Sahl
bin Abdullah mengatakan, “Barangsiapa yang hatinya khusyu’ niscaya syaitan
tidak akan berani mendekatinya.” (Disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam Madarij
as-Salikin, 1/522. islamspirit.com)
Makna
khusyu’
Syaikh as-Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa khusyu’ adalah ketundukan hati dan ketenangannya, perasaan tentram karena Allah ta’ala. Hati yang diliputi dengan perasaan membutuhkan Allah karena ia menyadari akan kelemahan dan kebutuhannya yang sangat besar kepada Allah, yang disertai dengan keimanan kepada-Nya dan keyakinan akan berjumpa dengan-Nya ( Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 37)
Syaikh as-Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa khusyu’ adalah ketundukan hati dan ketenangannya, perasaan tentram karena Allah ta’ala. Hati yang diliputi dengan perasaan membutuhkan Allah karena ia menyadari akan kelemahan dan kebutuhannya yang sangat besar kepada Allah, yang disertai dengan keimanan kepada-Nya dan keyakinan akan berjumpa dengan-Nya ( Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 37)
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Khusyu’ mengandung dua makna;
pertama rendah hati dan penghinaan diri, dan yang kedua adalah ketenangan dan
ketentraman. Hal itulah yang melahirkan kelembutan hati dan meniadakan kerasnya
hati tersebut. Oleh karena itu kekhusyu’an hati mencakup ketundukan hati untuk
beribadah kepada Allah dan juga ketenangannya…” (Kitab al-Iman hal 26.
islamspirit.com)
Perintah
untuk khusyu’
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Belumkah tiba saatnya bagi orang-orang yang beriman untuk merasa takut hati mereka karena peringatan Allah dan kebenaran yang turun kepada mereka, dan hendaklah mereka tidak menjadi seperti orang-orang yang diberikan al-Kitab sebelum mereka, setelah berlalu waktu yang panjang lantas membuat hati mereka keras, dan banyak di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. al-Hadid : 16)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Belumkah tiba saatnya bagi orang-orang yang beriman untuk merasa takut hati mereka karena peringatan Allah dan kebenaran yang turun kepada mereka, dan hendaklah mereka tidak menjadi seperti orang-orang yang diberikan al-Kitab sebelum mereka, setelah berlalu waktu yang panjang lantas membuat hati mereka keras, dan banyak di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. al-Hadid : 16)
Ketika
menafsirkan ayat ini Qatadah rahimahulah meriwayatkan dari Syaddad bin Aus
radhiyallahu’anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau
bersabda, “Sesungguhnya yang pertama kali diangkat dari manusia adalah
khusyu’.” (HR. Thabrani dalam Musnad as-Syamiyin, 2570. Disebutkan oleh Ibnu
Katsir dalam tafsirnya, 4/323).
Ibnu
Katsir rahimahullah mengatakan, “Allah ta’ala melarang kaum beriman menyerupai
orang-orang yang diberi Kitab sebelum mereka yaitu kaum Yahudi dan Nasrani,
ketika waktu yang lama berlalu kemudian mereka pun mengganti dan merobah
ayat-ayat dalam Kitab Allah yang ada di hadapan mereka dan mereka menjualnya
dengan harga yang sangat murah, mereka mencampakkannya di belakang
punggung-punggung mereka, mereka menyibukkan diri dengan pendapat-pendapat yang
menyimpang serta dan ucapan-ucapan yang dusta, mereka membebek para tokoh dalam
menjalani agama Allah, mereka menjadikan para pendeta dan rahib-rahib mereka
sebagai sesembahan selain Allah, maka ketika itulah hati mereka menjadi keras,
sehingga mereka tidak bisa menerima nasehat dan hati mereka tidak menjadi
lembut ketika mendengar janji dan peringatan yang disampaikan.” (Tafsir
al-Qur’an al-’Azhim, 4/323).
Jangan
putus asa!
Allah ta’ala melanjutkan firman-Nya (yang artinya), “Ketahuilah sesungguhnya Allah lah yang menghidupkan bumi sesudah kematiannya, sungguh Kami telah menerangkan kepada kalian ayat-ayat Kami agar kalian mau memikirkannya.” (QS. Al-Hadid : 17)
Allah ta’ala melanjutkan firman-Nya (yang artinya), “Ketahuilah sesungguhnya Allah lah yang menghidupkan bumi sesudah kematiannya, sungguh Kami telah menerangkan kepada kalian ayat-ayat Kami agar kalian mau memikirkannya.” (QS. Al-Hadid : 17)
Ibnu
Katsir rahimahullah mengatakan, “Di dalam ayat ini terkandung isyarat yang
menunjukkan bahwa Allah akan melembutkan hati yang keras dan mati setelah
kebekuannya dan akan menunjuki orang-orang yang kebingungan setelah kekalutan
yang mereka alami dan memberikan jalan keluar bagi berbagai kesempitan sesudah
kesempitan itu mencapai puncaknya.” (Tafsir al-Qur’an al-’Azhim, 4/325)
Syaikh
as-Sa’di rahimahullah mengatakan, “Dzat yang mampu menghidupkan kembali bumi
yang telah mati dengan turunnya hujan maka Dia pun sanggup untuk menghidupkan
hati yang telah mati dengan perantara al-Haq yang Allah turunkan kepada
Rasul-Nya. Ayat ini juga menunjukkan bahwa tidak ada akal pada diri orang yang
tidak mau mengikuti petunjuk ayat-ayat Allah dan tidak mau tunduk
kepadaaturan-aturan Allah.” (Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 804)
Waspadalah!
Abud Darda’ radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Berlindungah kalian kepada Allah dari khusyu’nya orang munafiq!”. Maka ada orang yang bertanya, “Apakah yang dimaksud dengan khusyu’nya orang munafiq?”. Beliau menjawab, “Yaitu kamu melihat tubuh seseorang tampak khusyu’ namun sebenarnya hatinya tidak khusyu’.” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya no. 190 dan al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman no 6713). Ya Allah, karuniakanlah kepada kami hati yang khusyu’ karena-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha mendengar lagi Maha penyayang.
Abud Darda’ radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Berlindungah kalian kepada Allah dari khusyu’nya orang munafiq!”. Maka ada orang yang bertanya, “Apakah yang dimaksud dengan khusyu’nya orang munafiq?”. Beliau menjawab, “Yaitu kamu melihat tubuh seseorang tampak khusyu’ namun sebenarnya hatinya tidak khusyu’.” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya no. 190 dan al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman no 6713). Ya Allah, karuniakanlah kepada kami hati yang khusyu’ karena-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha mendengar lagi Maha penyayang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar