakinan bahwa orang yang dimintai pertolongan tersebut
memiliki kemampuan yang luar biasa di alam ini.
Kelima
:
Menjadikan
amal shalih dan hal-hal yang dicintai Allah sebagai penolong. Hal seperti ini
dianjurkan berdasarkan perintah Allah dalam firman-Nya :
اسْتَعِينُواْ بِالصّبْرِ وَالصّلاَةِ
“Jadikanlah
sabar dan shalat sebagai penolongmu” [QS. Al-Baqarah : 153].
Adapun
Isti’adzah
artinya memohon perlindungan dan penjagaan dari hal yang dihindari. Isti’adzah ada
beberapa macam :
Pertama
:
Isti’adzah (mohon perlindungan)
kepada Allah yang mengandung sikap membutuhkan benar-benar, hanya kepadanya
tempat bergantung, hanya Dia yang mencukupi segala sesuatu serta hanya Dia
tempat berlindung yang sempurna dari segala sesuatu yang sedang atau akan
terjadi, kecil atau besar. Baik datang dari manusia atau yang lainnya.
Berdasarkan firman Allah :
قُلْ
أَعُوذُ بِرَبّ الْفَلَقِ * مِن شَرّ مَا خَلَقَ
”Katakanlah
: Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai shubuh, dari kejahatan
makhluk-Nya”
[QS. Al-Falaq : 1-2].
Dan
juga firman-Nya :
قُلْ
أَعُوذُ بِرَبّ النّاسِ * مَلِكِ النّاسِ * إِلَـَهِ النّاسِ * مِن شَرّ الْوَسْوَاسِ الْخَنّاسِ * الّذِى يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النّاسِ * مِنَ الْجِنّةِ وَالنّاسِ
”Katakanlah
: Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia, Raja
manusia, Sembahan manusia, dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi,
yang membisikkan (kejahatan) ke dada manusia. Dari (golongan) jin dan manusia” [QS. A-Naas : 1-6].
Kedua
:
Mohon
perlindungan kepada Allah dengan sifat-Nya, seperti kalam-Nya, kemuliaan-Nya,
keagungan-Nya, atau semisalnya; berdasarkan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam
:
أَعُوذُ
بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَق
“Aku
berlindung kepada kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan
makhluk-Nya”
[Diriwayatkan oleh Muslim no. 2708].
Dan
juga sabda beliau :
أَعُوذُ
بِعِظْمَتِكَ أَنْ أَغتَال مِنْ تَحْتِي
“Aku
berlindung dengan keagungan-Mu dari terbinasakan dari arah bawahku” [Diriwayatkan oleh
Ahmad 2/25 dan An-Nasa’i 8/677).
Dan
dalam doa ketika sakit :
أَعُوذُ
بِعِزَّةِ اللهِ وقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِد
“Aku
berlindung dengan keagungan dan kekuasaan Allah dari keburukan yang aku temui” [Diriwayatkan oleh
Ahmad 4/217, Abu Dawud no. 3891, dan Ibnu Majah no. 2522].
Dan
sabda beliau yang lain :
أَعُوذُ
بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ
“Aku
berlindung dengan ridla-Mu dari kemurkaan-Mu” [Diriwayatkan oleh Muslim no.
486].
Sabda
Nabi shallallaahu
‘alaihi wasallam ketika turun ayat :
قُلْ
هُوَ الْقَادِرُ عَلَىَ أَن يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عَذَاباً مّن فَوْقِكُمْ أَوْ مِن تَحْتِ أَرْجُلِكُمْ أَوْ يَلْبِسَكُمْ شِيَعاً وَيُذِيقَ بَعْضَكُمْ بَأْسَ بَعْضٍ
“Katakanlah
: Dialah yang bekuasa untuk menimpakan adzab kepadamu, dari atas kamu atau dari
bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu ke dalam golongan-golongan (yang saling
bertentangan) dan merasakan kepada sebahagian kamu keganasan sebahagian yang
lain”
(QS. Al-An’am : 65);
maka
beliau bersabda :
أَعُوذُ بِوَجْهِكَ
“Aku
berlindung dengan Wajah-Mu”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Kitaabul-I’tisham,
bab firman Allah : Atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan yang
saling bertentangan – no. : 6883].
Ketiga
:
Mohon
perlindungan kepada orang mati atau hidup yang tidak hadir di hadapannya dan
tidak mampu memberikan perlindungan. Ini termasuk syirik, berdasarkan firman
Allah :
وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْإِنسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقاً
“Dan
bahwasannya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan
kepada beberapa laki-laki di antara jin-jin, maka jin-jin itu menambah bagi
mereka dosa dan kesalahan”
[QS. Al-Jin : 6].
Keempat
:
Memohon
perlindungan kepada sesuatu yang mungkin dapat dijadikan tempat berlindung,
baik manusia, tempat, atau yang lainnya. Hal ini diperbolehkan berdasarkan
sabda Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam ketika menyebut fitnah :
من تشرف لها تستشرفه فمن وجد فيها ملجأ أو معاذا فليعذ به
“Barangsiapa
yang mencari-carinya ia akan terjerat olehnya dan barangsiapa yang mendapat
tempat berlindung atau berteduh maka hendaklah ia berlindung dengannya” [Muttafaqun ‘alaihi].
Dan
Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam menjelaskan bentuk perlindungan ini dengan
sabdanya :
فمن
كان له إبل فليلحق بإبله
“Siapa
yang yang memiliki onta, maka hendaklah menggunakan ontanya” [Diriwayatkan oleh
Muslim no. 2887].
Dalam
Shahih Muslim
disebutkan dari Jabir, bahwa seorang wanita dari Bani Makhzum melakukan
pencurian lalu dihadapkan kepada Nabi shallallaahu
‘alaihi wasallam, dan kemudian ia minta perlindungan kepada Ummu
Salamah [Diriwayatkan oleh Muslim, Kitaabul-Hudud,
bab “Pemotongan Tangan Pencuri Terhormat”].
Dalam
Shahih Muslim
juga dari Ummu Salamah, Nabi shallallaahu
‘alaihi wasallam bersabda :
يَعُوذُ
عَائِذ بِاْلبَيْتِ فَيَبْعَثُ إِلَيْهِ بَعْث
“Ada
orang yang berlindung dengan Ka’bah, lalu dikirimlah suatu utusan kepadanya” [Diriwayatkan oleh
Muslim no. 2882].
Jika
seseorang minta perlindungan dari kejahatan orang dhalim maka kita wajib melindunginya
sebatas kemampuan yang kita miliki. Akan tetapi jika dia minta perlindungan
untuk tujuan melakukan kemunkaran atau melarikan diri dari menunaikan
kewajibannya, maka haram bagi kita melindunginya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar