Ketakwaan
sangat penting bagi seorang muslim yang ingin mencapai kebahagian dunia dan
akherat. Namun tentunya hal ini membutuhkan rasa yakin yang tinggi terhadap
Allah, janji-janjinya serta semua yang Allah tetapkan sebagai hadiah
ketakwaaan.
Apa itu rasa
yakin?
Yakin yang
bagaimana yang dituntut dari seorang hamba dalam mencapai keimanan dan
ketakwaannya? Satu pertanyaan yang mungkin dianggap ringan namun ternyata masih
banyak orang yang tidak mampu menjawabnya.
Yakin adalah
tingkatan tertinggi dan sempurna dari ilmu, yaitu kekuatan dalam ilmu yang
dibangun diatas dalil yang benar dan pemahaman yang tepat. (Lihat Nasihatun
Lisy Syabab, Syeikh Ibrahim Ar- Ruhaili hal. 9).
Sehingga
dikatakan ia adalah ilmu pengetahuan yang tidak ada sedikitpun keraguan dan
keyakinan yang sesuai dengan realitasnya. (Bahjah An-Nazhirin, 1/149).
Dapat juga
dikatakan ia adalah kekuatan iman dan keistiqamahan yang dimiliki seseorang
sehingga dengan rasa yakin yang kuat ia seakan-akan melihat sesuatu yang
diyakininya itu seperti melihatnya secara langsung.
Hal ini dapat
digambarkan dengan kejadian yang menimpa para sahabat Nabi shallallahu
‘alahi wa sallam dalam perang Ahzab yang Allah abadikan dalam
firman-Nya,
“Dan tatkala
orang-orang mu’min melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka
berkata: “Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita”.Dan benarlah
Allah dan Rasul-Nya.Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka
kecuali iman dan ketundukan.’” (QS.
Al-Ahzab: 22).
Lihatlah
pernyataan mereka ketika mereka dikepung pasukan sekutu Quraisy yang
menunjukkan keyakinan yang kuat akan pertolongan Allah dan kemenangan.
Tingkatan Yakin
Yakin memiliki
tiga tingkatan,
- Ilmu Yaqin, yaitu keyakinan yang dibangun dengan ilmu dan pengetahuan seperti menyakini adanya syurga dan neraka
- ‘Ainul Yaqin, yaitu yakin yang dibangun dengan melihat langsung seperti langsung melihat syurga dan meraka
- Haqul Yaqin, yaitu yakin yang dibangun dengan langsung merasakannya seperti merasakan langsung kenikmatan syurga dan pedihnya neraka. Inilah tingkatan yakin yang tertinggi.
Urgensi Yakin
dalam Islam
Sikap yakin ini
memiliki kedudukan tinggi dalam Islam dan dalam kehidupan seorang muslim. Hal
ini dapat dilihat dari hal berikut ini:
1. Yakin
sebagai satu syarat syahadatain.
Seorang yang
mengucapkan syahadatain harus merasa yakin dan tidak ragu dengan
kata-kata yang diucapkannya. Hal ini dijelaskan Allah dalam firman-Nya,
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan
jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hujuraat:15)
Demikian juga
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda,
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ لَا يَلْقَى اللَّهَ بِهِمَا عَبْدٌ غَيْرَ شَاكٍّ فِيهِمَا إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Asyhadu An Laa
Ilaha Illa Allah Wa anni Rasululloh, tidaklah seorang hamba menjumpai Allah
dengan syahadatain ini dalam keadaan yakin tanpa ada keraguan padanya kecuali
ia akan masuk syurga.” (HR. Muslim).
2. Yakin adalah
ruh dari iman.
Ibnu al Qayyim
menyatakan, ” Yakin dari iman seperti kedudukan ruh dari jasadnya. Orang
bertingkat-tingkat keimanannya dengan perbedaan rasa yakin ini”. (Madarij
As Salikin, 2/397).
Hal ini karena
Yakin adalah ruh amalan hati yang menjadi ruh bagi amalan anggota tubuh
lainnya. Bahkan yakin adalah iman itu sendiri seperti dinyatakan sahabat Ibnu
Mas’ud dalam penuturan beliau, “Yakin adalah iman seluruhnya, agama kita
seluruhnya adalah yakin kepada Allah, yakin kepada janji-janji Allah, yakin
dengan semua yang disiapkan Allah untuk orang-orang yang bertakwa didalam
syurga dan yang disiapan untuk orang-orang kafir di Neraka”.
3. Yakin kunci
mendapatkan keimaman dalam agama.
Anda ingin
mendapatkan derajat imam dalam agama maka tanamkan dan sempurnakan sikap yakin
ini dalam diri anda. Sebab dengan berbekal kesabaran dan keyakinan yang benar
dan sempurna anda mendapatkkannya sebagaimana dijanjikan Allah dalam firmanNya,
“Dan Kami
jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan
perintah Kami ketika mereka sabar.Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (QS. As-Sajdah:24).
Syeikhul Islam
ibnu Taimiyah menyatakan, ” Dengan sabar dan Yakin, keimaman dalam agama
dapat dicapai”.
4. Allah
mengkhususkan orang yang yakin yang dapat mengambil manfaat dari ayat-ayat-Nya.
Seperti
dijelaskan dalam firman Allah,
“Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin.” (QS. Adz-Dzaariyat: 20).
“Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin.” (QS. Adz-Dzaariyat: 20).
5. orang yang
yakin mendapatkan petunjuk, keberuntungan dan rahmat dari Allah.
Sebagaimana
dijelaskan dalam firmanNya,
“Dan mereka
yang beriman kepada Kitab (al-Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu dan
Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya
(kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari
Rabb-nya,dan merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. Al Baqorah 2:45) dan
firmanNya:
al-Qur’an ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini.” (QS. Al-Jaatsiyah: 20).
al-Qur’an ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini.” (QS. Al-Jaatsiyah: 20).
Bangsa yang
besar adalah bangsa yang dapat mengambil pelajaran dari sejarahnya. Demikianlah
dikatakan sebagian ahli hikmah. Satu ungkapan yang mengajak kita mengenal
sejarah kejayaan umat islam yang pernah memenuhi suara dunia. Ternyata setelah
melihat kepada penjelasan Rasulullah shallalllahu ‘alahi wa sallam yang
berbunyi,
صَلاَحُ أَوَّلِ هَذِهِ الأُمَّةِ بِالزُّهْدِ وَ الْيَقِيْنِ وَ يَهْلِكُ آخِرُهَا بِالْبُخْلِ وَ الأَمَلِ .
“Kejayaan awal
umat ini dengan sebab sikap zuhud dan yakin. Sedangkan kehancuran akhir umat
ini dengan sebab kekikiran dan angan-angan.” (HR Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman dan dinilai hasan oleh
Al-Albani dalam Shahih Al-Jaami‘ no. 3845)
Memang sikap
yakin menjadi sebab kejayaan dan kesuksesan generasi awal umat ini.
Demikianlah
realita yang ada, dahulu generasi awal umat ini dengan keyakinan mereka terhadap
janji Allah dan ajaran Rasul-Nya shallalllahu ‘alahi wa sallam menggapai
kejayaan dan menaklukan negeri-negeri kafir. Mereka rubah negeri-negeri
tersebut menjadi negeri islam yang makmur dan aman. Namun, ketika umat ini
sudah sibuk dengan angan-angan dan menjadi bakhil disebabkan cinta dunia dan
takut mati, maka merekapun menjadi lemah dan tertindas.
Alangkah
butuhnya kita semua dengan rasa yakin yang benar tanpa keraguan terhadap
kebenaran janji Allah. Yakin dengan ajaran Rasulullah shallalllahu ‘alahi wa
sallam dan semua yang dijanjikannya. Siapa yang yakin dengan benar bahwa
Allah akan menghadiahkan surga yang nan indah kepada orang yang mentaatinya,
maka ia akan menjual diri, harta dan semua miliknya untuk mendapatkannya. Semua
itu muncul karena keyakinannya terhadap janji tersebut. Lihatlah kisah Umair
bin al-Humaam al-Anshari dalam perang Badar yang disampaikan imam Muslim dalam
kitab Shahih Muslim setelah Rasulullah shallalllahu ‘alahi wa sallam
bersabda,
قُومُوا إِلَى جَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ يَقُولُ عُمَيْرُ بْنُ الْحُمَامِ الْأَنْصَارِيُّ يَا رَسُولَ اللَّهِ جَنَّةٌ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ قَالَ نَعَمْ فَقَالَ بَخٍ بَخٍ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا يَحْمِلُكَ عَلَى قَوْلِكَ بَخٍ بَخٍ قَالَ لَا وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِلَّا رَجَاءَ أَنْ أَكُونَ مِنْ أَهْلِهَا قَالَ فَإِنَّكَ مِنْ أَهْلِهَا فَأَخْرَجَ تَمَرَاتٍ مِنْ قَرَنِهِ فَجَعَلَ يَأْكُلُ مِنْهُنَّ ثُمَّ قَالَ لَئِنْ أَنَا حَيِيتُ حَتَّى آكُلَ تَمَرَاتِي هَذِهِ إِنَّهَا لَحَيَاةٌ طَوِيلَةٌ ثُمَّ رَمَى بِمَا كَانَ مَعَهُ مِنْ التَّمْرِ ثُمَّ قَاتَلَهُمْ حَتَّى قُتِلَ
“Berangkatlah
ke surga yang lebarnya selebar langit-langit dan bumi!” Umair bin al-Humaam
Al-Anshari bertanya, “Wahai Rasulullah! Surga seluas langit-langit dan bumi?”
Beliau jawab, “Ya.” Lalu Umair berkata, “Wah, wah.” Rasulullah shallalllahu
‘alahi wa sallam pun bertanya kepadanya, “Apa yang membuatmu berkata Wah,wah?”
Iapun menjawab, “Demi Allah, Wahai Rasulullah (aku berkata demikian) hanya
karena mengharap aku termasuk penghuni surga tersebut.” Maka beliau shalalllahu
‘alahi wa sallam berkata, “Sungguh kamu termasuk penghuninya.” Lalu Umairpun
mengeluarkan kurma-kurma dari kantongnya dan mulai memakan beberapa buah
darinya, kemudian ia berkata, “seandainya aku masih hidup hingga memakan
kurma-kurmaku ini, sungguh itu adalah kehidupan yang lama.” Kemudian ia
membuang kurma yang ada padanya lalu memerangi mereka (orang-orang kafir)
hingga terbunuh.”
Lihatlah rasa
yakin tersebut membuat sahabat yang mulia ini berani mengorbankan jiwanya
hingga terbunuh syahid di Perang Badar.
Alangkah
butuhnya kita terhadap rasa yakin seperti ini.
Demikian juga
dalam berdoa dibutuhkan rasa yakin terhadap firman Allah,
“Dan Tuhanmu
berfirman, ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.’” (QS. Ghafir, 40: 60).
Kita harus
yakin dengan ijabah Allah dalam berdoa sebagaimana diperintahkan
Rasulullah shallalllahu ‘alahi wa sallam dalam sabdanya,
ادْعُوا اللَّهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالْإِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لَاهٍ
“Berdoalah
kepada Allah dalam keadaan yakin diterima (ijabahi) dan ketahuilah bahwa Allah
tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai.” (HR Al-Tirmidzi)
Pengaruh rasa
yakin ini dalam doa dapat digambarkan dalam kisah Ali bin Abi Thahir. Ketika
beliau bepergian kenegeri Syam dan menulis banyak hadits maka beliau bawa
kitab-kitabnya dalam kotak dan mengarungi lautan. Kemudia kapal yang dinaikinya
goyang dan hampir tenggelam sehingga melontarkan kotak kitabnya tersebut
kelautan. Kemudian kapalnya pun dapat tenang dan stabil lagi. Setelah keluar
dari kapal tersebut beliau tinggal dipantai laut tersebut selama tiga hari
berdoa kepada Allah dan bersujud dimalam hari dan berkata. ‘Apabila belajarku
ini ikhlas karena Engkau dan karena cinta Rasul-Mu maka tolonglah aku dengan
mengembalikannya.’ Lalu ia mengangkat kepalanya dan ternyata tiba-tiba kotak
kitabnya tersebut terlempar kedekatnya, lalu ia mengambilnya dan bangkit
berdiri dengan sangat bahagia. Kemudian orang-orang berdatangan kepadanya untuk
mendengar hadits dari beliau namun beliau menolaknya. Beliau menuturkan kembali
kisahnya: Lalu aku bermimpi bertemu Rasulullah shallalllahu ‘alahi wa sallam
dan Ali bin Abu Thalib bersama beliau. Rasulullah shallalllahu ‘alahi wa
sallam berkata, ‘Wahai Ali! Adakah orang yang Allah perlakukan seperti
perlakuan-Nya terhadapmu dipantai itu? Jangan mencegah diri dari meriwayatkan
hadits-haditsku!’ Maka aku jawab, ‘Aku bertaubat kepada Allah.’ Lalu Rasulullah
shallalllahu ‘alahi wa sallam mendoakan kebaikan kepadaku dan
menganjurkanku untuk menyampaikan hadits-haditsnya (lihat Siyar A’lam Nubala
4/87).
Lihatlah
keyakinan ulama ini dalam berdoa sehingga Allah mengabulkan doanya.
Memang kita
semua membutuhkan rasa yakin yang membuat kita dapat sempurna bertawakal kepada
Allah dalam seluruh sisi kehidupan ini.
Mari kita bina
jiwa kita agar menjadi jiwa yang yakin dengan semua janji Allah sang pemelihara
alam semesta!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar