kategori-akhlak

Selasa, 10 Desember 2013

Toleransi [As-Samahah] dalam Pandangan Islam



APA ITU AS-SAMAHAH (TOLERANSI) ?
Adalah :
[1] Kerelaan hati karena kemuliaan dan kedermawanan
[2] Kelapangan dada karena kebersihan dan ketaqwaan
[3] Kelemah lembutan karena kemudahan
[4] Muka yang ceria karena kegembiraan
[5] Rendah diri dihadapan kaum muslimin bukan karena kehinaan
[6] Mudah dalam berhubungan sosial (mu’amalah) tanpa penipuan dan kelalaian
[7] Menggampangkan dalam berda’wah ke jalan Allah tanpa basa basi
[8] Terikat dan tunduk kepada agama Allah Subhanahu wa Ta’ala tanpa ada rasa keberatan
Adalah :
[a] Inti Islam
[b] Seutama iman
[c] Puncak tertinggi budi pekerti (akhlaq)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda.
“Artinya : Sebaik-baik orang adalah yang memiliki hati yang mahmum dan lisan yang jujur, ditanyakan : Apa hati yang mahmum itu ? Jawabnya : ‘Adalah hati yang bertaqwa, bersih tidak ada dosa, tidak ada sikap melampui batas dan tidak ada rasa dengki’. Ditanyakan : Siapa lagi (yang lebih baik) setelah itu ?. Jawabnya : ‘Orang-orang yang membenci dunia dan cinta akhirat’. Ditanyakan : Siapa lagi setelah itu ? Jawabnya : ‘Seorang mukmin yang berbudi pekerti luhur” [Lihat Shahih Al-Jami' As-Shaghir wa Ziyadatuhu. No. 3266]
Kedudukan Toleransi dalam Islam
[1] Islam Adalah Agama Yang Mudah dan Penuh Toleransi
Allah Ta’ala berfirman.
“Artinya : … Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu …” [Al-Baqarah : 185]
Allah menghendaki untuk membersihkan umat Islam yang dirahmati ini dari segala bentuk kesulitan dan belenggu, maka Allah tidak menjadikan untuk mereka kesempitan pada agama ini. Allah Jalla Tsamauh berfirman.
“Artinya : Dan berjihadlah kamu dijalan Allah dengan jihad sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak akan menjadikan untukmu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu, Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu ….” [Al-Hajj : 78]
[2] Allah Mengutus Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa sallam Dengan Membawa Al-Hanifiyah (agama yang Lurus) As-Samhah (yang Mudah)
Dari Aisyah Radliyallahu ‘anha dia menceritakan : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggilku sementara anak-anak Habasyah bermain tombak di masjid pada hari raya, beliau menawariku : “Wahai Humairo ! Apakah engkau suka melihat permainan mereka ?” Jawabku : Ya !. Maka beliau menyuruhku berdiri di belakangnya, lalu beliau menundukkan kedua pundaknya supaya aku dapat melihat mereka, akupun meletakkan daguku di atas pundak beliau dan menyandarkan wajahku pada pipi beliau, lalu akupun melihat dari atas kedua pundak beliau, sementara itu beliau mengatakan : “Bermainlah wahai bani Arfadah !” Kemudian selang setelah itu beliau bertanya : “Wahai Aisyah ! Engkau sudah puas ?” Kataku : “Belum” Supaya aku melihat kedudukanku disisi beliau, hingga akupun puas. Kata beliau : “Cukup?” Jawabku : “Ya”. Beliau berkata : “Kalau begitu pergilah!”. Aisyah berkata : “Lalu Umar muncul, maka orang-orang dan anak-anak tadi berhamburan meninggalkan mereka (Habasyah), Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Saya melihat para syaithan manusia dan jin lari dari Umar”. Aisyah mengatakan : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika itu bersabda.
“Artinya : Supaya orang Yahudi tahu bahwa pada agama kita ada keleluasaan, aku diutus dengan Al-Hanifiyah (agama yang lurus) As-Samhah (yang mudah)”. [Muttafaq 'Alaihi, kecuali lafadh yang dijadikan dalil yang diriwayatkan oleh Ahmad 6/116 dan 233 dan Al-Humaidi 254 dengan sanad yang shahih]
[3] Agama Yang Paling Allah Cintai Adalah Yang Lurus dan Mudah
Hukum-hukum Islam dibangun di atas kemudahan dan tidak menyulitkan, norma-norma agama ini seluruhnya dicintai (oleh Allah) namun yang mudah dari itu semualah yang paling dicintai oleh Allah.
Oleh sebab itu, tidak boleh mempersulit diri dalam menjalankan agama Allah dan tidak boleh pula membuat sulit hamba-hamba Allah.
Tiada seorangpun yang mempersulit agama ini melainkan dia pasti akan kalah. Lihatlah perbuatan Bani Israil, tatkala mereka mempersulit diri, Allah-pun mempersulit mereka. Kalau seandainya mereka mempermudahnya, niscaya mereka akan diberi kemudahan, perhatikan kisah ‘Al-Baqarah!’ {Al-Baqarah : 67-71}
Dari Ibnu Abbas Radliyallahu anhuma, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya : “Agama apa yang paling dicintai oleh Allah Azza wa Jalla ? Beliau menjawab : “Al-Hanifiyah As-Samhah” (yang mudah dan yang lurus) {Dikeluarkan oleh Bukhari secara Muallaq (tanpa menyebutkan sanad) 1/93 – Al-Fath dan dia sambungkan sanadnnya dalam Al-Adab Al-Mufrad hal.44, Ahmad 1/236, dihasankan oleh Al-Hafidh dalam Al-Fath 1/94. Disahihkan oleh Ahmad Syakir dalam At-Ta’liq ala Al-Musnad 2108 dan keduanya dikritik oleh Syaikh kami (Al-Albani) dalam Ash-Shahihah 881 beliau menghasankannya dengan penguat-penguatnya.}
Oleh karena itu, Ibnu Abbas meriwayatkan, beliau ditanya tentang seorang lelaki yang meminum susu murni, apakah dia harus berwudlu ?. Beliau menjawab : “Bermudahlah niscaya engkau akan diberi kemudahan” {Lafadh ini diriwayatkan secara marfu (sampai kepada Nabi) dari hadits Ibnu Abbas, dikeluarkan oleh Abdullah bin Ahmad dalam Zawaid-nya atas Al-Musnad 1/248 secara wijadah (riwayat dengan kitab)}
Yakni gampangkanlah nicaya Allah akan memberi keringanan untukmu dan atasmu. [Lisanul Arab 2/498]
4. Toleransi Adalah Keimanan Yang Paling Utama
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Seutama-utama keimanan adalah sabar dan toleransi” [Shahih Al-Jami' As-Shaghir 1108]
[5] Toleransi Adalah Amalan yang Paling Ringan dan Paling Utama
Pernah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sembari bertanya : “Wahai Rasulullah ! Amalan apakah yang paling utama ?” Jawab beliau : “Iman kepada Allah, membenarkan-Nya, dan berjihad di jalan-Nya”. Orang tadi berkata : “Aku ingin yang lebih ringan daripada itu wahai Rasulullah ?” Kata beliau : “Sabar dan toleransi” Kata orang itu : “Aku ingin yang lebih ringan lagi”. Beliau bersabda : “Janganlah engkau menuduh Allah Tabaraka wa Ta’ala dalam sesuatu yang telah Allah putuskan untukmu” [Dikeluarkan oleh Ahmad 5/319 dari hadits Ubadah bin Ash-Shamit Radliyallahu 'anhu dan 4/385 dari 'Amr bin Arbasah Radliyallahu anhu dia berkata : 'Apa itu Iman ?" Beliau menjawab : "Sabar dan toleransi", Dia punya penguat dari hadits Jabir Radliyallahu 'anhu, maka hadits ini pun shahih dengan jalan-jalan dan penguatnya]
[6] Beberapa Contoh Toleransi
(a) Termasuk toleransi dalam Islam adalah bahwa Islam merupakan agama Allah untuk seluruh umat manusia.
Allah berfirman.
“Artinya : Dan tidak Kami mengutusmu melainkan untuk menebarkan rahmat di seluruh alam ….” [Al-Anbiya : 107]
Allah juga berfirman.
“Artinya : Dan tidaklah Kami mengutusmu melainkan kepada seluruh umat manusia sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan …” [Saba : 28]
(b) Toleransi Islam menolak sikap fanatisme dan perbedaan ras
Islam telah menyucikan diri dari ikatan dan belenggu jahiliyyah, maka Islam-pun menghapus pengaruh fanatisme yang merupakan sumber hukum yang dibangun di atas hawa nafsu.
Islam tidak meridhoi kebathilan fanatisme dan perbedaan ras yang mengukur keutamaan dan kebenaran dengan darah fanatisme dan tanah. Thagut itu benar-benar ada pada syari’at jahiliyah, oleh sebab itu, Islam menghinakannya karena mencekik kemulian insan.
Dengan demikian, Islam telah menghidupkan hati dan memakmurkannya dengan iman yang benar dan menghasungnya kepada kebajikan, petunjuk dan keadilan. Serta menghapus perbedaan jenis, bahasa, ras, nasab dan harta benda, menjadikan segenap keutamaan dan kemuliaan untuk ketaqwaan yang merupakan mata air sikap toleransi, puncak tertinggi dan muara keistimewaan dan kelebihannya.
Allah Ta’ala berfirman.
“Artinya : Wahai sekalian manusia ! Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal- mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah diantara kamu adalah orang-orang yang paling bertawqa di antara kamu. Sesunguhnya Allah Maha Mengatahui dan Maha Mengenal” [Al-Hujurat : 13]
Pintu-pintu toleransi banyak sekali dan contoh-contohnya berbilang serta jalan-jalannya beragam hingga sulit menghitung detailnya dalam waktu singkat. Cukup bagimu sebagai dalil, bahwa toleransi mencakup Islam baik dari segi aqidah, ibadah, budi pekerti maupun pendidikan, bukanlah Islam itu agama yang lurus dan penuh toleransi !?
Berikut ini adalah sebagian contoh toleransi dalam Islam
1. Toleransi Dalam Jual Beli dan Hukum-Hukumya.
Allah Ta’ala berfirman.
“Artinya : Dan Syu’aib berkata : ‘Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka …” [Hud : 85]
Allah Yang Maha Mulia juga berfirman.
“Artinya : Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan pada suatu hari yang besar yaitu hari ketika manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam ?” [Al-Muthaffifin : 1-6]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Allah telah mengampuni seorang lelaki dari kalangan umat sebelum kalian dulu, dia mudah bila menjual, mudah bila membeli dan mudah bila memutuskan” [Hadits Riwayat Tirmidzi 1320, Ahmad 3/340 dari hadits Jabir Radliyallahu anhu dan dishahihkan oleh Syaikh kami (Al-Albani) dalam Shahihul Jami' 4038]
Beliau juga bersabda.
“Artinya : Sesunguhnya Allah mencintai jual-beli dan keputusan yang mudah” [Hadits Riwayat Tirmidzi 1319 Al-Hakim 2/56 dengan dua jalan dari Abu Hurairah dan dishahihkan oleh Syaikh kami (Al-Albani) dalam Shahihul Jami 1884]
Lafadh “samhun” artinya “sahlun” yakni mudah, dia adalah sifat musyabbahah yang menunjukkan penetapan, oleh sebab itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengulangi keadaan jual-beli dan keputusan hukum. Hal ini menunjukkan sikap mempermudah dalam hubungan sosial dan membuang sikap kikir serta memberikan hak-hak menusia dengan segera (tidak terlambat).
Termasuk keindahan keputusan hukum adalah bahwa orang yang meminjam sesuatu lalu mengembalikannya dengan yang lebih baik atau lebih banyak dengan tanpa syarat adalah orang yang berbuat baik, dan hal ini halal bagi pihak yang meminjamkan.
Dari Abu Hurairah Radliyallahu ‘anhu dia menceritakan.
“Dahulu ada seorang lelaki yang meminjami Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam onta berumur setahun, lalu dia datang kepada beliau menagihnya. Beliaupun memerintahkan : “Berikan kepadanya!” Maka para shahabat mencarikan onta yang sama denganya, namun mereka tidak mendapatkan kecuali onta yang lebih bagus daripadanya, beliaupun berkata : “Berikan onta itu kepadanya !” Lelaki itupun berkata :”Engkau telah menepatiku mudah-mudahan Allah menepatimu”.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Sesungguhnya orang yang paling baik diantara kalian adalah orang yang paling bagus keputusannya” [Hadits Riwayat Bukhari 4/482-483, 5/56-58, 22-227- Al-Fath dan Muslim 11/38 - Nawawi]
2. Toleransi Dalam Hutang Dan Tagihan
Allah yang Maha Agung berfirman.
“Artinya : Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka beri tangguhlah sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua hutang itu) labih baik bagimu, jika kamu mengetahui” [Al-Baqarah : 280]
Sungguh peletak syari’ah (Allah) yang Maha Hikmah telah menghasung untuk memberi tangguh orang yang kesulitan hutang dan memberikan keistimewaan agung sebagaimana yang akan dijelaskan dalam pasal ‘Keutamaan Toleransi”, cukuplah bagimu untuk sekedar tahu, bahwa memberi tangguh orang yang kesukaran dan mema’afkannya termasuk penghapus dosa dan sebab Allah mema’afkan kesalahan-kesalahannya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Dahulu ada seorang saudagar yang biasa menghutangi orang, bila dia melihat orang yang kesukaran (dalam membayar hutang), maka dia memerintahkan para pegawainya : “Ma’afkanlah dia mudah-mudahan Allah mema’afkan kita !” Maka Allah-pun mema’afkan dia …” [Hadits Riwayat Bukhari 4/309- Al-Fath]
Termasuk cara menagih yang bagus adalah toleran dalam menagih, menerima kekurangan sedikit yang ada padanya. Menuntutnya dengan mudah, tidak menjilat (rentenir, -pent), tidak mempersulit orang dan mema’afkan mereka mudah-mudahan Allah merahmati kita.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Mudah-mudahan Allah merahmati lelaki yang toleran bila menjual, membeli dan menagih” [Hadits Riwayat Bukhari 4/206 -Al-Fath]
3. Toleransi Dengan Ilmu
Toleransi dengan ilmu di sini yaitu dengan cara menyebarkan ilmu dan ini termasuk pintu toleransi yang paling utama dan lebih baik daripada toleransi dengan harta, sebab ilmu lebih mulia daripada harta.
Maka seyogyanya seorang alim menyebarkan ilmu kepada setiap orang yang bertanya tentangnya bahkan mengeluarkannya secara keseluruhan, bila ia ditanya tentang suatu masalah. Maka dia memperinci jawabannya dengan perincian yang memuaskan dan menyebutkan sisi-sisi dalilnya, dia tidak cukup menjawab pertanyaan si penanya, namun dia menyebutkan contoh kasus serupa dengan kaitan-kaitannya serta faedah-faedah yang dapat memuaskan dan mencukupinya.
Para sahabat yang mulia Radliyallahu ‘anhum pernah bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang orang yang berwudlu dengan air laut, maka beliau menjawab.
“Artinya : Laut itu suci airnya lagi halal bangkainya” [Hadits Riwayat Ashabus Sunan dan Malik, lihat takhrijnya secara rinci dalam Ash-Shahihah 480]
Beliau menjawab pertanyaan mereka dan memberikan kepada mereka ketarangan tambahan yang mungkin sewaktu-waktu lebih mereka butuhkab daripada apa yang mereka pertanyakan.
Pintu-pintu toleransi banyak sekali dan contoh-contohnya berbilang serta jalan-jalannya beragam hingga sulit menghitung detailnya dalam waktu singkat. Cukup bagimu sebagai dalil, bahwa toleransi mencakup Islam baik dari segi aqidah, ibadah, budi pekerti maupun pendidikan, bukanlah Islam itu agama yang lurus dan penuh toleransi !?
4. Toleransi Dengan Kehormatan
Toleransi ini menunjukkan keselamatan hati, ketenangan jiwa dan kebersihan hati dari rasa permusuhan.
Dahulu, Abu Bakar Ash-Shiddiq Radliyallahu anhu memberi uang belanja kepada Misthoh bin Utsatsah karena hubungan famili dan kefakirannya.
Tatkala Misthoh binasa bersama orang yang binasa dari kalangan ashabul ifki (pembuat berita dusta), lalu dia tenggelam bersama orang yang tenggelam menuduh As-Sayyidah Aisyah Radliyallahu ‘anha berbuat mesum, maka Abu Bakar Ash-Shiddiq Radliyallahu ‘anhu bersumpah tidak akan memberi uang belanja kepada Misthoh. Ash-Shiddiq ditegur, beliaupun bershodaqoh dengan kehormatannya walau dosa Misthoh sedemikian besar.
Sungguh indah ucapan penyair.
“Sesungguhnya kadar dosa Misthoh
dapat meruntuhkan bintang-bintang dari ufuknya
Sunnguh telah terjadi apa yang terjadi
Ash-Shiddiq ditegur tentang haknya (Si Misthoh)
Biarlah, wahai pembaca ! Ummul Mukminin As-Sayyidah Aisyah Radliyallahu anha yang memberi tahu kita tentang kejelasan kasus ini ; beliau mengisahkan : ” ….Maka Allah menurunkan (ayat) tentang kesucianku” Abu Bakr Ash-Shiddiq Radliyallahu ‘anhu pun menyatakan : Dan dia dulunya memberi uang belanja kepada Misthoh bin Utsatsah karena kefamilian dan kefakirannya ” Demi Allah ! Aku tidak akan memberi uang belanja sedikit pun kepada si Misthoh selamanya setelah tuduhannya kepada Aisyah” maka Allah menurunkan (ayat).
“Artinya : Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan diantara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabatnya, orang-orang miskin dan orang-orang berhijrah di jalan Allah, dan hendaklah mereka mema’afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu ? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” [An-Nur : 22]
Abu Bakr mengatakan : “Ya ! Demi Allah sungguh aku suka Allah mengampuniku” beliaupun kembali membantu Misthoh seperti sebelumnya, dan menyatakan : “Demi Allah aku tidak akan mencabutnya dari dia selamanya” [Hadits Riwayat Bukhari 8/455- Fath dan Muslim 17/113-Nawawi]
5. Toleransi Dengan Kesabaran dan Menanggung Beban
Hal ini termasuk bab toleransi yang paling banyak manfaatnya, tidak ada yang mampu bersikap seperti ini kecuali orang yang berjiwa besar. Barangsiapa yang sulit bertoleransi dengan harta benda, maka dia harus memiliki kemuliaan dan kedermawanan model ini, sebab ia dapat menghasilkan buah yang akibatnya terpuji di dunia sebelum akhirat nanti.
Allah Ta’ala berfirman.
“Artinya : Lemah lembut terhadap kaum mukminin” [Al-Maidah : 54]
Maksudnya, sikap mereka lembut dan lunak kepada saudara mereka kaum mukminin, namun dia tidak menghinakan dirinya.
Allah yang Maha Mulia berfirman.
“Artinya : Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu dari kalangan orang-orang yang beriman” [Asy-Syu'ara : 215]
Maksudnya, hendaklah engkau bersikap lemah lembut, sebab : “Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu ….” [Ali Imran : 159]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Kaum mukminin adalah orang yang lemah lembut dan lunak, seperti halnya onta jinak bila diikat dia terikat, bila dituntun dia tertuntun dan bila engkau menambatkannya pada sebuah batu maka diapun tertambat” [Lihat Ash-Shahihah : 936]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerupakan seorang mukmin seperti onta jinak yang tidak pernah menolak penuntunnya dalam perkara apapun, dia menanggung beban dengan kesabaran bukan karena kebodohan dan kedunguan, namun karena sifat kemuliaan, budi pekerti yang luhur dan kedermawanan karena seorang mukmin adalah orang yang mulia sedangkan orang jahat (fajir) adalah orang yang jelek lagi penipu.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri diserupakan seperti di atas, kemana-pun beliau dibawa belaiu ikut.
Dari Anas bin Malik Radliyallahu ‘anhu dia menceritakan : “Sungguh ada seorang budak wanita dari Madinah ‘mengambil tangan’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu ia mengajak beliau sekehendaknya” [Dikeluarkan oleh Bukhari 10/489 secara mu'allaq dan disambungkan oleh Ahmad 3/98, dia memiliki jalan lain dari Anas semisalnya, dikeluarkan oleh Ibnu Majah 4177 dan Ahmad 3/174, 215, 216 padanya terdapat Ali bin Zaid bin Jad'an dia lemah namun dapat dijadikan penguat]
Al-Hafidh Ibnu Hajar Rahimahullah menjelaskan : “Yang dimaksud dengan ‘mengambil tangan’ adalah makna tersiratnya yaitu lemah lembut dan tunduk/patuh … Ungkapan ‘mengambil tangan’ mengisyaratkan puncak perlakuan walaupun kebutuhan budak tadi hingga di luar kota Madinah dan membutuhkan bantuan beliau niscaya beliau membantunya. Ini semua menunjukkan kelebihan sikap tawdlu’ beliau dan bersihnya beliau dari segenap kesombongan, Shallallahu ‘alaihi wa sallam” [Fathul Bari 10/490]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar