APA ITU
AS-SAMAHAH (TOLERANSI) ?
Adalah :
[1] Kerelaan hati karena kemuliaan dan kedermawanan
[2] Kelapangan dada karena kebersihan dan ketaqwaan
[3] Kelemah lembutan karena kemudahan
[4] Muka yang ceria karena kegembiraan
[5] Rendah diri dihadapan kaum muslimin bukan karena kehinaan
[6] Mudah dalam berhubungan sosial (mu’amalah) tanpa penipuan dan kelalaian
[7] Menggampangkan dalam berda’wah ke jalan Allah tanpa basa basi
[8] Terikat dan tunduk kepada agama Allah Subhanahu wa Ta’ala tanpa ada rasa keberatan
[2] Kelapangan dada karena kebersihan dan ketaqwaan
[3] Kelemah lembutan karena kemudahan
[4] Muka yang ceria karena kegembiraan
[5] Rendah diri dihadapan kaum muslimin bukan karena kehinaan
[6] Mudah dalam berhubungan sosial (mu’amalah) tanpa penipuan dan kelalaian
[7] Menggampangkan dalam berda’wah ke jalan Allah tanpa basa basi
[8] Terikat dan tunduk kepada agama Allah Subhanahu wa Ta’ala tanpa ada rasa keberatan
Adalah :
[a] Inti Islam
[b] Seutama iman
[c] Puncak tertinggi budi pekerti (akhlaq)
[b] Seutama iman
[c] Puncak tertinggi budi pekerti (akhlaq)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda.
“Artinya : Sebaik-baik orang adalah yang memiliki hati
yang mahmum dan lisan yang jujur, ditanyakan : Apa hati yang mahmum itu ?
Jawabnya : ‘Adalah hati yang bertaqwa, bersih tidak ada dosa, tidak ada sikap
melampui batas dan tidak ada rasa dengki’. Ditanyakan : Siapa lagi (yang lebih
baik) setelah itu ?. Jawabnya : ‘Orang-orang yang membenci dunia dan cinta
akhirat’. Ditanyakan : Siapa lagi setelah itu ? Jawabnya : ‘Seorang mukmin yang
berbudi pekerti luhur” [Lihat Shahih Al-Jami' As-Shaghir wa Ziyadatuhu. No.
3266]
Kedudukan
Toleransi dalam Islam
[1] Islam
Adalah Agama Yang Mudah dan Penuh Toleransi
Allah Ta’ala berfirman.
“Artinya : … Allah menghendaki kemudahan bagimu dan
tidak menghendaki kesukaran bagimu …” [Al-Baqarah : 185]
Allah menghendaki untuk membersihkan umat Islam yang
dirahmati ini dari segala bentuk kesulitan dan belenggu, maka Allah tidak
menjadikan untuk mereka kesempitan pada agama ini. Allah Jalla Tsamauh
berfirman.
“Artinya : Dan berjihadlah kamu dijalan Allah dengan
jihad sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak akan
menjadikan untukmu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu,
Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu
….” [Al-Hajj : 78]
[2] Allah Mengutus Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa
sallam Dengan Membawa Al-Hanifiyah (agama yang Lurus) As-Samhah (yang Mudah)
Dari Aisyah Radliyallahu ‘anha dia menceritakan :
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggilku sementara anak-anak
Habasyah bermain tombak di masjid pada hari raya, beliau menawariku : “Wahai
Humairo ! Apakah engkau suka melihat permainan mereka ?” Jawabku : Ya !. Maka
beliau menyuruhku berdiri di belakangnya, lalu beliau menundukkan kedua
pundaknya supaya aku dapat melihat mereka, akupun meletakkan daguku di atas
pundak beliau dan menyandarkan wajahku pada pipi beliau, lalu akupun melihat
dari atas kedua pundak beliau, sementara itu beliau mengatakan : “Bermainlah
wahai bani Arfadah !” Kemudian selang setelah itu beliau bertanya : “Wahai
Aisyah ! Engkau sudah puas ?” Kataku : “Belum” Supaya aku melihat kedudukanku
disisi beliau, hingga akupun puas. Kata beliau : “Cukup?” Jawabku : “Ya”.
Beliau berkata : “Kalau begitu pergilah!”. Aisyah berkata : “Lalu Umar muncul,
maka orang-orang dan anak-anak tadi berhamburan meninggalkan mereka (Habasyah),
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Saya melihat para syaithan manusia
dan jin lari dari Umar”. Aisyah mengatakan : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam ketika itu bersabda.
“Artinya : Supaya orang Yahudi tahu bahwa pada agama
kita ada keleluasaan, aku diutus dengan Al-Hanifiyah (agama yang lurus)
As-Samhah (yang mudah)”. [Muttafaq 'Alaihi, kecuali lafadh yang dijadikan dalil
yang diriwayatkan oleh Ahmad 6/116 dan 233 dan Al-Humaidi 254 dengan sanad yang
shahih]
[3] Agama Yang Paling Allah Cintai Adalah Yang Lurus
dan Mudah
Hukum-hukum Islam dibangun di atas kemudahan dan tidak
menyulitkan, norma-norma agama ini seluruhnya dicintai (oleh Allah) namun yang
mudah dari itu semualah yang paling dicintai oleh Allah.
Oleh sebab itu, tidak boleh mempersulit diri dalam
menjalankan agama Allah dan tidak boleh pula membuat sulit hamba-hamba Allah.
Tiada seorangpun yang mempersulit agama ini melainkan
dia pasti akan kalah. Lihatlah perbuatan Bani Israil, tatkala mereka
mempersulit diri, Allah-pun mempersulit mereka. Kalau seandainya mereka
mempermudahnya, niscaya mereka akan diberi kemudahan, perhatikan kisah
‘Al-Baqarah!’ {Al-Baqarah : 67-71}
Dari Ibnu Abbas Radliyallahu anhuma, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya : “Agama apa yang paling dicintai
oleh Allah Azza wa Jalla ? Beliau menjawab : “Al-Hanifiyah As-Samhah” (yang
mudah dan yang lurus) {Dikeluarkan oleh Bukhari secara Muallaq (tanpa
menyebutkan sanad) 1/93 – Al-Fath dan dia sambungkan sanadnnya dalam Al-Adab
Al-Mufrad hal.44, Ahmad 1/236, dihasankan oleh Al-Hafidh dalam Al-Fath 1/94.
Disahihkan oleh Ahmad Syakir dalam At-Ta’liq ala Al-Musnad 2108 dan keduanya
dikritik oleh Syaikh kami (Al-Albani) dalam Ash-Shahihah 881 beliau
menghasankannya dengan penguat-penguatnya.}
Oleh karena itu, Ibnu Abbas meriwayatkan, beliau
ditanya tentang seorang lelaki yang meminum susu murni, apakah dia harus
berwudlu ?. Beliau menjawab : “Bermudahlah niscaya engkau akan diberi
kemudahan” {Lafadh ini diriwayatkan secara marfu (sampai kepada Nabi) dari
hadits Ibnu Abbas, dikeluarkan oleh Abdullah bin Ahmad dalam Zawaid-nya atas
Al-Musnad 1/248 secara wijadah (riwayat dengan kitab)}
Yakni
gampangkanlah nicaya Allah akan memberi keringanan untukmu dan atasmu. [Lisanul
Arab 2/498]
4. Toleransi Adalah Keimanan Yang Paling Utama
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Seutama-utama keimanan adalah sabar dan toleransi” [Shahih Al-Jami' As-Shaghir 1108]
“Artinya : Seutama-utama keimanan adalah sabar dan toleransi” [Shahih Al-Jami' As-Shaghir 1108]
[5] Toleransi Adalah Amalan yang Paling Ringan dan
Paling Utama
Pernah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam sembari bertanya : “Wahai Rasulullah ! Amalan
apakah yang paling utama ?” Jawab beliau : “Iman kepada Allah, membenarkan-Nya,
dan berjihad di jalan-Nya”. Orang tadi berkata : “Aku ingin yang lebih ringan
daripada itu wahai Rasulullah ?” Kata beliau : “Sabar dan toleransi” Kata orang
itu : “Aku ingin yang lebih ringan lagi”. Beliau bersabda : “Janganlah engkau
menuduh Allah Tabaraka wa Ta’ala dalam sesuatu yang telah Allah putuskan
untukmu” [Dikeluarkan oleh Ahmad 5/319 dari hadits Ubadah bin Ash-Shamit
Radliyallahu 'anhu dan 4/385 dari 'Amr bin Arbasah Radliyallahu anhu dia
berkata : 'Apa itu Iman ?" Beliau menjawab : "Sabar dan
toleransi", Dia punya penguat dari hadits Jabir Radliyallahu 'anhu, maka
hadits ini pun shahih dengan jalan-jalan dan penguatnya]
[6] Beberapa Contoh Toleransi
(a) Termasuk toleransi dalam Islam adalah bahwa Islam
merupakan agama Allah untuk seluruh umat manusia.
Allah berfirman.
“Artinya : Dan tidak Kami mengutusmu melainkan untuk menebarkan rahmat di seluruh alam ….” [Al-Anbiya : 107]
“Artinya : Dan tidak Kami mengutusmu melainkan untuk menebarkan rahmat di seluruh alam ….” [Al-Anbiya : 107]
Allah juga berfirman.
“Artinya : Dan tidaklah Kami mengutusmu melainkan kepada seluruh umat manusia sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan …” [Saba : 28]
“Artinya : Dan tidaklah Kami mengutusmu melainkan kepada seluruh umat manusia sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan …” [Saba : 28]
(b) Toleransi Islam menolak sikap fanatisme dan
perbedaan ras
Islam telah menyucikan diri dari ikatan dan belenggu
jahiliyyah, maka Islam-pun menghapus pengaruh fanatisme yang merupakan sumber
hukum yang dibangun di atas hawa nafsu.
Islam tidak meridhoi kebathilan fanatisme dan
perbedaan ras yang mengukur keutamaan dan kebenaran dengan darah fanatisme dan
tanah. Thagut itu benar-benar ada pada syari’at jahiliyah, oleh sebab itu,
Islam menghinakannya karena mencekik kemulian insan.
Dengan demikian, Islam telah menghidupkan hati dan
memakmurkannya dengan iman yang benar dan menghasungnya kepada kebajikan, petunjuk
dan keadilan. Serta menghapus perbedaan jenis, bahasa, ras, nasab dan harta
benda, menjadikan segenap keutamaan dan kemuliaan untuk ketaqwaan yang
merupakan mata air sikap toleransi, puncak tertinggi dan muara keistimewaan dan
kelebihannya.
Allah Ta’ala berfirman.
“Artinya : Wahai sekalian manusia ! Sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal- mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah diantara kamu adalah
orang-orang yang paling bertawqa di antara kamu. Sesunguhnya Allah Maha
Mengatahui dan Maha Mengenal” [Al-Hujurat : 13]
Pintu-pintu
toleransi banyak sekali dan contoh-contohnya berbilang serta jalan-jalannya
beragam hingga sulit menghitung detailnya dalam waktu singkat. Cukup bagimu
sebagai dalil, bahwa toleransi mencakup Islam baik dari segi aqidah, ibadah,
budi pekerti maupun pendidikan, bukanlah Islam itu agama yang lurus dan penuh
toleransi !?
Berikut ini adalah sebagian contoh toleransi dalam
Islam
1. Toleransi Dalam Jual Beli dan Hukum-Hukumya.
Allah Ta’ala berfirman.
Allah Ta’ala berfirman.
“Artinya : Dan Syu’aib berkata : ‘Hai kaumku,
cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil dan janganlah kamu merugikan
manusia terhadap hak-hak mereka …” [Hud : 85]
Allah Yang Maha Mulia juga berfirman.
“Artinya : Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang
curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka
minta dipenuhi dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain,
mereka mengurangi. Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa sesungguhnya
mereka akan dibangkitkan pada suatu hari yang besar yaitu hari ketika manusia
berdiri menghadap Tuhan semesta alam ?” [Al-Muthaffifin : 1-6]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Allah telah mengampuni seorang lelaki dari
kalangan umat sebelum kalian dulu, dia mudah bila menjual, mudah bila membeli
dan mudah bila memutuskan” [Hadits Riwayat Tirmidzi 1320, Ahmad 3/340 dari
hadits Jabir Radliyallahu anhu dan dishahihkan oleh Syaikh kami (Al-Albani)
dalam Shahihul Jami' 4038]
Beliau juga bersabda.
“Artinya : Sesunguhnya Allah mencintai jual-beli dan
keputusan yang mudah” [Hadits Riwayat Tirmidzi 1319 Al-Hakim 2/56 dengan dua
jalan dari Abu Hurairah dan dishahihkan oleh Syaikh kami (Al-Albani) dalam
Shahihul Jami 1884]
Lafadh “samhun” artinya “sahlun” yakni mudah, dia
adalah sifat musyabbahah yang menunjukkan penetapan, oleh sebab itu, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengulangi keadaan jual-beli dan keputusan hukum.
Hal ini menunjukkan sikap mempermudah dalam hubungan sosial dan membuang sikap
kikir serta memberikan hak-hak menusia dengan segera (tidak terlambat).
Termasuk keindahan keputusan hukum adalah bahwa orang
yang meminjam sesuatu lalu mengembalikannya dengan yang lebih baik atau lebih
banyak dengan tanpa syarat adalah orang yang berbuat baik, dan hal ini halal
bagi pihak yang meminjamkan.
Dari Abu Hurairah Radliyallahu ‘anhu dia menceritakan.
“Dahulu ada seorang lelaki yang meminjami Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam onta berumur setahun, lalu dia datang kepada beliau
menagihnya. Beliaupun memerintahkan : “Berikan kepadanya!” Maka para shahabat
mencarikan onta yang sama denganya, namun mereka tidak mendapatkan kecuali onta
yang lebih bagus daripadanya, beliaupun berkata : “Berikan onta itu kepadanya
!” Lelaki itupun berkata :”Engkau telah menepatiku mudah-mudahan Allah
menepatimu”.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Sesungguhnya orang yang paling baik
diantara kalian adalah orang yang paling bagus keputusannya” [Hadits Riwayat
Bukhari 4/482-483, 5/56-58, 22-227- Al-Fath dan Muslim 11/38 - Nawawi]
2. Toleransi Dalam Hutang Dan Tagihan
Allah yang Maha Agung berfirman.
Allah yang Maha Agung berfirman.
“Artinya : Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran,
maka beri tangguhlah sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau
semua hutang itu) labih baik bagimu, jika kamu mengetahui” [Al-Baqarah : 280]
Sungguh peletak syari’ah (Allah) yang Maha Hikmah
telah menghasung untuk memberi tangguh orang yang kesulitan hutang dan
memberikan keistimewaan agung sebagaimana yang akan dijelaskan dalam pasal
‘Keutamaan Toleransi”, cukuplah bagimu untuk sekedar tahu, bahwa memberi
tangguh orang yang kesukaran dan mema’afkannya termasuk penghapus dosa dan sebab
Allah mema’afkan kesalahan-kesalahannya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Dahulu ada seorang saudagar yang biasa
menghutangi orang, bila dia melihat orang yang kesukaran (dalam membayar
hutang), maka dia memerintahkan para pegawainya : “Ma’afkanlah dia
mudah-mudahan Allah mema’afkan kita !” Maka Allah-pun mema’afkan dia …” [Hadits
Riwayat Bukhari 4/309- Al-Fath]
Termasuk cara menagih yang bagus adalah toleran dalam
menagih, menerima kekurangan sedikit yang ada padanya. Menuntutnya dengan
mudah, tidak menjilat (rentenir, -pent), tidak mempersulit orang dan mema’afkan
mereka mudah-mudahan Allah merahmati kita.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Mudah-mudahan Allah merahmati lelaki yang
toleran bila menjual, membeli dan menagih” [Hadits Riwayat Bukhari 4/206
-Al-Fath]
3. Toleransi Dengan Ilmu
Toleransi dengan ilmu di sini yaitu dengan cara menyebarkan ilmu dan ini termasuk pintu toleransi yang paling utama dan lebih baik daripada toleransi dengan harta, sebab ilmu lebih mulia daripada harta.
Toleransi dengan ilmu di sini yaitu dengan cara menyebarkan ilmu dan ini termasuk pintu toleransi yang paling utama dan lebih baik daripada toleransi dengan harta, sebab ilmu lebih mulia daripada harta.
Maka seyogyanya seorang alim menyebarkan ilmu kepada
setiap orang yang bertanya tentangnya bahkan mengeluarkannya secara
keseluruhan, bila ia ditanya tentang suatu masalah. Maka dia memperinci
jawabannya dengan perincian yang memuaskan dan menyebutkan sisi-sisi dalilnya,
dia tidak cukup menjawab pertanyaan si penanya, namun dia menyebutkan contoh
kasus serupa dengan kaitan-kaitannya serta faedah-faedah yang dapat memuaskan
dan mencukupinya.
Para sahabat yang mulia Radliyallahu ‘anhum pernah
bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang orang yang berwudlu
dengan air laut, maka beliau menjawab.
“Artinya : Laut itu suci airnya lagi halal bangkainya”
[Hadits Riwayat Ashabus Sunan dan Malik, lihat takhrijnya secara rinci dalam
Ash-Shahihah 480]
Beliau menjawab pertanyaan mereka dan memberikan
kepada mereka ketarangan tambahan yang mungkin sewaktu-waktu lebih mereka
butuhkab daripada apa yang mereka pertanyakan.
Pintu-pintu toleransi banyak sekali dan
contoh-contohnya berbilang serta jalan-jalannya beragam hingga sulit menghitung
detailnya dalam waktu singkat. Cukup bagimu sebagai dalil, bahwa toleransi
mencakup Islam baik dari segi aqidah, ibadah, budi pekerti maupun pendidikan,
bukanlah Islam itu agama yang lurus dan penuh toleransi !?
4. Toleransi Dengan Kehormatan
Toleransi ini menunjukkan keselamatan hati, ketenangan jiwa dan kebersihan hati dari rasa permusuhan.
Toleransi ini menunjukkan keselamatan hati, ketenangan jiwa dan kebersihan hati dari rasa permusuhan.
Dahulu, Abu Bakar Ash-Shiddiq Radliyallahu anhu
memberi uang belanja kepada Misthoh bin Utsatsah karena hubungan famili dan
kefakirannya.
Tatkala Misthoh binasa bersama orang yang binasa dari
kalangan ashabul ifki (pembuat berita dusta), lalu dia tenggelam bersama orang
yang tenggelam menuduh As-Sayyidah Aisyah Radliyallahu ‘anha berbuat mesum,
maka Abu Bakar Ash-Shiddiq Radliyallahu ‘anhu bersumpah tidak akan memberi uang
belanja kepada Misthoh. Ash-Shiddiq ditegur, beliaupun bershodaqoh dengan
kehormatannya walau dosa Misthoh sedemikian besar.
Sungguh indah ucapan penyair.
“Sesungguhnya kadar dosa Misthoh
dapat meruntuhkan bintang-bintang dari ufuknya
Sunnguh telah terjadi apa yang terjadi
Ash-Shiddiq ditegur tentang haknya (Si Misthoh)
dapat meruntuhkan bintang-bintang dari ufuknya
Sunnguh telah terjadi apa yang terjadi
Ash-Shiddiq ditegur tentang haknya (Si Misthoh)
Biarlah, wahai pembaca ! Ummul Mukminin As-Sayyidah
Aisyah Radliyallahu anha yang memberi tahu kita tentang kejelasan kasus ini ;
beliau mengisahkan : ” ….Maka Allah menurunkan (ayat) tentang kesucianku” Abu
Bakr Ash-Shiddiq Radliyallahu ‘anhu pun menyatakan : Dan dia dulunya memberi
uang belanja kepada Misthoh bin Utsatsah karena kefamilian dan kefakirannya ”
Demi Allah ! Aku tidak akan memberi uang belanja sedikit pun kepada si Misthoh
selamanya setelah tuduhannya kepada Aisyah” maka Allah menurunkan (ayat).
“Artinya : Dan janganlah orang-orang yang mempunyai
kelebihan dan kelapangan diantara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan
memberi (bantuan) kepada kaum kerabatnya, orang-orang miskin dan orang-orang
berhijrah di jalan Allah, dan hendaklah mereka mema’afkan dan berlapang dada.
Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu ? Dan Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang” [An-Nur : 22]
Abu Bakr mengatakan : “Ya ! Demi Allah sungguh aku
suka Allah mengampuniku” beliaupun kembali membantu Misthoh seperti sebelumnya,
dan menyatakan : “Demi Allah aku tidak akan mencabutnya dari dia selamanya”
[Hadits Riwayat Bukhari 8/455- Fath dan Muslim 17/113-Nawawi]
5. Toleransi Dengan Kesabaran dan Menanggung Beban
Hal ini termasuk bab toleransi yang paling banyak manfaatnya, tidak ada yang mampu bersikap seperti ini kecuali orang yang berjiwa besar. Barangsiapa yang sulit bertoleransi dengan harta benda, maka dia harus memiliki kemuliaan dan kedermawanan model ini, sebab ia dapat menghasilkan buah yang akibatnya terpuji di dunia sebelum akhirat nanti.
Hal ini termasuk bab toleransi yang paling banyak manfaatnya, tidak ada yang mampu bersikap seperti ini kecuali orang yang berjiwa besar. Barangsiapa yang sulit bertoleransi dengan harta benda, maka dia harus memiliki kemuliaan dan kedermawanan model ini, sebab ia dapat menghasilkan buah yang akibatnya terpuji di dunia sebelum akhirat nanti.
Allah Ta’ala berfirman.
“Artinya : Lemah lembut terhadap kaum mukminin”
[Al-Maidah : 54]
Maksudnya, sikap mereka lembut dan lunak kepada
saudara mereka kaum mukminin, namun dia tidak menghinakan dirinya.
Allah yang Maha Mulia berfirman.
“Artinya : Dan rendahkanlah dirimu terhadap
orang-orang yang mengikutimu dari kalangan orang-orang yang beriman”
[Asy-Syu'ara : 215]
Maksudnya, hendaklah engkau bersikap lemah lembut,
sebab : “Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu ….” [Ali Imran : 159]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Kaum mukminin adalah orang yang lemah
lembut dan lunak, seperti halnya onta jinak bila diikat dia terikat, bila
dituntun dia tertuntun dan bila engkau menambatkannya pada sebuah batu maka
diapun tertambat” [Lihat Ash-Shahihah : 936]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerupakan
seorang mukmin seperti onta jinak yang tidak pernah menolak penuntunnya dalam
perkara apapun, dia menanggung beban dengan kesabaran bukan karena kebodohan
dan kedunguan, namun karena sifat kemuliaan, budi pekerti yang luhur dan
kedermawanan karena seorang mukmin adalah orang yang mulia sedangkan orang
jahat (fajir) adalah orang yang jelek lagi penipu.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri diserupakan
seperti di atas, kemana-pun beliau dibawa belaiu ikut.
Dari Anas bin Malik Radliyallahu ‘anhu dia
menceritakan : “Sungguh ada seorang budak wanita dari Madinah ‘mengambil
tangan’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu ia mengajak beliau
sekehendaknya” [Dikeluarkan oleh Bukhari 10/489 secara mu'allaq dan disambungkan
oleh Ahmad 3/98, dia memiliki jalan lain dari Anas semisalnya, dikeluarkan oleh
Ibnu Majah 4177 dan Ahmad 3/174, 215, 216 padanya terdapat Ali bin Zaid bin
Jad'an dia lemah namun dapat dijadikan penguat]
Al-Hafidh Ibnu Hajar Rahimahullah menjelaskan : “Yang
dimaksud dengan ‘mengambil tangan’ adalah makna tersiratnya yaitu lemah lembut
dan tunduk/patuh … Ungkapan ‘mengambil tangan’ mengisyaratkan puncak perlakuan
walaupun kebutuhan budak tadi hingga di luar kota Madinah dan membutuhkan
bantuan beliau niscaya beliau membantunya. Ini semua menunjukkan kelebihan
sikap tawdlu’ beliau dan bersihnya beliau dari segenap kesombongan, Shallallahu
‘alaihi wa sallam” [Fathul Bari 10/490]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar