Allah
berfiman
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ
الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
Dia-lah
yang mengutus Rasulnya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia
memenangkannya di atas segala agama-agama, meskipun orang-orang musyrik benci.
[Ash Shaf:9]
Dalam
ayat ini, Allah memberikan nikmat kepada semua manusia dengan mengutus Rasul
dan Nabi terbaik kepada mereka dengan membawa sebaik-baik kitab dan risalahNya;
yang mencakup penjelasan antara yang haq dan bathil, ilmu yang bermanfaat, amal
shalih dan semua yang dibutuhkan oleh hamba demi kemaslahatannya di dunia dan
akhirat, agar Allah meninggikan di atas semua agama dengan hujjah (argumen) dan
penjelasan, dan agar Allah memenangkan orang-orang yang teguh melaksanakannya
dengan pedang dan panah.
Allah
memerintahkan kepada kaum mukminin agar berpegang teguh dengan agama yang benar
dan manhaj yang jelas ini, dalam semua urusan mereka, supaya mendapatkan
kebahagiaan di dunia dan akhirat. Allah memperingatkan kepada mereka agar tidak
berpaling atau berpegang dengan agama yang lain. Allah Azza wa Jalla berfirman.
اتَّبِعُوا مَآأُنزِلَ إِلَيْكُم مِّن رَّبِّكُمْ
وَلاَتَتَّبِعُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَآءَ قَلِيلاً مَاتَذَكَّرُونَ
Ikutilah
apa yang diturunkan kepadamu dari Rabb-mu dan janganlah kamu mengikuti
pemimpin-pemimpin selainNya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (dari
padanya). [Al A’raf :3].
Para
ahli tafsir mengatakan, yang dimaksud (dengan kata maa, Red) adalah Al Qur’an
dan Sunnah; karena ia sebagai penjelas dan tafsir bagi Al Qur’an.
Firman Allah :
Firman Allah :
وَلاَتَتَّبِعُوا
مِن دُونِهِ أَوْلِيَآءَ
dan
janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selainNya
Maksudnya
ialah janganlah kalian menjadikan mereka sebagai pemimpin dan mengikuti hawa
nafsu mereka dan meninggalkan al haq karenanya.
Banyak
dalil-dalil syara’, atsar dari para sahabat, para tabi’in dan para imam kaum
muslimin yang memotivasi agar berpegang teguh dengan wahyu dan petunjuk yang
dibawa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa membantahnya dengan perkataan
manusia, meskipun orang itu memiliki derajat dan kedudukan tinggi. Apalagi
sampai mendahulukan perkataan dan pendapat mereka daripada firman Allah Azza wa
Jalla dan sabda Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Bagi
setiap mukallaf, wajib untuk mengikuti kebenaran apabila jelas baginya tanpa
tergantung kepada seseorang dalam menerima kebenaran. Banyak nash-nash
(teks-teks) yang menunjukkan, bahwa jalan keselamatan bisa dicapai dengan
berpegang kepada kebenaran, bukan kepada pribadi-pribadi (tertentu, Red).
Berdasarkan dengan kebenaran, perkataan-perkataan dan pendapat-pendapat itu
ditimbang, sehingga menjadi jelas benar atau salahnya suatu perkataan dan
pendapat.
Adapun
bergantung kepada orang-orang tertentu, mengikuti perkataan, pendapat dan
ijtihad mereka kemudian langsung menerimanya tanpa melihat kesesuaiannya dengan
kebenaran yang dibawa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Allah, maka
demikian ini merupakan cara yang berbahaya dan bertentangan dengan petunjuk
Salafush Shalih.
Dikatakan
oleh Imam Syatibi, ”Menjadikan seseorang sebagai hakim, tanpa memandang
keberadaannya sebagai perantara hukum syar’i yang dituntut secara syar’i,
sesungguhnya merupakan kesesatan. Dan hujjah penentu dan hakim tertinggi adalah
syari’at, bukan yang lainnya. Kemudian kami katakan, demikianlah manhaj para
sahabat Rasulullah, dan siapa saja yang membaca sejarah dan nukilan-nukilan
dari mereka serta mempelajari keadaan mereka, pasti akan mengetahui hal ini
dengan ilmu yang yakin.”
Beliau
juga berkata,”Sungguh, kebanyakan orang tersesat akibat berpaling dari
dalil-dalil dan (kemudian) bergantung kepada manusia. Mereka keluar dari
(pemahaman, Pent) para sahabat dan tabi’in. Mereka memperturutkan hawa nafsu
dengan tanpa ilmu, sehingga keluar dari jalan yang lurus.”
Beliau
juga mengatakan, bahwa mengekor kepada pribadi-pribadi merupakan ciri orang
sesat.
DALIL-DALIL
WAJIBNYA BERPEGANG KEPADA KEBENARAN
Di bawah ini, terdapat beberapa dalil syari’i dan atsar-atsar tentang kewajiban berpegang teguh kepada kebenaran dan mengenyampingkan ketergantungan kepada pribadi-pribadi tertentu.
Di bawah ini, terdapat beberapa dalil syari’i dan atsar-atsar tentang kewajiban berpegang teguh kepada kebenaran dan mengenyampingkan ketergantungan kepada pribadi-pribadi tertentu.
Allah
berfirman,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَتُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ سَمِيعٌ عَلِيمُُ
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan RasulNya. Dan
bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui. [Al Hujurat:1].
Syaikh
Abdurrahman As Sa’di berkata,”Ayat ini memuat adab kepada Allah, RasulNya,
mengagungkan, menghormati serta memuliakanNya. Allah memerintahkan kepada kaum
mukminin dengan sesuatu yang menjadi konsekwensi keimanan mereka kepada Allah
dan RasulNya. Yaitu dengan menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi
laranganNya. Dan hendaknya mereka berjalan mengikuti perintah Allah, mengikuti
Sunnah Rasulullah n dalam semua urusan, tidak mendahului Allah dan RasulNya;
tidak mengatakan sesuatu, sehingga Allah mengatakannya. Mereka tidak
memerintahkan, sehingga Allah memerintahkannya.
Disini
juga terdapat larangan yang keras mendahulukan perkataan selain Rasulullah
daripada sabdanya. Apabila Sunnah Rasulullah telah jelas, maka wajib mengikuti
dan mendahulukannya daripada perkataan yang lainnya, siapapun juga.
Allah
berfirman.
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلاَّ رَسُولُُ قَدْ خَلَتْ مِن
قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِن مَّاتَ أَوْ قُتِلَ انقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَن
يَنقَلِبُ عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَن يَضُرَّ اللهَ شَيْئًا وَسَيَجْزِي اللهُ الشَّاكِرِينَ
Muhammad
itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya
beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke
belakang (murtad). Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat
mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan
kepada orang-orang yang bersyukur. [Ali Imran:144].
Syaikh
Abdurrahman As Sa’di mengatakan : “Dalam ayat yang mulia ini terdapat petunjuk
dari Allah untuk para hamba agar kokoh dalam satu kondisi, tidak goyah
keimanannya atau sebagian konsekwensi keimanannya akibat kevakuman pemimpin,
walaupun itu sulit. Dmikian ini tidak dapat direalisir, kecuali dengan
mempersiapkan semua urusan agama dengan sejumlah orang yang memiliki kemampuan.
Apabila hilang salah satunya, maka ada orang lain yang menggantikan. Dan
hendaknya semua kaum mukmin memiliki tujuan menegakkan agama Allah dan berjihad
semampunya. Dan hendaknya mereka tidak memiliki tendensi pemimpin tertentu,
dengan demikian semua urusan mereka menjadi stabil”.
Hadits
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ أَتَى النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكِتَابٍ أَصَابَهُ مِنْ بَعْضِ أَهْلِ الْكُتُبِ
فَقَرَأَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَغَضِبَ فَقَالَ أَمُتَهَوِّكُونَ
فِيهَا يَا ابْنَ الْخَطَّابِ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَدْ جِئْتُكُمْ بِهَا
بَيْضَاءَ نَقِيَّةً لَا تَسْأَلُوهُمْ عَنْ شَيْءٍ فَيُخْبِرُوكُمْ بِحَقٍّ فَتُكَذِّبُوا
بِهِ أَوْ بِبَاطِلٍ فَتُصَدِّقُوا بِهِ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ مُوسَى
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ حَيًّا مَا وَسِعَهُ إِلَّا أَنْ يَتَّبِعَنِي
Umar
bin Khathab (datang) kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sambil membawa
sebuah kitab yang ia dapatkan dari sebagian Ahli Kitab. Kemudian Nabi dibacakan
kitab tersebut. Nabi marah dan bersabda,”Apakah engkau merasa bingung dengan
apa yang ada di dalamnya, wahai putra Khathab? Demi Dzat, yang jiwaku berada di
tanganNya. Sungguh aku telah datang kepada kalian dengan membawa sesuatu yang
jelas. Janganlah kalian bertanya kepada Ahli Kitab tentang satu hal, karena
(mungkin, Red) mereka akan memberitahu kalian satu kebenaran, akan tetapi
kalian mendustakannya. Atau mereka mengabarkan satu kebatilan, akan tetapi
kalian percaya. Demi Dzat, yang jiwaku berada di tanganNya. Seandainya Musa
masih hidup, maka wajib baginya untuk mengikutiku. [HR Ahmad, Ibnu Abi Ashim,
dan dinyatakan hasan oleh Al Albani]
Dari
Anas bin Malik berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
لَا تَعْجَبُوا بِعَمَلِ أَحَدٍ حَتَّى تَنْظُرُوا
بِمَا يُخْتَمُ لَهُ فَإِنَّ الْعَامِلَ يَعْمَلُ زَمَانًا مِنْ دَهْرِهِ أَوْ بُرْهَةً
مِنْ دَهْرِهِ بِعَمَلٍ صَالِحٍ لَوْ مَاتَ عَلَيْهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ ثُمَّ يَتَحَوَّلُ
فَيَعْمَلُ عَمَلًا سَيِّئًا وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَعْمَلُ زَمَانًا مِنْ دَهْرِه بِعَمَلٍ
لَوْ مَاتَ عَلَيْهِ دَخَلَ النَّارَ ثُمَّ يَتَحَوَّلُ فَيَعْمَلُ عَمَلًا صَالِحًا
فَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدٍ خَيْرًا اسْتَعْمَلَهُ قَبْلَ مَوْتِهِ فَوَفَّقَهُ
لِعَمَلٍ صَالِحٍ
Janganlah
kalian merasa heran dengan amalan seseorang, sehingga kalian melihat amalan
akhir hayatnya, karena mungkin seseorang beramal pada suatu waktu dengan amalan
yang shalih, yang seandainya ia mati, maka ia masuk surga. Akan tetapi ia
berubah dan mengamal perbuatan yang jelek. Dan mungkin seseorang beramal pada
suatu waktu dengan suatu amalan jelek, yang seandainya ia mati, maka akan masuk
neraka. Akan tetapi ia berubah dan beramal dengan amalan shalih. Maka apabila
Allah menginginkan satu kebaikan kepada seorang hamba, Allah akan menunjukinya
sebelum ia meninggal dan memberikan taufik kepadanya untuk beramal shalih.
[Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Ashim dalam kitab As Sunnah 1/174. Syaikh Al Albani
mengatakan,”Sanadnya shahih]
Juga
dari beliau, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
لَا عَلَيْكُمْ أَنْ لَا تَعْجَبُوا بِأَحَدٍ حَتَّى
تَنْظُرُوا بِمَ يُخْتَمُ لَهُ
Janganlah
kalian merasa heran dengan seseorang sampai kalian mengetahui dengan amal apa
ia mengakhiri hidupnya. [Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Ashim, Syaikh Al Albani
mengatakan,”Sanadnya shahih.”]
Juga
dari beliau.
يَخْرُجُ فِيكُمْ أَوْ يَكُوْنُ فِيكُمْ قَوْمٌ
يَتَعَبَّدُونَ وَيَتَدَيَّنُوْنَ حَتَّى يُعْجِبُوكُم وَتُعْجِبُهُمْ أَنْفُسُهُمْ
يَمْرُقُونَ مِنْ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ
Akan
keluar atau akan ada pada kalian satu kaum yang beribadah dan taat beragama, sehingga
kalian merasa takjub dengan mereka dan mereka bangga dengan diri mereka. Mereka
keluar dari agama seperti keluarnya anak panah dari busurnya. [Dikeluarkan oleh
Ibnu Abi Ashim, Syaikh Al Albani mengatakan,”Sanadnya shahih.”]
`
TIGA HAL YANG MENGHANCURKAN AGAMA
Dari Umar bin Khathab, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
`
TIGA HAL YANG MENGHANCURKAN AGAMA
Dari Umar bin Khathab, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
ثَلاَثٌ يَهْدِمَنَّ الدِّيْنَ : زَلَّةُ عَالِمٍ
وَجِدَالُ مُنَافِقٍ بِالْقُرْآنِ وَأَئِمَّةٌ مُضِلَّوْنَ
Tiga
hal yang menghancurkan agama; kesalahan seorang ‘alim, perdebatan orang munafiq
dengan menggunakan Al Qur’an dan para imam yang menyesatkan. [Dikeluarkan oleh
Ibnu Abdil Barr dalam kitab Jami’ Bayan Ilmu Wa Fadlihi].
Dari
Abu Darda’, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
إِنَّ مِمَّا أَخْشَى عَلَيْكُمْ زَلَّةَ الْعَالِمِ
وَجِدَالَ الْمُنَافِقِ بِالْقُرْآنِ وَالْقُرْآنُ الْحَقُّ وَعَلَى الْقُرْآنِ مَنَارٌ
كَأَعْلاَمِ الطَّرِيْقِ
Sesungguhnya
diantara yang aku khawatirkan atas kalian, adalah kesalahan orang yang ‘alim,
perdebatan orang munafiq dengan Al Qur’an. Sementara Al Qur’an adalah sebuah
kebenaran, di atasnya ada cahaya seperti rambu-rambu bagi jalan. [Dikeluarkan
oleh Ibnu Abdil Barr dalam kitab Jami’ Bayan Ilmu Wa Fadlihi].
Dan
dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu, dia mengatakan,”Celakalah orang-orang yang
mengekor karena kesalahan-kesalahan orang ‘alim.” Beliau ditanya : “Bagaimana
itu bisa terjadi?” Ia berkata,”Seorang ‘alim berkata tentang sesuatu
berdasarkan pendapatnya, kemudian sang pengikut mendapatkan orang yang lebih
tahu tentang Rasulullah dari imamnya, tapi ia meninggalkan perkataan orang yang
lebih tahu tersebut, kemudian pengikut itu berlalu.”
Ali
bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu berkata,”Janganlah kalian mengambil seseorang
sebagai tauladan, karena kadang seseorang beramal dengan amalan ahli surga,
kemudian ia berbalik karena ilmu Allah dan beramal dengan amalan ahli neraka,
kemudian ia mati, sehingga menjadi ahli neraka. Dan kadang seseorang beramal
dengan amalan ahli neraka, kemudian ia berbalik karena ilmu Allah dan beramal
dengan amalan ahli surga, kemudian ia mati, lalu ia menjadi ahli surga.
Kalaupun engkau harus mengikuti seseorang, maka ikutilah orang-orang yang sudah
mati bukan orang yang masih hidup. [Al Jami’, Ibnu Abdil Barr].
TAULADAN
TERBAIK
Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu berkata,”Ingatlah. Jangan sekali-kali salah seorang diantara kalian bertaqlid kepada seseorang dalam masalah agama; jika panutannya beriman, ia ikut beriman; dan jika panutannya kufur, ia ikut kufur. Sesungguhnya tidak ada tauladan pada manusia”.
Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu berkata,”Ingatlah. Jangan sekali-kali salah seorang diantara kalian bertaqlid kepada seseorang dalam masalah agama; jika panutannya beriman, ia ikut beriman; dan jika panutannya kufur, ia ikut kufur. Sesungguhnya tidak ada tauladan pada manusia”.
Beliau
juga berkata: “Barangsiapa diantara kalian yang ingin menjadikan seseorang
sebagai panutan, maka jadikanlah orang yang sudah mati sebagai panutan. Karena
yang masih hidup tidak aman dari fitnah. Mereka (yang sudah mati itu, Red)
adalah para sahabat Rasulullah. Mereka adalah orang-orang yang paling utama
(generasi terbaik) dari umat ini, hati mareka paling bertaqwa, paling dalam
ilmunya, dan paling sedikit menyusahkan diri. Allah memilih mereka untuk
menemani NabiNya, menegakkan agamaNya. Maka, fahamilahlah keutamaan mereka dan
ikutilah jejak mereka. Sesungguhnya mereka berada diatas jalan yang lurus.”
Abdullah
bin Mubarak berkata,”Bisa jadi seseorang yang memiliki kebaikan dan atsar yang
baik dalam Islam, terjatuh kepada kekeliruan dan kesalahan, maka janganlah
diikuti kesalahan serta kekeliruan orang tersebut.”
Imam
Malik berkata: Tidaklah setiap perkataan orang itu harus diikuti, walaupun ia
memiliki keutamaan, berdasarkan Allah berfirman.
الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ
أَحْسَنَهُ
Yang
mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. [Az
Zumar:18].
Az
Zuhri berkata: Para ulama kita terdahulu mengatakan,”Berpegang teguh dengan
Sunnah adalah keselamatan, dan ilmu akan dicabut dengan cepat. Hidupnya ilmu,
berarti kekokohan agama dan dunia, sedangkan hilangnya ilmu, berarti kepunahan
semua itu.”
Al
Auza’i mengatakan, ”Dikatakan, lima hal yang ditempuh oleh sahabat Nabi dan
para tabi’in ; berpegang teguh dengan jama’ah, mengikuti Sunnah, memakmurkan
masjid, membaca Al Qur’an dan berjihad dijalan Allah.”
Mujahid
mengatakan,’Tidak ada seorangpun perkataannya (boleh, Red) diambil dan
ditinggalkan, kecuali Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Ibnu
Khuzaimah berkata,”Tidaklah ada seseorangpun yang boleh berkata, kecuali bila
telah benar kabar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
BERPEGANG
TEGUH DENGAN SUNNAH
Selayaknya bagi yang ingin mencari kebenaran dan mengikuti Sunnah agar mengikatkan dirinya dengan dasar yang agung dan jalan yang jelas ini. Yaitu berpegang teguh dengan Sunnah dan peri hidup para salafush shalih, berupa pengagungan terdahap dalil-dalil dan tidak mempertentangkannya dengan perkataan sipapun, apalagi mendahulukan perkataan orang atas dalil tersebut. Dan hendaknya tidak tertipu dengan kebaikan seseorang ataupun dengan amalan seseorang. Karena orang yang masih hidup tidak aman dari fitnah. Sesungguhnya sebaik-baik orang yang diikuti adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, yang Allah telah memberikan tazkiyah (pengakuan, Red.) kepada mereka.
Selayaknya bagi yang ingin mencari kebenaran dan mengikuti Sunnah agar mengikatkan dirinya dengan dasar yang agung dan jalan yang jelas ini. Yaitu berpegang teguh dengan Sunnah dan peri hidup para salafush shalih, berupa pengagungan terdahap dalil-dalil dan tidak mempertentangkannya dengan perkataan sipapun, apalagi mendahulukan perkataan orang atas dalil tersebut. Dan hendaknya tidak tertipu dengan kebaikan seseorang ataupun dengan amalan seseorang. Karena orang yang masih hidup tidak aman dari fitnah. Sesungguhnya sebaik-baik orang yang diikuti adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, yang Allah telah memberikan tazkiyah (pengakuan, Red.) kepada mereka.
Allah
telah berfirman di dalam kitabNya dan Nabi telah wafat. Dia ridha atas mereka
dan para tabi’in yang mengikuti mereka dengan baik. Rasulullah telah bersabda
tentang mereka.
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
Sebaik-baik
generasi adalah generasiku, kemudian yang setelahnya, kemudian yang setelahnya.
[Muttafaq ‘alaih]
Semoga
bermanfaat.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun
VIII/1425H/2004M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo –
Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar